Curhatan Ibu dari Siswa Korban Pengeroyokan di Bogor

Maria Agnes, seorang ibu dari Bogor, curhat tentang sang anak yang dihajar siswa SMA lain sampai meninggal

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 14 Sep 2017, 16:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2017, 16:00 WIB
Ilustrasi Kekerasan pada Anak
Ilustrasi Kekerasan Pada Anak (iStock Photo)

Liputan6.com, Jakarta Aksi bullying (perundungan) tidak berhenti sampai di kasus yang menimpa seorang siswi di Thamrin City pada Juli 2017 dan yang menimpa seorang mahasiswa di Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat.

Baru-baru ini, seorang ibu dari Bogor berinisial MA mengadu kepada Presiden Joko Widodo melalui status Facebook terkait aksi perisakan yang merenggut nyawa anak laki-lakinya berinisial HCR. Bocah laki-laki yang masih duduk di bangku kelas 10 itu meninggal dunia setelah dihajar habis-habisan oleh sejumlah siswa dari SMA lain.

Status itu MA tulis karena ia tak tenang lantaran pelaku yang masih berusia remaja masih berkeliaran tanpa diadili.

"Bapak, izinkan saya mengadu dan bicara apa adanya tentang kekerasan yang merenggut nyawa anak saya," tulis MA seperti dikutip Health Liputan6.com pada Kamis, 14 September 2017.

Pada paragraf berikutnya, MA memberitahu bahwa yang telah merenggut nyawa anaknya adalah siswa dari sekolah menengah atas lain di Bogor.

"Hari demi hari adalah siksaan bagi saya yang menginginkan keadilan untuk penghilang nyawa anak saya, pak Presiden," lanjutnya.

Hati MA semakin perih, sebab saat ingin menuntut keadilan, dia harus menerima kabar bahwa salah satu syarat untuk mengusut kasus itu adalah dengan mengautopsi jenazah anak laki-lakinya itu.

"Bukankah saya berhak untuk menolak autopsi? Tapi saya inginkan supaya semua pelakunya dihukum. Karena ada 50 orang lebih yang menonton anak saya disiksa sampai sakaratul maut, yang divideokan oleh siswa-siswa sekolah tersebut," masih dari tulisan yang dia bagikan pada Selasa, 12 September 2017.

Bagi MA, tidakkah cukup untuk menjatuhkan sanksi kepada oknum-oknum tak bertanggung jawab yang telah menghilangkan nyawa putranya. Buat dia, autopsi sama dengan menyiksa HCR yang sudah semestinya tenang.

"Kenapa anak saya setelah meninggal harus disika lagi, pak Presiden? H diadu seperti binatang, di arena yang penuh sorak sorai anak (sekolah tersebut)," tulis MA di status yang sudah dibagikan lebih dari 10 ribu kali.

Dari status itu diketahui juga bahwa sang anak meninggal di tempat, di lapangan sebuah SMA negeri di Bogor. Di saat sang anak masih terkapar, ada oknum memerintahkan orang lain untuk memukul HCR yang belum KO.

"Meninggal seketika karena dalam kondisi jatuh ditarik kakinya, diinjak ulu hatinya, jantungnya diinjak, mata memutih. HCR berusaha bangun, dan saat sakaratul maut datang ia kejang-kejang. Dipukul di bagian kepala 6 kali pukulan," tulis MA.

Masih menurut tulisan itu, sang anak sedari awal memilih mundur karena tak mau berkelahi. Akan tetapi, pinggangnya ditendang oleh Ketua OSIS sekolah swasta yang saat itu menjabat. H pun meninggal dunia dalam hitungan menit.

Meski pembunuh anaknya masih di bawah umur, MA menginginkan terduga pelaku tetap dihukum karena menghilangkan nyawa sang anak tanpa belas kasihan.

"Saya sedih dan hancur, Bapak Presiden. Mohon bapak membantu saya untuk memberikan keadilan," tulisnya.

Tim Health Liputan6.com sudah mencoba menghubungi MA. Namun, hingga berita ini diturunkan, kami belum mendapatkan respons.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya