Kawah Sileri dan Kiamat Kecil di Dusun Jaweran

Pada 13 Desember 1944, Kawah Sileri meletus. Lontaran materialnya membunuh setidaknya 117 warga Desa Jaweran.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 03 Apr 2018, 10:28 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2018, 10:28 WIB
Belasan kawah aktif ada di kaldera raksasa purba, Dataran Tinggi Dieng. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Belasan kawah aktif ada di kaldera raksasa purba, Dataran Tinggi Dieng. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banjarnegara - Dua letusan terakhir Kawah Sileri di Desa Kepakisan, yang terletak di Kecamatan Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, tak menimbulkan korban jiwa. Letusan freatik itu menyemburkan material setinggi 150 meter.

Namun, letusan pada 2 Juli 2017 dan terakhir Minggu, 2 April 2018 itu tak lantas menjadi acuan bahwa erupsi Kawah Sileri tak berbahaya. Sebab, jauh sebelumnya, Kawah Sileri pernah meletus yang menyebabkan kematian ratusan jiwa.

Kawah Sileri tercatat sebagai kawah teraktif di dataran tinggi Dieng yang sebetulnya adalah kaldera raksasa purbakala. Di kaldera itu, belasan kawah masih aktif hingga saat ini.

Beberapa di antaranya beracun. Dan Kawah Sileri, bukanlah kawah yang memiliki riwayat mengeluarkan gas beracun. Korban berjatuhan lantaran lontaran material bersuhu tinggi dan mengubur satu desa.

Pengamat di Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Aziz Yuliawan berkisah, nun pada 1944, di pegunungan Dieng, tersebutlah dusun bernama Jaweran. Ratusan orang tinggal di dusun yang subur dan makmur itu.

Desa ini berdekatan dengan Kawah Sileri di sisi utara. Lumpur dan debu vulkanik membuat tanah desa Kejawar luar biasa subur. Mafhum, semakin dekat kawah, tanah semakin subur.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

117 Korban Jiwa di Tahun 1944 dan 114 Orang pada 1964

Ribuan warga bermukim di kaldera raksasa purba, Dataran Tinggi Dieng (DTD). (Foto: Liputan6.com/ Muhamad Ridlo)
Ribuan warga bermukim di kaldera raksasa purba, Dataran Tinggi Dieng (DTD). (Foto: Liputan6.com/ Muhamad Ridlo)

Tentu, teknologi saat itu tak bisa secara pasti merekam peningkatan aktivitas kawah gunung api. Tetapi, sesungguhnya masyarakat pun memiliki kearifan lokal untuk menandai meningkatnya aktivitas vulkanik.

Sayangnya, warga, lalai. Atau bisa jadi, Kawah Sileri meletus tanpa didahului peningkatan aktivitas seismik dan vulkanik, seperti letusan yang terjadi belum lama ini.

Pada 13 Desember 1944, Kawah Sileri meletus. Lontaran materialnya membunuh setidaknya 117 jiwa warga Desa Jaweran.

Penelitian vulkanologi menunjukkan lontaran bebatuan 1,5 kilogram saat itu menghujani Desa Jaweran. Lontaran materialnya sejauh dua kilometer, atau 10 kali lipat dibanding semburan saat ini.

Warga Jaweran Bedol Desa Menjauh dari Kawah Sileri

Kawah Sileri meletus tiba-tiba nyaris tanpada pertanda, Minggu siang, 1 April 2018. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)
Kawah Sileri meletus tiba-tiba nyaris tanpada pertanda, Minggu siang, 1 April 2018. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)

Warga Jaweran yang tersisa pun pindah ke lokasi yang lebih jauh dari Kawah Sileri dengan jarak mengacu pada titik terjauh lontaran material, yakni lebih dari dua kilometer ke sisi timur. Belakangan, kampung baru itu berkembang menjadi Desa Kepakisan.

"Kekuatan lontaran atau ketinggian material tidak bisa kita hitung karena memang tidak ada alatnya waktu itu. Tetapi, dari riwayatnya, letusan bersifat eksplosif dan berkekuatan skala 2 Volcanic Explosivity Index (VEI),” Aziz menerangkan kepada Liputan6.com.

Tak berhenti di situ, pada 1956 Kawah ini kembali meletus. Hanya saja, saat itu tak ada korban jiwa lantaran letusannya yang kecil.

Akan tetapi, pada 1964, Kawah Sileri kembali meletus besar dan diperkirakan menewaskan 114 orang.

Mitigasi Bencana Gunung Api

Letusan Kawah Sileri merusak tanaman warga. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)
Letusan Kawah Sileri merusak tanaman warga. (Foto: Liputan6.com/BPBD BNA/Muhamad Ridlo)

Kepala Pos Pengamatan Gunung Api Dieng, Surip menerangkan, mitigasi bencana pada masa itu hanya mengandalkan pengetahuan secara turun-temurun. Belum ada peralatan pemantau canggih seperti yang ada saat ini.

Meskipun tercatat sebagai yang paling aktif, Sileri tak pernah sekalipun memiliki riwayat mengeluarkan gas beracun. Waktu itu, korban berjatuhan lantaran dihujani material panas dan terkubur material lontaran Sileri.

"Dusun yang terkubur itu jaraknya sekitar 500 meter ada. Namanya Dusun Jaweran. Terjadi lagi pada tahun 1964. Kalau dulu alatnya kan belum secanggih seperti sekarang ini. Mungkin dulu, kurang tahu ya,” Surip menerangkan.

Namun begitu, Surip menegaskan agar masyarakat tetap tenang dan beraktivitas seperti biasa dalam jarak aman. Sejak 1964, tak lagi terjadi erupsi besar.

Tetapi, di sisi lain, ia pun meminta agar warga tetap mematuhi rekomendasi PVMBG agar berada di zona aman, atau lebih dari 200 meter. Pasalnya, sejak 1964, Kawah Sileri berturut-turut erupsi pada tahun 1984, 2003, 2009, tiga kali di 2017, dan 2018 ini.

Betapa berbahayanya Kawah Sileri diabadikan dalam prasasti sebagai peringatan untuk generasi selanjutnya. Prasasti itu adalah bukti bahwa Kawah Sileri pernah menjadi Kawah paling mematikan di dataran tinggi Dieng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya