Cerita Ebin tentang Ikan yang Menghilang dari Natuna

Ikan-ikan sudah menghilang. Untuk bisa mendapatkan ikan dengan ukuran layak tangkap, harus melaut diatas 100 mil dengan gelombang tinggi.

oleh Ajang Nurdin diperbarui 29 Agu 2018, 12:31 WIB
Diterbitkan 29 Agu 2018, 12:31 WIB
natuna
Nelayan melempar jala di pantai, berharap mendapat ikan, meski hal itu sulit terwujud. (foto: Liputan6.com / ajang nurdin)

Liputan6.com, Natuna - Inilah cerita Ebin, seorang nelayan berusia setengah abad. Ebin yang hidup antara Pasar Ranai dan perairan Natuna itu tak lagi bisa tertawa lepas. Sudah empat bulan ikan-ikan menghilang.

Menghilangnya ikan-ikan ini, bukan karena para ikan sudah tak nyaman hidup di Natuna. Ikan-ikan itu diduga terpengaruh musim angin selatan. Mereka bermigrasi, mencari kenyamanan.

"Sudah empat bulan. Gelombang dan angin kencang sekali. Kami tak berani turun," kata Ebin kepada Liputan6.com, Rabu (29/8/2018).

Ebin dan para nelayan lain di Natuna akhirnya memilih menunggu alam berbaik hati. Ungkapan menunggu adalah pekerjaan yang membosankan sukses dia patahkan. 

"Membosankan kalau hanya nganggur-nganggur saja. Kami pilih punya kerjaan lain," kata Ebin.

Pekerjaan lain? Apa itu?

Yang dimaksud pekerjaan lain adalah pekerjaan yang masih terkait dengan kesibukannya sebagai nelayan. Ebin dan para nelayan tetangganya memilih sibuk membenahi alat tangkap ikan dan juga perahunya.

Sesekali mereka turun ke laut, untuk mencari ikan. Tentu saja tak seperti melaut biasanya. Para nelayan hanya berkecupak di sekitar pantai Natuna saja. Tak perlu sampai laut lepas.

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Harga Naik

natuna
Perahu-perahu nelayan ditambatkan di pantai yang berfungsi sebagai dermaga nelayan. Mereka tak berani melaut karena ombak dan gelombang tinggi. (foto: Liputan6.com/ajang nurdin)

Di pantai ini, mereka masih memungkinkan mendapatkan ikan. Tak banyak dan tak besar-besar seperti mendapatkan ikan di laut lepas. Namun dirasa sudah cukup menghibur daripada nongkrong tanpa pemasukan.

Ebin bercerita, saat ini situasi sudah berubah. Jika tak melaut lebih dari 100 mil laut, para nelayan tak akan mendapat ikan. Apalagi musim angin selatan yang memang sungguh berbahaya bagi perahu-perahu nelayan ini.

"Dulu  10 mil dari pantai saja sudah banyak  ikan yang didapat ," kata Ebin.

Pedagang ikan, Zufri (43) menyebutkan, ikan di pasar memang mahal. Menurutnya hal ini tidak lain lantaran banyak nelayan yang tak berani melaut. Mereka memilih menambatkan perahunya, dan berdiam diri di rumah.

"Harga 1 ekor ikan tongkol berat satu kilo lebih dihargai 60. Kalau tuna 80 ribu. Biasanya 30 hingga 40 ribu saja. Harganya naik, tapi ikannya tak ada. Macam mana nak jual," Zufri.

Simak video menarik pilihan berikut di bawah:

 

Siapa Bantu?

natuna
Di pasar ikan di Natuna memang masih bisa ditemukan berbagai jenis ikan, namun harganya lebih mahal. (foto: Liputan6.com / ajang nurdin)

Zufri selain sebagai nelayan, juga bertindak sebagai pedagang ikan. Ia membeli dari para nelayan, kemudian menjualnya lagi.

Sebagai nelayan, tentu Zufri juga ingin seperti nelayan lain, yang bisa pergi ratusan mil. Namun dalam situasi seperti sekarang, tak ada dagangan yang bisa ia beli dan jual lagi, akhirnya Zufri memilih menjala ikan di tepi pantai.

Tak jauh dari rumahnya sehingga bahaya bisa dihindari.

"Saya tak tahu siapa yang bisa membantu. Tapi sebaiknya memang ada solusi untuk musim-musim seperti ini," kata Zufri.

Ikan-ikan menghilang dari perairan Natuna. Nelayan juga menepi dari bahaya. Tapi kebutuhan ikan sebagai sumber gizi, malah berlipat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya