Pameran Foto 'Goyang Pantura' di Semarang, Sarkastis tapi Manis

Lubang jalan di pantura ini juga memunculkan istilah 'goyang pantura' di kalangan sopir truk, karena kendaraan harus bergoyang saat melintas

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 21 Okt 2017, 17:04 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2017, 17:04 WIB
Ada Pameran "Goyang" Pantura Di Semarang
Sebagian foto-foto kondisi Pantura yang dipamerkan para jurnalis foto di kota lama Semarang. (foto : Liputan6.com/PFI Semarang/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Semarang Filsuf Prancis zaman Aufklarung, François-Marie Arouet (1694-1778) lebih dikenal dengan nama Voltaire pernah mengatakan bahwa "sejarah tak lain hanya sebuah gambar mengenai kejahatan dan kemalangan manusia".

Seakan ingin mengadopsi ucapan itu, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Semarang memamerkan 55 foto jurnalistik bertema "Pantura".

Dari 55 karya foto jurnalistik itu, semuanya menempatkan pantura sebagai titik perhatian. Memperhatikan foto yang ada, para jurnalis foto seakan ingin membuktikan ucapan novelis Amerika kelahiran Inggris yang meninggal di Austria, W.H Auden.

Dalam sebuah karyanya, Auden pernah mengatakan, "Wajah-wajah yang khas di tempat-tempat umum, terasa lebih bijaksana dan lebih menarik, daripada wajah-wajah yang umum di tempat-tempat khas."

Mengapa?

Karena melalui foto yang dipamerkan, ternyata para jurnalis tidak hanya membidik jalur pantura sebagai objek utama. Ada pernik-pernik yang ikut muncul dalam sebuah frame. Mulai dari papan reklame yang samar, bekas poster atau stiker caleg yang tak utuh, dan wajah-wajah lain yang khas berada di tempat umum. Meski bukan sebagai fokus utama pemotretan, "kecelakaan" ini tak bisa dihindari.

Pameran yang melibatkan 30 jurnalis foto anggota PFI itu digelar di Galeri Monod Diephuis, Jalan Kepodang, Kota Lama, Semarang, Jawa Tengah, mulai Sabtu (21/10/2017).

Menurut Ketua Panitia Pameran Foto Pantura, Aditya Pradana Putra, 55 foto itu sudah dikurasi dengan ketat oleh jurnalis foto senior R Rekotomo dari LKBN Antara dan Chandra AN dari Kedaulatan Rakyat.

Ada 55 foto Pantura dengan berbagai kondisi karya 30 jurnalis foto yang dipamerkan. (foto : Liputan6.com/ PFI Semarang/ edhie prayitno ige)

 "Tema Pantura dipilih sebenarnya bukan melulu untuk menunjukkan visual karakteristik jalur dari Brebes hingga Rembang. Lebih dari itu, kami bertujuan mengampanyekan kepada pemerintah maupun masyarakat untuk bersama-sama mengembalikan jalur pantura," kata Aditya.

Dijelaskan bahwa semakin lama jalur di pantura banyak yang mengalami kerusakan lingkungan. Tentu saja ada pula kerusakan di jalan bersejarah itu yang bahkan sempat memunculkan berbagai poster sarkastis tentang wisata jeglongan sewu. Lubang-lubang jalan di pantura ini juga memunculkan istilah "goyang pantura" di kalangan sopir truk.

Selain pameran foto, PFI juga menyelenggarakan pelatihan fotografi. Kemudian dirangkai dengan diskusi Landscape Photography bersama komunitas Instanusantara Semarang.

"Ini menjadi pelatihan pertama dalam rangkaian Pameran Foto Pantura," Aditya menambahkan.

Masih satu rangkaian, Sabtu, 28 Oktober 2017 juga akan digelar pelatihan fotografi untuk siswa dan mahasiswa bersama Komunitas Fotografer Semarang (KFS). Dan pada hari terakhir atau Minggu, 29 Oktober 2017 akan diadakan pelatihan foto jurnalistik bersama para jurnalis PFI Semarang dengan tema "Kiat Menjadi Citizen Photo Journalist di Tengah Kian Maraknya Isu Hoax".    

"Semuanya berlangsung secara gratis untuk semua masyarakat yang ingin mengikutinya," kata Aditya.

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya