Elegi Wayang Suket, Berjaya di Luar Negeri Mati Suri di Negeri Sendiri

Dua dalang wayang suket yang populer pada zamannya, yakni Mbah Gepuk asal Purbalingga dan Ki Slamet Gundono asal Tegal sudah tiada.

oleh Muhamad RidloGaloeh Widura diperbarui 16 Okt 2018, 13:32 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2018, 13:32 WIB
Pertunjukan wayang kontemporer, salah satu yang ditampilkan adalah gubahan Slamet Gundono (Alm) yang juga dalang wayang suket. (Foto: Liputan6.com/Dok. Sedina Dadi Wayang/Muhamad Ridlo)
Pertunjukan wayang kontemporer, salah satu yang ditampilkan adalah gubahan Slamet Gundono (Alm) yang juga dalang wayang suket. (Foto: Liputan6.com/Dok. Sedina Dadi Wayang/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Purbalingga - Matahari telah menggelincir ke barat saat Liputan6.com tiba di sebuah gang sempit kawasan Rembang Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Di sini lah, Ikhsanudin, seorang perajin wayang suket tinggal.

Ikhsanudin merupakan satu di antara dua seniman pembuat wayang suket yang masih tersisa. Satu lainnya adalah Badriyanto, cucu Mbah Gepuk, seniman wayang suket kontemporer, sekaligus perajin.

Rumah mungil itu tampak sepi. Seorang ibu setengah baya keluar membukakan pintu.

Di ruang tamu, beberapa wayang suket setengah jadi menyender di pojokan tembok. Di dalam kotak, ada beberapa wayang yang sudah jadi.

Tak berapa lama kemudian, Ikhsan keluar ke ruang tamu. Rupanya, ia tengah beristirahat siang seusai bergelut dengan rumput-rumput Kasuran yang semakin langka lantaran alih fungsi lahan yang terus terjadi di Purbalingga.

Ikhsan mengungkapkan, seni wayang suket atau wayang yang terbuat dari rumput terancam puncah karena minimnya seniman yang terjun pada jenis seni pertunjukan itu.

Dua dalang wayang suket yang populer pada zamannya, yakni Mbah Gepuk asal Purbalingga dan Ki Slamet Gundono asal Tegal sudah tiada. Mbah Gepuk meninggal pada 1997, adapun Slamet Gundono meninggal sekitar tiga tahun lalu.

Kini sudah tidak ada lagi dalang yang khusus terjun di seni pertunjukan wayang suket. Kalau pun ada, wayang suket hanya dipentaskan untuk tujuan pertunjukan selingan atau untuk kepentingan dokumentasi.

"Kalau Ki Slamet Gundono itu bukan dalang wayang suket full, artinya dia itu dalang kontemporer ya. Sedangkan Mbah Gepuk itu memang dalang wayang suket. Dia membikin kemudian mementaskan," ucapnya, beberapa waktu lalu.

Wayang Suket Diminati Pasar Luar Negeri

Pengrajin wayang suket, Ikhsanudin. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pengrajin wayang suket, Ikhsanudin. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Kecintaan Ikhsan pada wayang suket berawal saat ia kerap menonton pertunjukan Mbah Gepuk. Ornamen wayang membuatnya tertarik. Dari sana lah diam-diam ia mulai belajar membuat wayang suket.

Permintaan wayang suket kini lebih banyak untuk koleksi atau cendera mata, alih-alih untuk pementasan. Bahkan, wayang bikinan Ikhsan sudah melanglang hingga Amerika Serikat.

Secara berkala, permintaan wayang suket datang dari koleganya. Harganya tak terlampau mahal, menilik proses pembuatannya yang benar-benar mengandalkan keahlian, kecermatan, dan kesabaran perajin.

"Rumput kasuran juga hanya tumbuh saat kemarau, biasanya bulan Sura. Makanya saya sekarang sedang berusaha untuk membuat dengan jenis rumput lainnya," Ikhsan mengungkapkan.

Pegiat Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) Nugroho Pandu menerangkan, perajin wayang suket berusaha eksis dengan mengikuti pameran di dalam dan luar negeri. Mereka menjual kerajinan wayang suket untuk dikoleksi para pecinta wayang.

Per satu wayang seharga Rp 350 ribu hingga Rp 500 ribu, tergantung kerumitan tokoh wayang. Sedangkan, harga gunungan yang lebih rumit dan berukuran besar bisa dijual di atas Rp 1 juta.

Dalam pementasan, wayang suket lebih sederhana dibanding pertunjukan wayang kulit. Pementasan wayang suket bisa dilakukan satu orang, tanpa penayagan atau gamelan.

Lantaran kesan sederhana ini, wayang suket dianggap tak menjanjikan secara ekonomi sehingga banyak seniman yang meninggalkannya. Kesederhanaan dan ringkas memang menjadi ciri khas wayang suket.

Batik Motif Wayang Suket

Wayang suket. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)
Wayang suket. (Foto: Liputan6.com/Dinkominfo PBG/Muhamad Ridlo)

Upaya untuk melestarikan wayang suket pun dilakukan oleh Pemerintah Daerah Purbalingga. Di antaranya dengan menyimpan wayang suket di museum dan menjadikan wayang suket sebagai cendera mata tamu resmi.

Pemerintah Kabupaten Purbalingga berencana menjadikan wayang suket sebagai salah satu motif batik khas Purbalingga. Motif wayang suket dinilai bisa menjadi ikon motif batik khas Purbalingga selain motif Lawa yang telah lebih dulu populer.

"Wayang suket ini karena kita punya potensi kerajinan wayang suket yang hanya satu-satunya di Indonesia bahkan dunia. Wayang suket ini kan hanya ada di Purbalingga sehingga potensi ini akan kita kembangkan ke depan untuk menjadi salah satu motif batik khas Purbalingga," kata Kepala Bagian Perekonomian Setda Purbalingga, Edhy Suryono, awal Oktober 2018 lalu.

Untuk mengenalkan dan memopulerkan wayang suket, Pemkab bakal menggelar lomba Desain Motif Batik bertema wayang suket. Lomba desain bersifat terbuka untuk masyarakat Purbalingga, baik pelajar, mahasiswa, perajin batik maupun profesi lainnya.

Menurut dia, Purbalingga memang memiliki beragam potensi yang bisa dituangkan menjadi motif batik khas Purbalinga baik motif batik tulis maupun cap, atau kombinasi keduanya. Wayang suket memiliki kekhasan yang tak ditemui wayang jenis lainnya.

"Untuk lomba desain motif batik khas Purbalingga wayang suket harus aplikatif sebagai batik tulis, batik cap, dan pakaian," ujar Edhy.

Kriteria penilaian lomba desain batik khas Purbalingga dinilai dari keaslian desain, komposisi warna dan kerapian. Karya bisa dikirimkan ke Bagian Perekonomian Setda Purbalingga.

"Peserta juga wajib melampirkan formulir pendaftaran, KTP atau bukti diri lainnya dan surat pernyataan yang disiapkan oleh panitia," ungkap Edhy menambahkan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya