Liputan6.com, Garut - Akibat harga daging sapi yang terlampau mahal dan sulit turun, sejumlah masyarakat Garut Selatan, Jawa Barat, mulai mengembangkan ternak kerbau. Selain lebih mudah, secara nilai ekonomi kerbau hampir sama dengan sapi dan bisa menjadi alternatif masyarakat di bulan Ramadan.
Kepala Desa Pancasura, Kecamatan Singajaya, Saepulloh A Ridho mengatakan, sebagai daerah yang berada di wilayah Garut Selatan, pengembangan peternakan kerbau sangat cocok untuk wilayah itu. Terlebih selama ini masih banyak lahan yang kosong dan sumber daya manusia yang melimpah.
"Kami tinggal berupaya bagaimana mengoptimalkan sistemnya. Sebab jika dikembangkan dengan matang, nilai ekonomi kerbau sama dengan sapi," ujarnya, Rabu, (7/6/2017).
Menurut dia, selama ini pola pengembangan ternak kerbau yang dilakukan di masyarakat Pancasura masih menggunakan pola tradisional. Maksudnya, kerbau lebih banyak digembalakan di hutan dibanding pemeliharaan di kandang.
"Dengan pola digembalakan saja masih untung, apalagi dikelola dengan baik. Itu bisa menjadi swasembada pangan yang sama seperti sapi dan bisa menguntungkan," ucapnya.
Baca Juga
Untuk tahap awal, lembaganya telah meminta pemerintah Garut mendukung sistem perkawinan suntik atau Inseminasi Buatan (IB). Dengan pola itu diharapkan budidaya kerbau lebih cepat bunting dibanding kawin alam. "Ternyata kerbau bisa cepat beranak dengan cara penyuntikan hormon dan IB," ujarnya.
Kamaludin, salah satu peternak kerbau di daerah Banjarwangi, Kabupaten Garut, mengatakan nilai ekonomi ternak kerbau sangat potensial jika disentuh penerapan teknologi IB. "Selama ini kami kesulitan saat kawin alami, apalagi antara yang punya pejantan (peternak) dan betina mau kawin kadang berjauhan," ujarnya.
Ia mencontohkan, saat pertama kali membeli kerbau betina siap kawin di kisaran Rp 10 juta-an, tapi setelah bunting harganya langsung naik hingga Rp 15 juta. "Belum lagi nanti ada hasilnya anak kerbau yang pertumbuhannya cepat," ujarnya.
Kamal mengaku, selama ini pola ternak kerbau masih menggunakan pola gaduh atau bagi hasil antara investor dengan penggembala (peternak) kerbau, yang dibudidayakan di hutan. "Jarang dibawa ke kandang sebab jauh. Cukup kita yang ke hutan untuk memberi makan dan lihat perkembangannya," ujarnya.
Berdasarkan harga terkini saat Ramadan di pasar induk Ciawitali Garut, Jawa Barat, harga daging kerbau dijual di angka Rp 100-110 ribu per kilogram, sementara daging sapi berkisar di antara Rp 120-125 ribu per kilogram.
Kepala Seksi Produksi Bidang Peternakan, Dinas Perikanan dan Peternakan Kabupaten Garut, Iwan Aryanto mengatakan, mayoritas pasokan daging sapi untuk Kabupaten Garut selama ini masih disuplai dari luar Garut.
Dengan besarnya potensi peternakan ternak kerbau di Desa Pancasura, maka kekurangan stok daging sapi yang sering terjadi selama ini bisa mulai diantisipasi dengan pasokan daging kerbau.
"Di Desa Pancasura ini banyak warga yang beternak kerbau dan ini dapat dimanfaatkan. Namun sayangnya saat ini kebanyakan petani masih memelihara kerbau dengan cara tradisional, sehingga hasilnya kurang maksimal," ujar Iwan.
Untuk mendukung rencana itu, lembaganya telah membuat program jangka panjang memasyarakatkan penggunaan pola kawin suntik IB bagi kerbau. "Dengan cara itu kerbau bisa berkembang biak lebih cepat," ujarnya.
Wilayah Garut Selatan, ujar dia, memiliki potensi sumber daya alam yang bagus untuk pengembangbiakan kerbau, terlebih masih banyak lahan kosong dengan cadangan rumput hijau melimpah. Apalagi setiap bulan Ramadan tiba, harga daging sapi kerap melambung tinggi.
Sayangnya, potensi peternakan kerbau itu hingga kini belum dioptimalkan dengan maksimal. "Makanya untuk memaksimalkan potensi itu, kami akan galakkan penyuntikan hormon melalui program IB itu," kata dia.