Menilik Kaitan Bujuk Rayu dan Angka Kekerasan dalam Pacaran

Data Women Crisis Center (WCC) menyebut, angka kasus kekerasan dalam pacaran di Kota Palembang, Sumatera Selatan terbilang tinggi.

diperbarui 06 Nov 2018, 22:05 WIB
Diterbitkan 06 Nov 2018, 22:05 WIB
perkosa-ilustrasi-131124b.jpg
ilustrasi

Palembang - Data Women Crisis Center (WCC) menyebut, angka kasus kekerasan dalam pacaran di Kota Palembang, Sumatera Selatan terbilang tinggi. Tercatat, setidaknya ada 10 kasus kekerasan dalam pacaran di Palembang sepanjang 2018.

"Ini yang melapor saja. Belum lagi yang tidak melapor masih sangat banyak," kata Direktur WCC Palembang Yeni Roslaini Izi saat dihubungi JawaPos.com, Selasa (6/11/2018), seperti dikutip laman Jawapos.

Menurut Yeni, kasus kekerasan dalam pacaran seperti fenomena gunung es. Sebab korban yang tidak melapor lebih banyak dibandingkan angka resminya setiap tahun.

Kasus kekerasan dalam pacaran diklasifikasikan khusus. Berbeda dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perkosaan dan pelecehan seksual.

Kekerasan dalam pacaran dikategorikan tiga hal. Yakni, kekerasan seksual berupa sikap tidak tanggung jawab laki-laki setelah menghamili pacarnya, kemudian pemukulan, dan utang kepada pacar.

"Karena itu, kami selalu siap memberikan pendampingan kepada korban untuk menyelesaikan kasus ini. Baik secara hukum maupun kekeluargaan," ujarnya.

Yeni mengakui jika kasus kekerasan dalam pacaran dilatarbelakangi sang perempuan mau dan termakan bujuk rayu seorang pria. Seperti melakukan hubungan suami-istri sebelum menikah dengan iming-iming akan bertanggung jawab jika hamil.

Untuk itu, Yeni mengingatkan agar perempuan tidak mudah termakan bujuk rayu. "Kalau memang belum saatnya, katakan saja tidak mau. Jangan mudah termakan bujuk rayu. Sehingga kekerasan dalam pacaran dapat dihindari," ungkap Yeni menambahkan.

Baca juga berita Jawapos.com lainnya di sini.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya