Liputan6.com, Manado - Diiming-iming gaji besar dan hidup enak, lima gadis asal Kecamatan Malalayang, Manado, Sulawesi Utara ini nekat kabur dari rumah untuk bekerja di Serui, Papua, sebagai pemandu lagu. Nasib miris justru dialami mereka saat bekerja di tempat hiburan malam di sana, akhirnya mereka memilih kabur. Kelima gadis itu diduga menjadi korban perdagangan manusia.Â
Lima gadis Manado yang menjadi korban perdagangan manusia di Kota Serui, Papua, ternyata masih belia. Rata-rata usia mereka 15–17 tahun dan masih bersekolah. Kelimanya adalah Tasya (16), Wulan (15), Ika (16), Elsa (17), dan Hana (17). Semuanya adalah warga Kecamatan Malalayang, Kota Manado.
Mereka mengaku sudah sebulan berada di Kota Serui, Kabupaten Yapen, Provinsi Papua. Keberangkatan mereka pun tidak diketahui oleh orangtua masing-masing.
Advertisement
"Kami berangkat diam-diam, nanti sudah sampai baru beritahukan kepada orangtua," kata Tasya di Kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Sulut, Minggu, 3 Desember 2017.
Baca Juga
Mereka memilih berangkat ke Papua, karena diiming-iming gaji besar. Di sana, mereka dipekerjakan di dua kafe malam.
Tapi, ternyata janji itu berbeda dengan kenyataan. Karena mereka hanya digaji Rp 500 ribu per bulan. Pendapatan lain pun hanya didapatkan dari banyaknya minuman tamu yang dilayani dan tip.
"So tobat (sudah kapok), pengalaman buruk ternyata yang kami rasakan," ujar Tasya.
Lima gadis yang diduga menjadi korban perdagangan manusia di Serui, Papua, berhasil dipulangkan kembali ke Manado, Sulawesi Utara, Minggu, 3 Desember 2017.
Kelima gadis itu tiba di Bandara Sam Ratulangi, pukul 14.43 Wita. Mereka menumpang pesawat Garuda dengan nomor penerbangan G471 dari Sorong ke Manado.
Â
Kabur dari Kafe dan Melapor ke Polsek Terdekat
Tasya, salah satu dari lima korban perdagangan orang, mengungkap alasan mereka kabur dari tempat kerja mereka di sebuah kafe Kota Serui, Papua. "Tersiksa dan sering dipukul mami dan ladies yang sudah lama," dia mengungkapkan.
Selain itu, mereka juga tidak diberi makan. Padahal, ketika pertama kali diajak, segala akomodasi dan keperluan mereka dijanjikan akan ditanggung semua. "Jadi kami berencana untuk lari," kata Tasya.
Mereka kemudian mendapatkan kesempatan untuk kabur saat kafe lagi kosong. Dia dan rekannya Hana lalu kabur dan pergi ke polsek terdekat. Setelah itu keduanya dibawa ke Mapolres Serui.
"Kalau Wulan, Elsya dan Ika ada yang datang ambe (ambil) keluar dan nginap ke rumah tante mereka," ujar dia.
Aparat kepolisian akhirnya berkoordinasi dengan pihak terkait dan kemudian memulangkan mereka kembali ke Manado.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Provinsi Sulut berencana untuk memberi pendampingan kepada lima korban trafficking yang dipulangkan dari Serui Papua.
"Sekarang kita menyiapkan untuk memediasi mereka, di sini juga ada dokter, psikolog, dan terapis," ujar Kepala Dinas, Mieke Pangkong, Selasa (5/12/2017).
Selain itu, Dinas P3A juga akan mendata korban dan membuat berita acara, karena mereka datang dengan dikawal anggota Polres Serui. Dia membeberkan, pihaknya mendapat informasi dari salah satu LSM, ada korban trafficking asal Manado yang sedang berada di Polres Serui.
Dari hasil koordinasi didapatkan, data lima orang dan mereka sedang diproses di Polres Serui. Pihaknya pun lalu mengatur waktu untuk memulangkan kembali para korban ke Manado.
"Setelah itu kami melakukan penjemputan dengan melibatkan Satgas Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak," Mieke memungkasi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement