Pendakian Gunung Prau Ditutup 3 Bulan, Kenapa?

Penutupan pendakian Gunung Prau menyeluruh, termasuk pos pendakian di luar Wonosobo, meliputi Kabupaten Kendal, Batang dan Temanggung

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 07 Jan 2018, 08:05 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2018, 08:05 WIB
Suasana camp Gunung Prau di pagi hari. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).
Suasana camp Gunung Prau di pagi hari. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Liputan6.com, Wonosobo - Gunung Prau merupakan salah satu favorit pendakian di Jawa Tengah, terutama tatkala menyambut momentum besar, seperti tahun baru dan Hari Kemerdekaan RI.

Sebab, treknya tak tak begitu ekstrem. Kemiringan jalur cenderung sedang nyaris tanpa tanjakan curam. Sejak Pos 2 dari jalur Petak Bentaeng, pemandangan menakjubkan tersaji di depan mata.

Di sisi tenggara, pendaki bisa menyaksikan Gunung Sindoro dan Sumbing. Kadang, jika beruntung, Gunung Merbabu dan Merapi pun tampak di depan mata, saat tak tertutup kabut.

Bagi pendaki pemula, Gunung Prau yang berbentuk perahu menelungkup ini pas untuk memulai petualangan. Terutama pendakian dari Pos Patakbanteng, Kejajar yang hanya perlu waktu 2 sampai 3 jam sampai puncak.

Namun, para pendaki tampaknya harus bersabar selama tiga bulan ke depan. Pasalnya, sejak Jumat, 5 januari 2018 kemarin, seluruh pos pendakian ditutup hingga 5 April 2018 mendatang.

Penutupan pendakian Gunung Prau dilakukan menyeluruh, termasuk pos pendakian di luar Wonosobo, yang meliputi Kabupaten Kendal, Batang dan Temanggung.


Penananman Pohon hingga Bersih Gunung Prau

Jalur Pendakian Gunung Prau ditutup hingga 4 April 2018. (Foto: Liputan6.com/Misyadi/Muhamad Ridlo)
Jalur Pendakian Gunung Prau ditutup hingga 4 April 2018. (Foto: Liputan6.com/Misyadi/Muhamad Ridlo)

Selama periode ini, masyarakat dilarang mendaki Gunung Prau lantaran adanya kegiatan perbaikan jalur pendakian dan penghijauan. Pengelola basecamp mengadakan kegiatan konservasi bersama instansi terkait.

Misyadi, Pengelola Basecamp Patakbanteng Kejajar Wonosobo, mengatakan seluruh kegiatan dimulai sejak Sabtu (6/1/2018). Relawan dan warga setempat mulai menanam pohon, membersihkan gunung dan merawat tanaman.

“Kegiatan konservasi di gunung Prau akan dimulai sore ini dengan agenda penanaman bibit pohon,” ucapnya, melalui sambungan telepon.

Menurut dia, konservasi Gunung Prau adalah kegiatan rutin tahunan. Kegiatan kali ini diikuti oleh seratusan orang lebih relawan ditambah dengan warga setempat.

Para relawan terdiri dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH), Tagana, para pendaki, dan relawan dari berbagau lembaga lainnya.

Di Wonosobo, Kesatuan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kedu Utara bersama dengan pengelola basecamp telah menyiapkan sekitar 1.500 bibit pohon untuk ditanam di gunung maupun ladang warga di lereng gunung Prau.


Pelestarian Tanaman Endemik Gunung Prau

Panorama menjelang pagi di Gunung Prau. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Panorama menjelang pagi di Gunung Prau. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Bibit yang akan ditanam untuk reboisasi gunung Prau merupakan bibit tanaman endemik Gunung Prau yang berhasil dibudidayakan warga. Pengelola dan warga ingin mengembalikan kelestarian tanaman endemik di gunung ini.

Di luar tanaman endemik, bibit cemara angin juga bakal ditanam. Alasannya, jenis pohon kayu keras ini mudah beregenerasi kendati pohon utamanya patah atau ditebang. Penanaman pohon jenis ini dinilai bagus untuk kepentingan ekologi.

Warga pun diuntungkan karena bisa bisa “ngrecek” memanfaatkan dahannya untuk kayu bakar. Kayu bisa dimanfaatkan warga tanpa harus menjarah pepohonan yang ada di hutan.

“Cemara Angin yang mulai rimbun terbukti bisa mengurangi penjarahan pohon hutan oleh warga yang merugikan lingkungan,” Misyadi menjelaskan.

Konservasi kali ini adalah yang ke-22 kalinya. Tiap tahun, pengelola basecamp dan Perhutani rutin menggelar kegiatan sejenis. Tiap kali kegiatan, pemeliharaan rutin memerlukan waktu hingga dua bulanan lebih. Sebab itu, jalur ditutup.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya