Trauma Anak Sopir Taksi Online Korban Pembunuhan Mahasiswa Palembang

Penantian semu anak sopir taksi online yang menjadi korban pembunuhan di Palembang. Mereka masih bertanya-tanya apakah ayahnya akan kembali.

oleh Nefri Inge diperbarui 19 Okt 2018, 23:03 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2018, 23:03 WIB
Trauma Mendalam Anak Sopir Taksi Online Palembang yang Dibunuh Mahasiswa
Tatapan sedih Rohana, istri sopir taksi online di Palembang saat menceritakan kehidupannya setelah sang suami meninggal dunia (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kasus pembunuhan sadis Tri Widyantoro (43), sopir taksi online Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) membuat perasaan keluarga korban sangat sedih. Terlebih, ketiga anak korban yang masih kecil.

Dua dari tiga terdakwa pembunuh yaitu BI dan TD mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, di Ruang Sidang Kartika Lantai 2, Rabu, 17 Oktober 2018.

Salah satu pembunuhnya yaitu TD, mahasiswa yang masih terdaftar di salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Sumsel saat pembunuhan berlangsung.

Di persidangan tersebut, turut hadir keluarga korban. Rohana, istri korban pun tak absen mengikuti setiap persidangan terdakwa pembunuh suaminya.

Usai menghadiri sidang lanjutan, Rohana, menceritakan bagaimana sulitnya menjalani hari-hari tanpa suaminya, yang baru beberapa bulan melakoni pekerjaan taksi online Palembang.

Rohana harus berjibaku mengurus ketiga anaknya yang masih kecil. Apalagi anak-anaknya mengalami trauma mendalam sehingga membuatnya semakin terpuruk.

"Mereka trauma kehilangan ayahnya, apalagi anak saya yang bungsu selalu bertanya di mana ayahnya," katanya kepada Liputan6.com.

Saat akan berangkat, anak bungsunya langsung bertanya kepada Rohana, apakah akan bertemu ayahnya, Tri Widyantoro. Kesedihan Rohana semakin menjadi saat anaknya menyebut ayahnya sudah hilang.

Jika ada mobil berwarna putih yang lewat, anak bungsunya selalu menunjuk ke mobil itu sembari bilang jika itu mobil ayahnya yang hilang. Sang anak selalu menantikan kepulangan sang sopir taksi online Palembang tersebut.

"Saya sedih kalau dengar anak saya biang seperti itu. Bingung bagaimana cara menjelaskannya. Tapi Alhamdulillah anak pertama saya sudah paham. Bahkan saat kedua tersangka ditangkap, dia yang menunjukkan ke saya foto-fotonya di internet," ujarnya.

 

 

Tuntut Hukuman Mati

Trauma Mendalam Anak Sopir Taksi Online Palembang yang Dibunuh Mahasiswa
Pengadilan Negeri (PN) Palembang menggelar sidang kasus pembunuhan sopir taksi online Tri Widyantoro (Liputan6.com / Nefri Inge)

Beberapa hari sebelum sidang digelar, Rohana bermimpi bertemu suaminya. Dari mimpinya, sang suami terlihat sedih. Dia pun akhirnya menceritakan mimpinya kepada kerabatnya.

Hingga saat ini, tidak ada juga itikad baik dari keluarga terdakwa untuk meminta maaf secara langsung kepada keluarga korban.

"Sekarang saya sendiri yang mengurus anak-anak, saya yang jadi tulang punggung keluarga. Antar jemput anak, cari uang untuk kebutuhan sehari-hari, biasanya suami saya yang membantu," ucapnya sembari menahan air mata.

Tuntutan penjara seumur hidup yang akan diberikan majelis hakim terhadap kedua terdakwa, dirasa keluarga korban tidak sebanding dengan apa yang mereka perbuat.

Keluarga korban menginginkan hukuman mati bagi kedua terdakwa, karena begitu sadis membunuh dan membuang jasad Tri Widyantoro hingga ditemukan tinggal tulang belulang.

"Kalau bisa, mereka dapat hukuman mati saja. Keluarga saya trauma, anak-anak saya kehilangan ayahnya. Tapi kalau hukuman seumur hidup jadi vonisnya, saya hanya bisa terima saja," ujarnya.

Rohana teringat bagaimana keluarga, kerabat, hingga rekan kerja Tri Widyantoro mencari keberadaan korban hingga 1,5 bulan lamanya. Dia sedih ketika para terdakwa tidak mau mengakui kesalahannya, sampai akhirnya tulang belulang korban ditemukan.

Pencarian Akhir Korban

Trauma Mendalam Anak Sopir Taksi Online Palembang yang Dibunuh Mahasiswa
Foto Tri Widyantoro bersama sang istri dan anaknya semasa hidu (Dok. Facebook Tri Widyantoro)

Apalagi TD, terdakwa yang sempat mengenyam pendidikan di Jurusan Ekonomi PTN Palembang, menyerahkan diri karena ketakutan ditembak mati seperti rekan-rekannya.

"Dia menyerahkan diri bukan karena merasa bersalah, tapi takut. Buktinya sampai almarhum suami saya ditemukan tinggal tulang belulang, dia tetap diam," ujarnya.

Kendati harus kehilangan suami tercinta, Rohana sudah mengikhlaskan kepergian pasangan hidupnya tersebut.

Dukungan dari rekan kerja Tri Widyantoro juga masih diberikan. Bahkan, pada setiap persidangan, selalu ada perwakilan Asosiasi Driver Online (ADO) Palembang menemani keluarga korban.

Kasus pembunuhan Tri Widyantoro, sopir taksi online di Palembang terjadi pada hari Rabu, 14 Maret 2018. Korban dibunuh tiga orang tersangka, yaitu BI, TD, dan HI. Setelah dibunuh di dalam mobil, jasad korban dibuang ke Parit 6 Sungai Dungun, Desa Muara Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin Sumsel.

Pada hari Jumat, 30 Maret 2018, jasad korban ditemukan sudah tinggal tulang belulang. Setelah ditangkap polisi, BI menunjukkan lokasi pembuangan jasad korban.

Tak lama kemudian, polisi memburu HI yang sempat kabur ke luar Sumsel. Namun akhirnya tewas di tempat, saat polisi berusaha menangkapnya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya