Razia Berdarah Lubuklinggau Jadi Studi Kasus Sekolah Polisi

Kapolri langsung instruksikan jajarannya agar kasus ini menjadi materi pembelajaran untuk mendidik anggota baru lainnya.

oleh Nefri Inge diperbarui 29 Apr 2017, 13:00 WIB
Diterbitkan 29 Apr 2017, 13:00 WIB
Kapolri Tito Karnavian‎ bersama Kapolda Sumsel Irjen Pol Agung Budi Maryoto saat memantau kendaraan pemadan kebakaran (Liputan6.com/Nefri Inge)
Kapolri Tito Karnavian‎ bersama Kapolda Sumsel Irjen Pol Agung Budi Maryoto saat memantau kendaraan pemadan kebakaran (Liputan6.com/Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Sepuluh hari sudah sejak kasus insiden razia berdarah di Kota Lubuklinggau terjadi. Brigadir K yang merupakan anggota Sabhara Polres Lubuklinggau melakukan penembakan brutal ke mobil korban sebanyak 10 kali.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun menyayangkan tindakan Brigadir K yang akhirnya merenggut nyawa dua orang penumpang mobil Honda City berpelat BG 1480 ON‎, pada Selasa 18 April 2017.

Atas kasus razia berdarah ini, Kapolri langsung menginstruksikan kepada jajarannya agar menjadi materi pembelajaran untuk mendidik anggota baru lainnya.

"Jadikan studi kasus Lubuklinggau‎. Apa salahnya, di mana kelebihannya," ujar Tito kepada Liputan6.com, seusai memimpin Apel Kesiapan Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) Sumsel, di halaman Mapolda Sumsel, Jumat 28 April 2017.

"Kita lihat dulu, apakah terjadi penggunaan kekuatan yang berlebihan atau tidak.‎ Saya menyesalkan itu, tapi tidak menyalahkan sepenuhnya. Mungkin yang bersangkutan lari karena takut karena pelat mobilnya palsu," ungkapnya.

‎Kasus lainnya yang diungkap Kapolri yaitu penembakan di Bengkulu yang dilakukan anggota polisi terhadap anak kandungnya sendiri.

Lalu, ada kasus Iptu Sunaryanto yang berhasil membekuk penjambret yang menyandera ibu dan anak di angkutan kota (angkot) di Jakarta dan penembakan di Tuban, Jawa Tengah (Jateng).

Ketiga kasus ini, lanjutnya, berkaitan dengan kemampuan kewenangan diskresi anggota polisi. Karena setiap anggota polisi mempunyai kewenangan untuk menilai suatu peristiwa, serta menentukan opsi tindakan dan keputusan yang cepat dan tepat.

Hal ini dilakukan untuk melindungi diri sendiri, masyarakat sekitar dan publik luas. Dari pangkat tertinggi hingga terendah pun, anggota kepolisian mempunyai kewenangan diskresi.

"Anggota polisi harus mampu menilai‎ dan mengambil keputusan yang cepat, termasuk harus menggunakan kekuatan mematikan," ujarnya.

Untuk itu, Kapolri sudah menyampaikan ke Kepala Sekolah Kepolisian Negara (SPN) untuk menambah materi kewenangan diskresi, agar lebih banyak dipahami oleh calon anggota polisi.

Menurutnya, ‎kewenangan diskresi tidak bisa dilatih secara perorangan, namun harus diasah lebih dalam.

"Saya sudah perintahkan di SPN untuk memperbanyak kurikulum diskresi. Kita berusaha memperbaiki diri dengan diskresi," ucap Kapolri.

Jenderal bintang empat ini mencontohkan salah satu fasilitas SPN di luar negeri, yang mempunyai ruang khusus untuk latihan diskresi.

Dimana, ada contoh kasus kriminal yang ditampilkan dan bagaimana tindakan polisi mengatasinya.

"Semua kepala wilayah, kapolda, kapolres dan kapolsek wajib membuat jam khusus untuk latihan diskresi," ujarnya.

Tito Karnavian pun mengimbau masyarakat agar bisa menghentikan kendaraannya ketika dirazia oleh polisi. Hal itu untuk mencegah adanya insiden seperti razia berdarah yang terjadi di Lubuklinggau ini.

"Salah seperti apa pun, berhenti dulu kalau ada razia," pungkas Tito.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya