Menyingkap Misteri Pengobatan Gangguan Jiwa Zaman Kolonial

Museum Kesehatan Jiwa merupakan pertama dan satu-satunya di Indonesia. Di museum ini ada sejumlah peralatan pengobatan gangguan jiwa zaman Belanda yang fungsinya bikin bergidik.

diperbarui 07 Apr 2018, 05:02 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2018, 05:02 WIB
Alat Perawatan Pasien Gangguan Jiwa Zaman Belanda
Beberapa sudut tempat benda-benda kuno yang sempat dipakai untuk teraphy di RSJ Lawang dan Mashud.(Widodo Irianto/TIMES Indonesia)

Malang - Museum merupakan tempat yang menyimpan barang-barang bersejarah. Tuanya umur koleksi di museum menyebabkan kesan angker melekat pada tempat yang bisa dijadikan objek wisata dan edukasi ini. Seperti di Museum Kesehatan Jiwa di desa Sumberporong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Museum ini menyimpan ratusan koleksi benda-benda bersejarah perjalanan sejak awal perjuangan zaman penjajahan kolonial Belanda hingga berdirinya Rumah Sakit Jiwa Dr Radjiman Wediodiningrat Lawang.

Letaknya yang searah dengan jalan menuju RSJ Lawang, menyebabkan museum ini terkesampingkan dari perhatian masyarakat.

"Memang kebanyakan yang berkunjung ke sini kalangan mahasiswa yang ingin mengetahui lebih jauh tentang rumah sakit jiwa," kata Mashud, seorang staf Museum kepada Times Indonesia, Rabu, 4 April 2018.

Museum Kesehatan Jiwa memang menyajikan lebih dari 700 koleksi benda-benda kuno yang pada zaman dulu sempat dipergunakan sebagai pelengkap peralatan hingga terbentuknya Rumah Sakit Jiwa Lawang.

Misalnya, ada alat untuk pemotong tengkorak yang masih digerakkan dengan tangan. Ada pisau pemotong tulang dan sebagainya. Entah bagaimana cara pengoperasiannya alat pemotong itu, Mashud sendiri juga tidak mengerti. Namun, yang jelas melihat sepintas alat itu berfungsi seperti bor dan digerakkan dengan tangan.

Begitu juga pisau pemotong tulang. Di sana juga ada alat dari kayu yang digunakan untuk memasung kaki. Ada electro convulsive theraphy, yakni sebuah alat yang digunakan dalam proses terapi pasien dengan cara mengalirkan arus listrik tegangan rendah melalui elektroda di kepala pasien yang juga disebut rehabilitan.

Alat ini digunakan untuk pasien dengan depresi berat, cenderung bunuh diri atau menelantarkan diri, sangat gaduh, gelisah atau tidak responsif terhadap obat-obatan. Ada juga rekam medis dengan sejarah orang-orang penderita sakit jiwa, pasti akan membuka mata batin siapa saja, bahwa betapa mengerikannya tempat ini zaman dulu.

 

Baca juga berita menarik lainnya di Timesindonesia.co.id.

Museum Kesehatan Jiwa Pertama dan Satu-satunya

Alat Perawatan Pasien Gangguan Jiwa Zaman Belanda
Beberapa sudut tempat benda-benda kuno yang sempat dipakai untuk teraphy di RSJ Lawang dan Mashud.(Widodo Irianto/TIMES Indonesia)

Banyak orang berteriak dan menangis tanpa sebab. Ada lima botol, dua diantaranya juga berisi janin. Tiga lainnya berisi usus, tetapi dua di antaranya rusak saat formalinnya diganti. Karena kasus itu, botol berisi janin tidak diutik-utik sampai sekarang. Sepanjang sejarah, kata Mashud tidak diketahui itu janin siapa.

Museum Kesehatan Jiwa merupakan pertama dan satu-satunya di Indonesia. Buka mulai hari Senin-Jumat, mulai pukul 08.00 – 15.00 WIB. Tempat wisata sejarah ini diresmikan pada 23 Juni 2009 oleh Dirjen Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI waktu itu, Dr. Farid Husein, MPH waktu itu.

Inilah wahana pembelajaran dan perkembangan sejarah teknologi kedokteran khususnya di bidang kesehatan jiwa. Alat-alat kesehatan jiwa sejak penjajahan Belanda dan benda-benda dokumen lain tersimpan rapi di dalam lemari di gedung yang tidak begitu luas itu.

Anda juga bisa mengetahui sejarah Rumah Sakit Jiwa ini melalui berbagai foto dan gambar yang dipajang. Meskipun usianya sudah sangat tua, tetapi tetap terawat dengan baik.

Bukan hanya itu, juga ada sejumlah lukisan dari berbagai aliran karya pasien Rumah Sakit Jiwa. Ada yang mengusung aliran realis yang diwujudkan dalam lukisan berupa pemandangan alam pegunungan dan sawah, bunga mawar merah, dan lain-lain. Ada pula yang beraliran abstrak karena hanya berupa coretan-coretan berbagai warna pada kain yang dijadikan alas melukis.

Bahkan, ada tiga lukisan yang dalam realitanya itu merupakan gambaran si pasien atau disebut rehabilitan. Lukisan pertama tanpa judul, lukisan kedua "aku ingin pulang", dan lukisan ketiga "dalam penantian".

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya