Mahasiswa ITB Ciptakan Autogrow, Alat Pengatur Iklim untuk Bantu Petani

Alat yang diberinama Autogrow ini memungkinkan tanaman tumbuh subur dengan pengaturan suhu, kelembapan, iklim cuaca, dan cahaya secara otomatis meskipun berada dalam ruangan.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 03 Jul 2018, 08:00 WIB
Diterbitkan 03 Jul 2018, 08:00 WIB
Autogrow ITB
Autogrow, alat pengatur iklim sahabat petani karya mahasiswa ITB (Dok. Humas ITB)

Liputan6.com, Bandung - Pertumbuhan populasi manusia yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah pangan tak dipungkiri bisa menyebabkan kelangkaan pangan di kemudian hari. Apalagi, jika petani harus menghadapi perubahan iklim yang kerap menjadi kendala untuk menghasilkan tanaman.

Atas dasar tersebut, mahasiswa program Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil membuat sebuah karya di bidang pertanian untuk membantu para petani mengatur iklim sesuai kebutuhan tanaman yang digunakan di dalam ruangan.

Alat yang diberinamakan Autogrow ini, memungkinkan tanaman tumbuh subur dengan pengaturan suhu, kelembapan, iklim cuaca, dan cahaya secara otomatis meskipun berada dalam ruangan.

Tim pembuat Autogrow sendiri terdiri atas Pranara P. Christian Sitepu, Noor Azizah, dan Giovanni Guliano. Ketiga mahasiswa Jurusan Teknik Elektro 2013 ini dibimbing oleh Ary Setijadi P dan Reza Darmakusuma dari Program Studi Teknik Elektro dan Iriawati dari Program Studi Biologi. Pencetus produk autogrow sendiri adalah Ary Setijadi beserta dengan mahasiswa.

Menurut Pranata P. Christian Sitepu, ide produk ini tercetuskan karena pesatnya pertumbuhan populasi manusia yang tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah pangan. Sehingga bisa menyebabkan kelangkaan pangan di kemudian hari.

“Hal yang paling kami soroti tingginya harga cabai dan sayur di Indonesia pada tahun 2017 akibat kegagalan panen petani. Gagalnya panen petani ini disebabkan karena petani sangat bergantung pada iklim, dan petani tidak bisa memprediksikan iklim tersebut,” kata Pranata dikutip dari laman ITB, Senin, 2 Juli 2018.

Karena latar belakang tersebut, produk Autogrow ini tercetus dan mulai digarap untuk segera disebarluaskan dan digunakan oleh masyarakat khususnya petani sebagai sasaran utama. Alat ini mampu membuat kondisi iklim yang stabil dan ideal sesuai kebutuhan tanaman.

Selain itu, sasaran pengguna produk ini adalah penduduk perkotaan yang tidak mempunyai lahan untuk bercocok tanam sehingga alat ini dibuat untuk dapat digunakan dalam ruangan.

Dilengkapi dengan Aplikasi Android

Autogrow ITB
Autogrow, alat pengatur iklim sahabat petani karya mahasiswa ITB (Dok. Humas ITB)

Pranata mengungkapkan, ide ini muncul dari MIT Agriculture Department yang sedang melakukan riset tentang pengaturan iklim dalam ruangan untuk tanaman.

Autogrow sendiri dilengkapi dengan aplikasi android untuk memudahkan pengguna dalam mengatur parameter iklim dan memonitor kondisi. Terdapat database yang digunakan untuk menyimpan data pembacaan kondisi iklim selama satu bulan terakhir yang dapat digunakan untuk melihat kondisi iklim pada hari-hari sebelumnya.

Hardware autogrow terdiri atas sensor suhu, kelembaban, dan karbondioksida untuk membaca kondisi udara, sensor intensitas cahaya, serta sensor pH, konduktivitas listrik, dan suhu untuk cairan larutan nutrisi.

Selain itu terdapat kamera yang terpasang untuk mengambil foto pertumbuhan tanaman setiap harinya dan melakukan pengolahan citra tanaman untuk mengecek kondisi pertumbuhan tanaman sudah optimal atau belum dan sudah siap panen atau belum. Ketika belum optimal, maka parameter yang dimasukkan pengguna akan diperbarui otomatis agar dapat memperoleh hasil panen yang optimal.

Cara penggunaan produk ini cukup mudah. Pengguna membeli produk kemudian menyambungkan ke sumber listrik, menyambungkan alat dengan internet, memasukkan bibit tanaman yang telah disemai ke dalam alat beserta larutan nutrisinya, lalu memasukkan parameter kondisi iklim melalui aplikasi android, dan kemudian menunggu hingga waktu panen tiba.

Karena masih merupakan purwarupa pertama, biaya yang dikeluarkan masih belum optimal. Biaya pembuatan berkisar di Rp 5-6 juta. Lama pembuatan alat dalam riset kurang lebih satu setengah tahun, yaitu 6 bulan perencanaan, 5 bulan pembuatan alat, dan 6 bulan percobaan dan evaluasi sistem.

Harapannya, kata Pranata, dengan adanya alat tersebut bisa berfungsi lebih optimal dan dapat mengimitasi iklim-iklim di belahan dunia lain sehingga masyarakat dapat menanam berbagai macam sayuran dan dapat digunakan oleh masyarakat luas.

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya