Detik-Detik Tewasnya Siswa MTs di Wonosobo Usai Dikeroyok

Yang membuat terenyuh, saat menganiaya korban, pelaku A sempat merekam pengeroyokan siswa MTs Wadaslintang, Wonosobo itu.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 04 Feb 2018, 14:02 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2018, 14:02 WIB
Terduga pelaku A memukul korban saat baru berhenti dan masih duduk di sepeda motornya. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)
Terduga pelaku A memukul korban saat baru berhenti dan masih duduk di sepeda motornya. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Wonosobo - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Wonosobo, Jawa Tengah merekonstruksi kasus pengeroyokan siswa MTs Wadaslintang, Ahmad Eko Prasetyo oleh tiga siswa SMP yang berujung tewasnya korban.

Dalam rekonstruksi tersebut, terungkap bahwa warga dan siswa lainnya berupaya menolong korban pengeroyokan yang telah tersungkur lemas. Mereka sempat membawanya ke Puskesmas Wadaslintang.

Namun, nyawa almarhum Eko tak tertolong. Siswa ini mengembuskan napas terakhirnya sebelum sampai ke Puskesmas Wadaslintang.

Dalam rekonstruksi pengeroyokan siswa MTs tersebut, ada 14 adegan diperagakan. Seluruhnya merupakan hasil penyidikan terhadap para saksi dan pelaku.

Seluruh adegan dilakukan oleh pemeran pengganti lantaran tiga pelaku telah dititipkan di Panti Sosial Antasena Magelang. Rekonstruksi digelar di Gedung Serbaguna Polres Wonosobo, Jumat, 2 Februari 2018.

Rekonstruksi diawali dari perselisihan antara korban dengan pelaku A saat hendak berangkat sekolah dan dilanjutkan dengan adegan pencegatan dan detik-detik pengeroyokan siswa MTs oleh para pelaku di Jembatan Kepodang Ngalian Wadaslintang.

Kepala Sub-Bagian Humas Polres Wonosobo, AKP Marino, menerangkan dari reka adegan tersebut, diketahui bahwa korban dipukul bertubi-tubi oleh para pelaku.

Pelaku Sempat Rekam Pengeroyokan

Pelaku D menendang dada korban hingga kembali tersungkur. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)
Pelaku D menendang dada korban hingga kembali tersungkur. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)

Dalam rekonstruksi tersebut terungkap, oleh pelaku A, korban ditampar pipinya tiga kali dan dipukul bagian dadanya sekali hingga terjatuh.

Sesudah terjatuh, korban sempat berusaha bangun, tetapi pelaku D tak memberinya kesempatan dan langsung menendang dadanya sekali.

Tak hanya itu, pelaku D juga menginjak pergelangan kaki korban. Saat terjatuh lagilah, pelaku lainnya, S, kembali memukul dada korban.

"Dua pukulan dan satu tendangan di bagian dada korban itu lah yang kami duga sebagai penyebab kematian korban," dia menjelaskan, melalui keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Sabtu, 3 Februari 2018.

Yang membuat terenyuh, saat menganiaya korban, pelaku A sempat merekam peristiwa pengeroyokan itu. Video berdurasi 5 detik itu menunjukkan saat-saat korban ambruk bersama sepeda motornya.

Terungkap, setelah memukul dada korban, pelaku A sempat mundur dan merekamnya menggunakan kamera ponsel.

Teman Korban dan Warga Datang Terlambat

Pelaku S memukul dada korban yang saat itu sudah jatuh terbaring di aspal. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)
Pelaku S memukul dada korban yang saat itu sudah jatuh terbaring di aspal. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)

Namun, kegagahan para pengeroyok berakhir di situ. Melihat korban lemas dan pucat, para pelaku ketakutan dan pergi meninggalkan korban begitu saja.

Warga dan teman-teman korban datang, tetapi terlambat. Mereka tiba saat kondisi korban sudah sangat lemah. Korban sempat ditolong oleh teman dan warga sekitar dan dibawa ke Puskesmas Wadaslintang.

"Namun nyawanya tidak dapat terselamatkan. Korban menderita sejumlah luka memar pada bagian tubuhnya dan yang terparah pada organ hati dan paru-paru," Marino menerangkan.

Kepala Satreskrim Polres Wonosobo, AKP Edy Istanto menegaskan, tiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka per tanggal 31 Januari 2018 lalu. Mereka diduga menganiaya secara bersama-sama yang mengakibatkan korban meninggal dunia.

"Para pelaku dijerat dengan pasal 80 ayat (3) Juncto 76 C Undang-undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 170 ayat (2) KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," ucap Edy.

Penyesalan Selalu Datang Terlambat

Tersangka didampingi orang tua dan penasehat hukum saat diperiksa polisi. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)
Tersangka didampingi orang tua dan penasehat hukum saat diperiksa polisi. (Foto: Liputan6.com/Polres Wonosobo/Muhamad Ridlo)

Lantaran di Wonosobo tidak ada ruang tahanan khusus anak, maka para pelaku dititipkan ke Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP) Antasena di Salaman Magelang.

Petugas dari PSMP Antasena, Yuwono, menggambarkan bahwa secara umum saat ini kondisi para pelaku relatif baik. Ia pun akan mengkaji latar kehidupan pelaku dan keluarganya sehingga bisa mengetahui latar belakang kekerasan yang dilakukan.

Penasihat hukum para pelaku, Mugiyatno, SH mengatakan, para pelaku telah mengaku salah dan menyesali perbuatannya. Dia menyebut, pelaku tak sadar bahwa perbuatannya itu berakibat fatal dan menyeretnya kepada kasus hukum.

Ia pun yakin, para pelaku masih dapat dibina. Sebab itu, Mugiyanto bertekat bakal memberikan pendampingan hukum semaksimal mungkin. Apalagi, para pelaku masih kanak-kanak.

"Bukan bermaksud tidak menghormati pihak korban maupun keluarganya, namun lebih karena ketentuan hukum yang mewajibkan para pelaku didampingi," Mugiyanto menerangkan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya