Belum Punya KIP, Bagaimana Nasib Anak Bapak Penjual Ginjal?

Pemerintah daerah sebut biaya sekolah gratis bagi anak dari keluarga tidak mampu, termasuk anak dari bapak penjual ginjal.

oleh Nefri Inge diperbarui 10 Jul 2017, 20:30 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2017, 20:30 WIB
Belum Punya KIP, Bagaimana Nasib Anak Bapak Penjual Ginjal?
Rumah Bapak Penjual Ginjal di Palembang. (Liputan6.com/Nefri Inge).

Liputan6.com, Palembang - Aksi Herman (42), warga Palembang yang nekat hendak menjual ginjal untuk biaya sekolah anak-anaknya menjadi perhatian serius Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Selatan (Sumsel). Sebab selain biaya masuk sekolah, ada masalah lain yang juga menerpa bapak lima anak ini.

Anak-anaknya yang sudah menempuh pendidikan rupanya belum mendapat Kartu Indonesia Pintar (KIP). Padahal, Herman dan keluarga masuk kategori sebagai warga miskin.

Saat Liputan6.com menyambangi kediamannya di Jalan Sultan Syahril, Lorong Gelora, Kecamatan Alang-Alang (AAL) Lebar Palembang, hanya ada dua orang anaknya, yaitu Nabil, siswa SMPN 55 Palembang dan Tasya, yang masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar (SD).

Dari pengakuan Nabil, kedua orangtuanya sudah sejak pagi berangkat untuk mengurus sekolah kakak ketiganya, Annisa, yang masuk di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 5 Palembang.

Nabil sendiri baru masuk ke SMPN 55 Palembang. Dirinya mendapatkan bantuan dari Kepala Rukun Tetangga (RT) untuk mengurus sekolahnya.

"Kemarin yang ngurus sekolah saya itu dibantu ibu RT, karena beliau juga guru di SMPN 55 Palembang," ujarnya kepada Liputan6.com, Senin (10/7/2017).

Ia menceritakan, sang ayah sehari-hari bekerja sebagai penjaga parkir di Kambang Iwak (KI). Sementara, sang ibu mengajar ngaji dan jadi tukang urut.

Ketua RT 41 Rosalina (53) menambahkan, kondisi perekonomian keluarga Herman memang memprihatinkan. Terlebih, Herman sempat mengalami depresi karena perekonomian keluarganya semakin terpuruk.

Di satu sisi, anak-anak Herman belum mendapatkan KIP. Hal itu karena alamat yang tertera di Kartu Keluarga (KK) dengan alamat tempat tinggal Herman tidak sama.

"Karena alamatnya dengan yang di KK beda, jadi terkendala. Beras raskin saja tidak dapat, tapi saya bagi-bagikan, jadi mereka juga dapat. Saya juga bantu untuk masuk sekolah anaknya di SMPN 55 Palembang, bahkan kita carikan seragam sekolah bekas untuk anaknya," ungkapnya.

Herman sekeluarga sendiri baru enam tahun tinggal di rumahnya tersebut. Rumah itu juga bukan miliknnya, melainkan punya kerabatnya.

Untuk sehari-hari, Herman bekerja sebagai buruh bangunan. Sedangkan istrinya, Fitrianti (39) sering berjualan makanan pecel, lalu nyambi cuci pakaian dan jadi tukang urut. Namun begitu, Rosalina mengaku tidak tahu kalau Herman punya rencana menjual ginjalnya.

"Kami saja tidak tahu (Herman menjual ginjal). Dua hari lalu ada orang Dinas Sosial (Dinsos) ke sini membawa pulang pak Herman. Jadi dari situ baru tahu, rupanya beritanya sudah beredar," katanya.

 

Saksikan video menarik di bawah ini:

Disdik Sebut Sekolah Gratis

Belum Punya KIP, Bagaimana Nasib Anak Bapak Penjual Ginjal?
Anak-anak bapak penjual ginjal di Palembang ini belum mendapat KIP. (Liputan6.com/Nefri Inge).

Disdik Sumsel menanggapi kabar yang beredar tentang biaya masuk di SMKN 5 Palembang sebesar Rp 2 juta. Kepala Bidang (Kabid) SMK Disdik Sumsel, Herlina membantah biaya masuk di SMKN 5 Palembang sebesar Rp 2 Juta. Ia mengaku, biaya masuk di sana hanya sebesar Rp 1.205.000.

"Itu untuk pakaian sekolah, sudah terperinci jelas. Jika Pak Herman bicara ke kepala sekolahnya bahwa dia tidak mampu, saya yakin Kepala SMKN 5 Palembang bisa memasukkan ke kuota sekolah gratis," ujarnya.

Tiap sekolah diwajibkan menyediakan kuota sekolah gratis sebanyak 20 persen dari seluruh siswa yang masuk. Kuota tersebut diperuntukkan bagi siswa yang tidak mampu, dengan syarat bisa menunjukkan surat keterangan tidak mampu dari lurah dan camat setempat.

Ia menegaskan jika ada kepala sekolah yang menolak menampung siswa miskin untuk sekolah gratis, warga bisa langsung mengadukan ke Disdik Sumsel dan akan langsung ditindak.

"Sosialisasi 20 persen dan program sekolah gratis dari Gubernur Sumsel harus disampaikan kepala sekolah pada saat mereka menerima orang tua murid. Ini yang tidak disampaikan, sehingga wali murid galau dan bertindak seperti bapak Herman," katanya.

Kepala SMKN 5 Palembang, Zulfikri mengungkapkan besaran biaya untuk seragam sekolah memang tidak bisa diubah. Namun, bisa didiskusikan dulu ke komite sekolah.

"Kita beritahu gambarannya tapi belum biaya sebenarnya. Kita lempar ke komite sekolah tanggal 20 Juli nanti. Apapun keputusan pengurus komite, itulah keputusan bersama," ujarnya.

Biaya sebesar Rp 1.205.000 tersebut untuk mendapatkan seragam sekolah, mulai dari baju setelah kejuruan, seragam olahraga, seragam batik, seragam muslim dan atribut lainnya.

Istri Herman, Fitrianti sudah menemui pihak SMKN 5 Palembang dan sudah berdiskusi tentang syarat masuk sekolah bagi anaknya. Pihak sekolah juga menjamin dan mendukung anak Herman untuk masuk ke SMKN 5 Palembang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya