Jurus Kreatif 3 Daerah Hadapi Harga Garam yang Menggila

Surabaya, Yogyakarta hingga Pamekasan memiliki cara berbeda mengatasi kelangkaan garam yang bikin sulit orang banyak.

oleh Dian Kurniawan diperbarui 29 Jul 2017, 20:02 WIB
Diterbitkan 29 Jul 2017, 20:02 WIB
Jurus Kreatif 3 Daerah Hadapi Harga Garam yang Menggila
Para petani garam di Kedung Jepara memanen garam yang tahun 2017 berasa manis. (foto : Liputan6.com/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Surabaya - Kelangkaan garam terjadi hampir merata di seluruh daerah, termasuk di Surabaya. Akibatnya, harga garam melambung nyaris tak terkendali. Untuk itu, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan menyiapkan sejumlah langkah untuk mengatasinya.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Joestamadji mengatakan akan mengajak koperasi di daerah Surabaya untuk menjadikan gudang yang ada di daerah Pakal sebagai tempat penghasil garam yang dapat langsung dikemas oleh pengelola koperasi.

"Melalui hasil 70 ribu ton garam yang ada, kami ingin adanya peningkatan untuk tidak lagi memproduksi garam krosok melainkan menghasilkan garam konsumsi yang langsung dikemas oleh pelaku koperasi di sana," tuturnya, Jumat, 28 Juli 2017.

Dia mengatakan, pihaknya akan terus meningkatkan produksi dan mempercepat proses pembuatan garam dengan menggandeng kelompok Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Kota Surabaya.

"Sebenarnya, bulan Juli kemarin kita sudah melakukan start ditambah pantauan BMKG yang mengatakan kondisi cuaca memasuki bulan kemarau. Namun ternyata di luar dugaan, Surabaya diguyur hujan selama dua hari. Akibatnya, petani garam gagal panen," katanya.

Joestamadji atau yang akrab disapa Joes menambahkan, langkanya produksi garam di Surabaya dipengaruhi beberapa faktor seperti kualitas air laut, intensitas matahari dan musim hujan yang panjang. Akibatnya, harga garam di pasar ikut melambung tinggi.

"Harga garam yang biasanya 300 rupiah kini menjadi 3.500 per kg gram, lalu harga garam per sak yang dulunya 50 ribu kini menjadi 180 ribu," ucapnya.

Sementara itu, untuk jumlah petani dan luas lahan petani garam di Surabaya selama terbagi atas tiga kecamatan masing-masing di Kecamatan Benowo dengan jumlah petani sebanyak 79 orang dan luas lahan 330.87 hektare.

Lalu, Kecamatan Pakal dengan 41 petani dan luas lahan 267.28 hektare serta Kecamatan Asemrowo dengan jumlah empat petani dan luas lahan 25,5 hektare.  "Semua menggunakan teknologi geoiskolator," katanya.

Dalam kesempatan itu, ia menegaskan isu garam yang dicampur tawas di beberapa daerah tidak benar. "Hasil tes dan uji lab yang dilakukan BPPOM dan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa hasilnya negatif," ujar Joes.

Saksikan video menarik di bawah ini:

Kursus Produksi Garam buat Ibu-Ibu

Jurus Kreatif 3 Daerah Hadapi Harga Garam yang Menggila
Petani garam Madura. (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)

Dinas Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta akan melatih teknik memproduksi garam kepada masyarakat pesisir di Kabupaten Bantul, Kulon Progo, dan Gunungkidul untuk memenuhi sendiri kebutuhan garam di provinsi ini.

"Kami berencana melatih masyarakat pesisir khususnya ibu-ibu bagaimana cara memproduksi garam. Untuk suaminya yang nelayan kami dorong tetap fokus melaut," kata Kepala Bidang Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Suwarman Partosuwiryo di Yogyakarta, Sabtu (29/7/2017), dilansir Antara.

Rencana pelatihan itu, kata dia, menyusul keinginan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sultan HB X agar DIY bisa memproduksi garam sendiri. Keinginan Sultan itu, menurut Suwarman, cukup beralasan karena laut di DIY, khususnya di pantai Gunungkidul memiliki kandungan garam yang tinggi.

"Air laut di Gunung Kidul memiliki kadar garam yang bagus. Tidak ada muara sungai di sepanjang pantai Gunung Kidul sehingga air lautnya jernih sehingga bagus untuk membuat garam," kata Suwarman.

Saat ini, DKP DIY masih dalam tahap mengusulkan skema pengelolaan produksi garam dan sarana prasarana yang dibutuhkan kepada Gubernur DIY. "Kami juga masih akan menanyakan lahan yang akan digunakan karena saat ini DKP DIY tidak memiliki lahan," kata dia.

Namun, struktur pantai di DIY yang curam menjadi kendala tersendiri, khususnya untuk pengambilan air laut sebagai bahan pembuatan garam, yang berbeda dengan Jawa Tengah atau Madura yang memiliki struktur pantai yang landai sehingga cukup mengandalkan pasang surut air laut.

"Makanya untuk mendapatkan air laut, kami akan mengusulkan penggunaan pompa air atau cukup memakai timba," kata Suwarman.

DKP DIY pernah melatih masyarakat pesisir pantai selatan DIY di Pantai Trisik Kulon Progo, Pantai Samas dan Depok Bantul, dan Pantai Sadeng dan sepanjang di Gunungkidul, cara membuat garam.

"Namun yang masih bertahan sampai sekarang, tinggal di Pantai Sepanjang dengan produksi garam rata-rata 40 kilogram (kg)," kata dia.

Teknologi Geomembran Penambak Garam

Jurus Kreatif 3 Daerah Hadapi Harga Garam yang Menggila
Harga garam saat ini mencapai Rp 3,4 juta per ton. (Liputan6.com/Mohamad Fahrul)

Para penambak garam di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur pada musim produksi garam tahun ini mulai menggunakan teknologi geomembran dengan dukungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

"Ada 15 hektare lahan tambak garam di Kecamatan Pademawu yang mendapatkan bantuan teknologi geomembran saat ini," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Pamekasan, Nurul Widiastutik dilansir Antara, Jumat pagi, 28 Juli 2017.

Ia menambahkan lahan tambak yang sudah menggunakan teknologi geomembran itu merupakan milik empat kelompok usaha di Pamekasan. "Saat ini, garapan lahan tambak yang akan menggunkan teknologi geomimbran itu mulai dilakukan oleh para petambak," katanya.

Menggunakan teknologi geomembran, garam produksi dengan mengalirkan air laut ke kolam penampungan dengan penyaring ijuk, batok kelapa dan batu zeolit sebelum masuk ke kolam penampungan yang sudah terlapisi plastik.

Lapisan ijuk menyaring air laut yang masuk ke meja kristal yang dilapisi plastik, dan batok kelapa dan batu zeolit digunakan sebagai karbon aktif untuk menghilangkan bau dan membuat garam yang dihasilkan berwarna putih alami.

Teknologi itu memungkinkan proses pengkristalan garam berlangsung lebih cepat, hanya 14 hari, jauh lebih cepat dibanding pengkristalan dengan metode produksi garam tradisional yang butuh waktu sampai 30 hari. Selain itu, penggunaan lapisan plastik pada meja kristal membuat proses penguapan jauh lebih sempurna.

"Selain proses penguapan jauh lebih sempurna, dengan menggunakan penadah kolam yang menggunakan plastik, garam yang dihasilkan juga jauh lebih banyak," kata Nurul.

Ia menambahkan produksi garam menggunakan teknologi itu hasilnya bisa sampai dua kali lipat dari produksi garam menggunakan cara tradisional.

"Dulu penambak garam di Pamekasan ini banyak yang tidak mau. Tapi setelah melihat langsung hasilnya, mereka semuanya ingin menggunakan teknologi ini," ujarnya.

Nurul mengatakan luas lahan garam di Kabupaten Pamekasan mencapai 917,22 hektare, tersebar di kecamatan, dengan produktivitas 97,36 ton per hektare.

"Produksi garam 89.282 ton dengan proses produksi biasa. Jika nantinya semua penambak garam menggunakan teknologi geomembran, hasilnya bisa menjadi dua kali lipat," katanya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya