Baca Buku Sambil Menunggu Angkot di Halte Rindu Menanti

Baca buku gratis membuat penantian angkot oleh para penumpang tak lagi terlalu membosankan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 03 Okt 2017, 17:30 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2017, 17:30 WIB
Baca Buku Sambil Menanti Angkot di Halte Rindu Menanti
Baca buku gratis membuat penantian angkot oleh para penumpang tak lagi terlalu membosankan. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung - Senin sore sekitar pukul 15.00 WIB, Rachmi Ayu (23) mengepak buku. Satu per satu buku yang diletakkan di kursi, dimasukkannya ke dalam ransel besar berwarna biru. Ia mengaku sudah tiga jam berada di halte untuk menemani siapa pun yang singgah.

"Untuk hari ini, kita sudah mau selesai menggelar lapak bukunya. Minggu depan akan ada lagi," kata Rachmi ditemui di Halte Jalan Sukabumi, Kota Bandung, Senin, 2 Oktober 2017.

Mahasiswi Sekolah Tinggi Ilmu Agama (STIA) Persis Bandung itu merupakan relawan Rindu Menanti, sebuah komunitas literasi yang mengisi halte-halte dengan buku bacaan. Di tengah masa perkuliahan, Rachmi bersama sang adik, Mayang Puspita (22), mendapat giliran menjaga taman bacaan dadakan di halte tersebut.

Karena lokasi yang tak biasa, banyak orang tidak menyangka jika buku-buku yang dibawa bisa dibaca gratis oleh siapa saja. "Ada yang menyangka kita ini SPG buku loh. Tapi saat kita jelaskan, mereka paham juga. Warga lainnya ada yang memang niat baca buku," tutur Mayang.

Menurut Rachmi, buku-buku itu sebagian koleksi pribadi, walau ada juga buku hasil sumbangan donatur. Kebanyakan merupakan buku bekas. Buku-buku yang didominasi tema ringan itu dijejerkan di ujung kursi tunggu halte.

Sudah dua tahun terakhir keduanya menanti di halte sambil menawarkan buku kepada warga. Meski tak setiap hari berada di halte, baik Rachmi dan Mayang merasa bahagia melakukan aktivitas ini.

"Waktunya enggak ditentukan tapi satu minggu sekali, kita menanti orang di halte setiap Senin. Ada beberapa titik di Bandung," ujar Mayang.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Gerakan Protes

Ratusan Buku Cerita untuk Anak Pengungsi Korban Evakuasi Gunung Agung
Seorang anak membaca buku di mobil Perpustakaan Keliling di Klungkung, Bali, Sabtu (30/09). Perpustakaan Keliling ini hadir untuk memberikan hiburan bagi korban Gunung Agung khususnya anak-anak. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Komunitas Rindu Menanti didirikan sejak 11 November 2015. Rosihan Fahmi (41) yang menjadi pendiri gerakan literasi di halte-halte itu memulainya karena resah atas kondisi halte yang memprihatinkan.

"Saya sendiri pengguna angkutan umum dan pengelola pesantren santri. Dari dua realitas itu, ada dua persoalan mengenai buruknya fasilitas umum dan minimnya minat baca. Dari dua masalah ini, apa yang bisa saya perbuat adalah melakukan gerakan Rindu Menanti sebagai gerakan protes," kata Rosihan.

Mulanya, Rosihan mendatangi halte, membersihkannya dari sampah berserakan, lalu menumpukkan buku bacaan. Buku yang dipajang awalnya hanya berasal dari koleksi pribadi. Upaya Rosihan untuk membangkitkan minat baca warga itu belakangan didukung teman-teman dan masyarakat sekitar. Mereka secara sukarela menyumbangkan buku-buku untuk Rindu Menanti.

"Saya bukan merasa senang saat buku bertambah ya. Kalau berkurang itu sebenarnya bagus, karena tandanya buku masih punya magnet. Bahkan, saya pernah memberi buku pada tukang becak karena hati saya tersentuh saat dia membaca," ucap Rosihan.

Meski begitu, Rosihan tetap membuka pintu bagi yang berminat menyumbangkan buku. Untuk itu, Rindu Menanti menyiapkan tempat drop buku di kantor Dishub kota Bandung, Jalan Soekarno Hatta atau di Terminal Leuwipanjang. Selain itu, warga juga bisa menyampaikan ke alamat Pesantren Cijaura Girang 4 No 16, Ponpes Manbaul Huda.

"Untuk wilayah Bandung, kita bisa lakukan penjemputan jika ada yang mau menghibahkan buku," ucapnya.

Hingga saat ini, ada 20 sukarelawan yang selalu ikut dalam setiap aksi Rindu Menanti. Dari gerakan literasi itu, Rosihan berharap agar semua pengunjung yang datang bisa membaca dan memanfaatkan komunitas Rindu Menanti sebagai ruang kontemplasi.

"Kita enggak kejar jumlah relawan. (Yang penting) mereka nongkrong dengan bahagia dan tidak terpaksa melakukannya. Karena ada sebuah mimpi besar melalui gerakan komunitas ini, angkutan publik dan fasilitas yang ada dapat dinikmati dan memberikan rasa nyaman," kata Rosihan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya