Liputan6.com, Garut - Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus rekayasa penganiayaan dan penyebar berita hoaks oleh jajaran Polda Jawa Barat pada Kamis siang, 1 Maret 2018, Yuyu Ruhiyana atau akrab disapa Uyu, marbut Masjid Agung Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat, tidak ditahan.
"Melihat pertimbangan ekonomi dan pertimbangan lain, kita akhirnya tangguhkan," ujar Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna, dalam konferensi pers, Kamis petang.
Budi pun menyatakan motif kasus dugaan penganiayaan ustaz merupakan rekayasa Uyu yang sudah lima tahun terakhir menjadi marbut di Masjid Agung Pameungpeuk. Hal itu dilatari kesulitan ekonomi yang dihadapi Uyu.
Advertisement
Baca Juga
Cerita rekayasa yang disampaikan Uyu, kata Budi, semata agar Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) Agung Pameungpeuk memperhatikan taraf kesejahteraan Uyu. "Bayangkan, sebulan hanya mendapat Rp 125 ribu," kata dia.
"Motif utamanya ekonomi, katanya mau dibukain kios jualan usaha di sana, (sekitar mesjid) tapi tidak, kemudian anaknya juga butuh mesin rumput," tutur Budi lagi.
Berdasarkan hasil penyidikan berdasarkan keterangan saksi dan pemeriksaan tempat kejadian perkara, polisi tidak menemukan adanya unsur kekerasan seperti yang dilaporkan Uyu.
"Kehadiran pelaku di sini hanya menguatkan kembali seiring informasi yang masih beredar, seolah-olah polisi menutupi kasus ini, agar masyarakat mengetahui apa adanya," ucap Budi.
Meski tidak ditahan, Budi memastikan proses hukum marbut masjid itu tetap berlanjut. Ia dijerat Pasal 242 Ayat (1) KUHP tentang membuat keterangan palsu dengan ancaman tujuh tahun penjara. "Biar memberikan efek jera bagi pelaku lainnya," kata dia.
Â
Â
Â
Â
Ide Spontan
Uyu yang dihadirkan dalam konferensi pers mengakui kegaduhan yang ditimbulkannya merupakan inisiatifnya pribadi tanpa dorongan pihak lain. "Jadi, yang terjadi tidak ada penganiayaan, murni rekayasa saya," tuturnya.
Uyu menyatakan, ide itu muncul secara spontan ketika ia terbangun pada pukul 02.00 WIB, Rabu dini hari. Dua jam kemudian dia mengaku telah dianiaya orang tak dikenal.
"Yang saya pikirkan karena terdesak ekonomi. Jadi, istri dan anak minta ini-itu," kata dia.
"Kalau enggak itu (rekayasa), dari mana saya dapat uang, kalau pinjam dari mana saya harus bayar," ujar dia lagi.
Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Garut KH Sirojul Munir mengaku malu atas tindakan yang dilakukan Uyu. Terlebih selain sebagai penjaga mesjid, Uyu juga diketahui mengajar anak-anak di sekitar Masjid Agung Pameungpeuk, mengaji.
Ia menyatakan, dalam satu bulan terakhir, masyarakat Garut dua kali terpengaruh isu provokatif atas nama penganiayaan terhadap ustaz ataupun ulama ini. Oleh sebab itu, ia mengimbau masyarakat lebih bijak memahami berita di media baik, cetak ataupun media sosial .
"Tabayyun, kroscek dulu, baik ke penyidik di kepolisian atau ke pelaku secara langsung," ujar dia.
Advertisement
Solusi Jangka Panjang
Berkaca dari kasus rekayasa Uya yang dipicu himpitan ekonomi, MUI meminta Pemda Garut memberikan solusi adanya peningkatan kesejahteraan guru. "Kalau perlu, gaji ustaz ngaji itu sama dengan UMK atau bahkan lebih," ujarnya.
Setelah konferensi pers berlangsung, Kapolres Garut tak lupa memberikan bantuan berupa satu unit sepeda, satu mesin pemotong rumput yang dibutuhkan keluarga Uyu, sembako, dan uang yang dibutuhkan keluarga pelaku.
Sebelumnya, kasus dugaan penganiayaan yang menimpa Yuyu Ruhiyana sempat viral di media. Pasca-penyidikan, polisi tidak menemukan adanya unsur kekerasan yang disebutkan pelaku. Kontan laporan awal yang disampaikan Uyu disimpulkan sebagai laporan bohong belaka.