Liputan6.com, Banjarnegara - Wasis Sucipto, guru fisika di SMK Negeri 2 Bawang, Banjarnegara, Jawa Tengah menciptakan prototipe atau model alat deteksi dini longsor yang canggih dengan biaya murah.
Alat ini sekaligus bisa mengirimkan peringatan dini, baik lewat sirine lewat pengeras suara maupun gelombang radio FM. Bagi Banjarnegara yang sebagian besar wilayahnya berada di pegunungan rawan longsor, alat peringatan dini sepertinya tak lagi bisa ditawar-tawar.
Risiko bencana longsor itu pula yang memantik Wasis mengembangkan alat yang pada mulanya bisa berfungsi untuk tiga bencana sekaligus, yakni, bencana banjir, longsor, dan kebakaran.
Advertisement
Akan tetapi, Wasis berpendapat Banjarnegara, di mana ia tinggal lebih berisiko longsor alih-alih banjir, misalnya. Oleh karena itu, ia pun mengembangkan alat pendeteksi longsor yang pada mulanya hanya bisa mengeluarkan peringatan berupa sirine menjadi alat yang juga berpemancar radio.
Baca Juga
"Peringatan dininya akan lebih massal," ucapnya, saat dihubungi Liputan6.com, Minggu, 10 Desember 2018.
Dia menjelaskan, prinsip kerja alat ini adalah ilmu fisika terapan di bidang arus listrik. Sensor akan mengirimkan sinyal jika terjadi longsor kepada penerima yang lantas mengirimkan peringatan dini.
Alat ini bisa mendeteksi gerakan tanah dan guguran longsor. Karenanya, pesan atau peringatannya pun berbeda.
Dengan alat deteksi canggih nan murah ini, ia yakin desa-desa berisiko bencana bisa memasangnya. Sebab, jika dibanding alat pendeteksi longsor yang dibuat pihak swasta alat ini lebih murah berlipat-lipat.
"Saya kira relatif bisa mengurangi potensi korban jiwa dan harta benda lebih besar," dia menerangkan.
Dalam sebuah kesempatan, Wasis pun pernah mempresentasikan alat pendeteksi longsor ini ke Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banjarnegara. Dia berharap, dari presentasi itu, BPBD atau Pemkab memfasilitasi pengembangan alat ini dalam skala sesungguhnya untuk diujicobakan di daerah rawan bencana.
Â
Elwasi, Alat Deteksi Longsor Bertenaga Matahari Berbiaya Cuma Rp 5 Juta
"Karena ini nirlaba, saya berharapnya ada pihak ketiga yang membiayai pembuatan, uji coba, hingga produksi massalnya," ujarnya.
Namun, harapannya urung terealisasi, hingga suatu ketika ia bertemu dengan pihak swasta yang bakal mengembangkan alat ini dalam skala komersial. Yang mengagetkan, ternyata salah satu alat berbasis teknologi karya Wasis ini dipasang di Banjarnegara.
Tentu, alat ini bukan alat deteksi dini longsor gratis. Pemkab mesti membelinya dari pihak swasta yang berpusat di Yogyakarta ini.
"Saya tidak hafal yang dipasang di mana. Kalau tidak salah di Suwidak. Bisa dikonfirmasi ke BPBD yang lebih tahu detailnya," dia menambahkan.
Kepala pelaksana harian BPBD Banjarnegara, Arif Rachman mengakui BPBD sempat memperoleh gambaran alat deteksi longsor canggih bikinan guru ini. Akan tetapi, BPBD terkendala pembiayaan pengembangan.
Sebab itu, ia pun berencana mengajak pihak ketiga untuk mendanai pengembangan alat ini. Menurut Arif, perusahaan bisa bersumbangsih kepada daerah Banjarnegara.
"Ada rencana untuk mengajak Indonesia Power. Atau pihak lain agar peralatan seperti ini berguna untuk masyarakat," Arif mengungkapkan.
Ternyata, BPBD sendiri juga memproduksi alat deteksi dini longsor yang berbiaya murah, aplikatif, dan dinilai efektif. Alat ini dibikin oleh tim BPBD dengan prinsip kerja mirip dengan peralatan yang dibuat oleh Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta.
Prinsipnya sama, yakni alat menggunakan sensor bandul dan dapat mendeteksi gerakan tanah meski hanya lima sentimeter. Pengembangan berikutnya, alat ini dilengkapi dengan listrik tenaga surya atau solar cell.
Dengan begitu, ketergantungan pada listrik jaringan manual bisa dihindari. Selain itu, jika terjadi longsor, jaringan kabel berisiko putus yang membuat aliran listrik ke alat terhenti. Tanpa listrik, alat ini tak lagi bisa memberi peringatan dini.
Arif pun mengklaim, alat yang dikembangkan Tim BPBD Banjarnegara hanya berbiaya sekitar Rp 5 juta atau sekitar 40 kali lebih murah dibanding peralatan sejenis.
BPBD Banjarnegara menamainya bukan EWS alias Early Warning System, melainkan Elwasi yang merupakan kependekan dari Eling Waspodo lan Siaga. Dalam bahasa Indonesia, diartikan sebagai mengingat, waspada dan senantiasa bersiaga.
"Kita mendorong agar kedua alat, baik yang tim BPBD maupun yang diproduksi pak guru itu sama-sama dikembangkan," dia menambahkan.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement