Liputan6.com, Mataram - Dua tenaga kerja Indonesia (TKI) bernama Sumiyati binti Muhammad Amin dan Masani binti Syamsuddin Umar yang lolos hukuman mati di Arab Saudi sudah berada di Nusa Tenggara Barat untuk berkumpul kembali dengan keluarganya.
Kepala Balai Pelayanan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja (BP3TKI) Mataram, Joko Purwanto mengatakan Sumiyati dan Masani diterbangkan dari Riyadh, Arab Saudi menuju Dubai pada Selasa, 5 Juni 2018.
Mereka kemudian diterbangkan dari Dubai menuju Jakarta pada Rabu, 6 Juni 2018, dan tiba di Bandara Internasional Lombok pada Kamis, 7 Juni 2018, pukul 08.55 Wita.
Advertisement
"Keduanya turun dari pesawat Garuda di Bandara Internasional Lombok pukul 08.55 Wita dan diserahkan langsung oleh pihak Kementerian Luar Negeri kepada keluarga yang menunggu di bandara," katanya, di Mataram, dilansir Antara.
Sumiyati binti Muhammad Amin berasal dari Desa Labuan Bontong, Kecamatan Tarano, sedangkan Masani Binti Syamsuddin berasal dari Desa Kalimango, Kecamatan Alas Timur, Kabupaten Sumbawa.
Kedua TKI itu ditangkap polisi Arab Saudi pada 27 Desember 2014 atas tuduhan bersekongkol melakukan sihir sehingga anak majikan menderita sakit permanen.
Baca Juga
Mereka juga dituduh bersekongkol membunuh ibu majikan dengan cara sengaja melalaikan penyuntikan insulin ke tubuh ibu majikan yang menderita diabetes dan mengakibatkannya meninggal dunia.
Kasus tersebut baru diketahui pada 23 Januari 2015, saat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) berkunjung ke penjara Kota Dawadmi yang jaraknya sekitar 300 kilometer dari Riyadh.
Selanjutnya, KBRI Riyadh memberi pendampingan intensif dalam menjalani proses hukum di persidangan dan secara rutin mengunjungi penjara untuk membekali keduanya dalam menghadapi proses pemeriksaan persidangan.
Saat sidang ke-10 yang digelar pada 20 Februari 2016, Pengadilan Pidana Kota Dawadmi memutuskan perkara kasus sihir dengan menjatuhkan hukuman ta'zir (dera). Masing-masing dihukum penjara di Kota Dawadmi selama 1,5 tahun untuk Sumiyati dan satu tahun untuk Masani.
Putusan tersebut didasarkan bukti pengakuan kedua WNI saat di penyidikan yang dilegalisasi pengadilan. Sedangkan, perkara hak khusus yang diajukan ahli waris korban dengan tuntutan hukuman mati ditolak pengadilan karena tidak cukup bukti.
Pada persidangan yang digelar 10 Agustus 2017, pengadilan memutuskan untuk menolak tuntutan hukuman mati terhadap kedua TKI itu dengan alasannya salah seorang ahli waris, Sinhaj Al Otaibi (kakak kandung FO), di depan persidangan menegaskan mencabut hak tuntutan hukuman mati terhadap kedua WNI tanpa menuntut kompensasi apapun.
Saksikan video pilihan berikut ini: