Liputan6.com, Gowa - Bendungan Bili-Bili dengan waduk seluas 40.428 hektar di kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan, masih nenjadi pilihan utama wisatawan nusantara dan mancanegara untuk mengisi waktu liburan perayaan Natal dan pergantian tahun 2017. Pemantiknya adalah lezat dan gurihnya sajian ikan nila yang dibakar atau digoreng di sana. Apalagi dipadu bersama aneka sambal pedas acar buah mangga. Warga setempat di kawasan Bendungan Bili-bili yang tahun 1999 diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri itu menyebutnya raca' taipa.
Selain itu, khasiat dari makan ikan nila bagi kesehatan tubuh dan kecantikan, rupanya diyakini ampuh untuk menangkal terjadinya radikal bebas penyebab kulit keriput dan penuaan dini. Ikan nila dari Bendungan Bili-Bili diyakini memiliki kandungan gizi yang cukup banyak, seperti vitamin, protein, mineral dan antioksidan.
Untuk berkunjung ke taman wisata kuliner Bili-Bili, hanya butuh waktu 1 jam dari kota Makassar dan merogoh kocek Rp 3000 sebagai tanda masuk di taman wisata kuliner. Sebelum turun dari kendaraan, siap-siap saja, pengunjung akan disapa dengan suara disertai lambaian tangan pengelola lesehan dengan sebutan mariki' di sini atau mari mampir.
Advertisement
Baca Juga
Tajuddin, salah satu dari 27 pengelola lesehan di taman wisata kuliner Bili-Bili mengaku, pelanggannya yang datang kebanyakan untuk makan ikan nila atau ayam kampung. Bukan hanya wisatawan lokal tetapi juga wisatawan mancanegara.
"Pelanggan saya datang dari negara Korea. Ciri khas selera mereka yakni ikan nila bakar. Tapi kondisi ikannya tidak sampai matang. Lalu, sambalnya mereka pesan yang paling pedas. Secara medis dan kecantikan khasiat ikan nila memang bagus salah satunya untuk cegah penuaan dini," kata Tajuddin yang membuka lesehannya 1 kali 24 jam kepada Liputan6.com , Senin (25/12/2017).
Sambil membolak-balik ikan nila di atas pemanggangannya. Tajuddin merinci ikan nila yang dijajakannya kepada pelanggan, bukan hasil budi daya. Melainkan ikan nila hasil tangkapan warga di waduk serba guna di Bendungan Bili-Bili.
"Ikan nila saya asli dari waduk dan segar. Karena ciri khas ikan nila waduk itu pasti bau lumpur. Sementara ikan nila dari waduk itu tidak beraroma lumpur dan fisiknya kelihatan segar," jelasnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Penghubung Sungai-Sungai dari Malino
Nur Zakaria Leo, Ketua Jurusan Geografi Universitas Negeri Makassar menjelaskan, bendungan multifungsi Bili-Bili dibangun pada tahun 1994-1999. Anggarannya datang dari saku pemerintah Indonesia bekerja sama dengan negara Jepang.
"Bendungan Bili-Bili dibangun untuk menampung air yang mengalir dari ketinggian gunung Bawakaraeng. Pada mulanya, bendungan tersebut merupakan suatu desa, dan warga yang tinggal di tempat itu diberikan tempat tinggal di lokasi lain. Untuk mendapatkan air yang bersih dari bendungan tersebut, dilakukan penyaringan air di daerah Tamarunang, Gowa," ujanrnya kepada Liputan6.com.
Nur Zakaria Leo menambahkan bahwa, selama 18 tahun hadirnya bendungan Bili-Bili telah membawa dampak positif dan sosial ekonomi bagi masyarakat setempat di Kabupaten Gowa.
"Itu terlihat dengan dijadikannya juga sebagai tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Dan semua ini juga adalah berkah dari dibuat bendungan karena awalnya terjadi longsor di Gunung Bawakaraeng," Nur Zakaria Leo memungkasi.
Advertisement