Bule Jerman Bermukena dan Belajar Islam di Masjid Kota Malang

Astrid Schorman bersama tiga putrinya mengagumi toleransi umat muslim Indonesia meski di beberapa daerah ada perbedaan gaya busana.

oleh Zainul Arifin diperbarui 24 Agu 2017, 07:01 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2017, 07:01 WIB
Bule Jerman Bermukena dan Belajar Islam di Masjid Kota Malang
Astrid Schorman bersama tiga putrinya mendengarkan penjelasan tentang Islam dari jamaah masjid A Yani Kota Malang, Jawa Timur (Zainul Arifin/Liputan6.com)

Liputan6.com, Malang Astrid Schorman,bersama tiga putrinya, Johanna, 15 tahun, Paulina, 13 tahun dan Carlotta Schorman, 8, bergegas masuk ke dalam Masjid Jenderal A Yani, Kota Malang, Jawa Timur. Perlahan mereka memakai mukena dibantu seorang jamaah perempuan masjid tersebut.

Usai mukena menutup rapat tubuh, warga negara Jerman itu melangkah menyusuri masjid didampingi Mashur Thalib, seorang jamaah yang fasih berbahasa inggris. Ini kali pertama masjid di Jalan Kahuripan, Kota Malang itu dikunjungi warga asing.

Astrid dan putrinya dengan seksama mendengarkan tiap penjelasan Mashur tentang detil apa yang ada di dalam masjid. Astrid juga tak segan bertanya ke Mashur tentang Islam dengan segala tradisinya di Indonesia.

"Saya tertarik dengan segala perbedaan agama, budaya dan kehidupan di Indonesia. Islam dan umat muslim di negara ini sangat toleran," kata Astrid di Malang, Rabu (23/8/2013).

Perempuan yang bekerja di sebuah even organizer di Munich, Jerman ini menyebut Islam di Indonesia sangat unik. Sebelum di Malang, Astrid lebih dulu menjejakkan kakinya ke salah satu desa di Lamongan. Di situ mereka mendapati bocah sampai perempuan dewasa berbusana tertutup rapat.

"Di Malang cara berbusananya lebih beragam, berbeda dengan di tempat yang saya kunjungi di Lamongan,” ujar pemeluk Katolik itu.

Ia memahami cara pandang tiap individu dan keluarganya mempengaruhi keyakinan dan gaya berbusana. Seperti di Jerman, banyak muslim dari keluarga imigran. Tapi tak semua berbusana tertutup rapat, banyak juga yang berbusana seperti warga Jerman umumnya.

"Di Jerman tiap muslim perempuan apakah berpakaian tertutup atau biasa saja itu tergantung keluarganya. Ini lebih pada pandangan mereka,” ucap Astrid.

Tujuan utama Astrid dan putrinya sebenarnya ke Bali, tapi mereka tak mau lewatkan kesempatan untuk berkunjung ke daerah lain. Mereka sudah menyewa sebuah mobil untuk bepergian dan mengajarkan ke putrinya tentang dunia luar, bukan hanya sekedar di Jerman atau Eropa. Sekaligus membuktikan bahwa Islam seperti yang digambarkan oleh media di eropa.

"Kalau hanya ke Bali dan bermain di pantai, saya tak yakin akan dapat pelajaran untuk anak – anak. Itulah kenapa kami berkeliling, mempelajari segala perbedaan budaya," papar Astrid.

Mashur Thalib mengatakan, semula Astrid dan putrinya hendak masuk ke dalam masjid dengan busana seadanya dan mereka mengerti saat diberi pemahaman menutup aurat jika masuk ke masjid.

"Sepertinya mereka membawa mukena sendiri. Mereka mau belajar tentang segala hal termasuk tentang Islam. Kita hormati dan harus tunjukkan islam itu teduh,” kata Mashur.

Menurutnya, Masjid Jenderal A Yani Kota Malang terbuka bagi siapa saja yang ingin belajar lebih dalam tentang Islam. Mashur juga berharap Astrid saat pulang ke Jerman akan menceritakan Islam Indonesia yang sangat toleran.

"Kalau mau berdakwah ya kita harus bisa merayu, bukan memukul meski pada orang yang berbeda keyakinan,” tegas Mashur.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya