Liputan6.com, Polewali Mandar - Masjid yang dikenal sebagai masjid tertua di Tanah Mandar, Sulawesi Barat yang bernama Masjid Abadan kini tinggal nama. Seluruh bangunannya nyaris rata dengan tanah.
Masjid yang merupakan bagian dari cagar budaya itu letaknya di Desa Lambanan, Kecamatan Balanipa, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar). Keberadaan masjid tertua di Tanah Mandar ini tepat di puncak Gunung Lambanang yang berjarak sekitar tiga kilometer dari Jalan Trans-Sulawesi.
"Sulit mengungkapkan dalam kata-kata saat menyaksikan situs kebanggaan Mandar dalam sejarah Islam rata dengan tanah. Ya, Masjid Abadan di Desa Lambanang tak ada lagi. Tinggal tulang belulang yang berdiri. Menyedihkan, hal ini terjadi di Mandar," ucap Ridwan Alimuddin warga asli Balanipa kepada Liputan6.com, Sabtu, 15 Oktober 2016.
Baca Juga
Ia mengungkapkan, peristiwa pemusnahan cagar budaya yang terjadi di Polewali Mandar merupakan yang kesekian kalinya. Khususnya terhadap cagar budaya yang berada di Kampung Pambusuang Lama.
"Beberapa tahun lalu dialami Pasar Pambusuang. Mungkin tak apa karena hanya pasar. Tapi kali ini masjid yang di mana tentu sangat melukai perasaan masyarakat Mandar yang bisa dikatakan 100 persen adalah muslim," ujar dia.
Menurut Ridwan, merujuk beberapa informasi baik dalam beberapa pustaka maupun yang tertulis di papan penunjuk arah, Masjid Abadan adalah masjid tertua di Mandar.
Advertisement
"Menurut penunjuk arah, masjid tersebut didirikan oleh KH Musyafta Bullah atau Annangguru Malolo pada tahun 1608 Masehi. Ada juga yang mengatakan bahwa masjid dibangun Al-Adiy, seorang penganjur Islam yang bergelar Guru Gaqde," Ridwan mengungkapkan.
Islam masuk di Mandar, lanjut Ridwan, berdasarkan beberapa referensi menunjuk pada abad XVI-XVII Masehi. Cerita tentang masuknya penganjur Islam di Mandar juga tertulis dalam Lontara Balanipa.
"Masuknya Islam di Mandar dipelopori oleh Abdurrahim Kamaluddin yang juga dikenal sebagai Tosalamaq Dibinuang. Ia mendarat di Pantai Tammangalle, Balanipa. Orang pertama yang memeluk Islam ialah Kanne Cunang Maraqdia 'Raja' Pallis, kemudian Kakanna I Pattang Daetta Tommuane, Raja Balanipa ke-4," tutur Ridwan.
Pendapat lain yang runut dari sebuah surat dari Kota Mekah, Arab Saudi, Ridwan menjelaskan, masuknya Islam di Mandar dibawa oleh Sayyid Al-Adiy bergelar Guru Gaqde. Ia berasal dari Arab keturunan Malik Ibrahim dari Jawa, di mana masyarakat Lambanang, Mandar meyakini makamnya ada di Desa Lambangan di sekitar kawasan masjid tua Abadan yang dimusnahkan itu.
Selain Masjid Abadan, beberapa masjid tua yang merupakan peninggalan sejarah masuknya Islam di Mandar sudah banyak yang hancur dan digantikan dengan masjid baru.
"Jadi bukan hanya Masjid Abadan kali ini yang dihancurkan tapi di beberapa kampung kuno di Mandar khususnya di Balanipa, masjid klasiknya sudah pada hancur atau digantikan dengan bangunan baru. Salah satu masjid tua yang pernah saya lihat ada di Dusun Maqdang, Desa Todang-todang, tapi sewaktu saya ke sana tahun lalu, juga sudah diganti dengan bangunan baru," ujar Ridwan.
Awalnya Hendak Direnovasi
Namun dari banyak masjid kuno atau klasik di Tanah Mandar. Yang paling terkenal dan dianggap sebagai masjid pertama adalah Masjid Abadan. Sebelum dihancurkan alasannya masjid itu mau direnovasi.
"Masjid itu memang tinggal menunggu roboh, bertahun-tahun tak digunakan lagi. Pernah ada konflik antar-masyarakat Lambanang yang menghasilkan dua kubu, di mana ada yang ingin merenovasi masjid dan ada yang ingin bangun masjid baru," tutur Ridwan.
"Yang pro-masjid baru berpendapat lokasi masjid tua rawan longsor, jadi jangan di situ lagi dibangun. Di kubu yang lain berpendapat masjid itu warisan nenek moyang," kata dia.
Bahkan, Ridwan menambahkan, kabarnya nyaris pernah terjadi 'baku parang' antar-kubu tersebut. Namun tidak terjadi lantaran kelompok yang pro pelestarian masjid tua mengalah untuk kemudian meninggalkan Lambanang.
"Mereka banyak bermukim di Desa Galung Tulu, di mulut jalan yang mengarah dari Lambanang ke Jalan Trans-Sulawesi," Ridwan menjelaskan.
Adapun menurut budayawan Mandar, Suradi Yasil, perusakan Masjid Abadan, Lambanang, bisa dikatakan bencana nasional.
"Peristiwa ini tragedi luar biasa atau bencana nasional. Masjid itu adalah bukti sejarah masuknya Islam di Nusantara. Ketika itu dirusak, yang terlibat harus bertanggung jawab. Harus ada penegakan hukum," ucap dia.
Bangunan Cagar Budaya
Menurut Suradi, keberadaan masjid tertua Abadan itu jelas dilindungi undang-undang, selain itu juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari sejarah Tanah Mandar itu sendiri.
"Sebab kita saat ini, orang Mandar, bisa dikatakan semuanya memeluk Islam," ujar Suradi.
Masjid Abadan, Suradi menegaskan, adalah cagar budaya untuk tujuan pelestariannya, yang dilakukan bukanlah mengganti dengan bangunan baru, tapi semacam restorasi. Yakni, memperbaiki bagian-bagian yang rusak dengan tetap mempertahankan bagian-bagian yang menjadi unsur masa lalunya.
"Proses restorasi pun tidak sembarangan harus melibatkan ahli arkeologi. Sebab, merekalah yang berhak secara keilmuan untuk menentukan mana bagian yang bisa dibongkar atau diganti maupun desain yang akan digunakan," kata dia.
"Sebaliknya yang terjadi pada Masjid Abadan, sama sekali tak melibatkan pihak arkeologi. Sekali lagi, ini ironi luar biasa, memalukan. Bencana. Harus ada yang bertanggung jawab atas persoalan ini," budayawan Mandar itu memungkasi.
Advertisement