Kisah Bayi Kembar Tiga yang Mendekam di Rutan Bireuen

Bayi kembar tiga bernama Muhammad Furqan, Jihan Faiha, dan Jihan Farahah yang berusia 3 bulan harus mendekam dalam penjara Bireuen, Aceh.

oleh Rino Abonita diperbarui 18 Des 2018, 14:30 WIB
Diterbitkan 18 Des 2018, 14:30 WIB
Bayi Kembar Tiga dalam Tahanan
Foto: Istimewa/ Rino Abonita

Liputan6.com, Aceh - Harapan sang bayi akan lahir ke dunia dengan penuh suka cita pupus. Magfirah binti Zakirsyah (27) malah harus membawa serta bayi kembar tiga yang baru dilahirkannya mendekam di rutan.

Perempuan asal Desa Beuringin, Peureulak Barat, Aceh Timur itu ditahan di Rumah Tahanan Negara (rutan) Cabang Bireuen, Aceh, sejak 16 November 2018 lalu. Dia menjalani proses hukum yang menjeratnya. Istri Jafadli (29) ini tersangkut kasus penipuan atau calo CPNS pada 2016 silam.

Magfirah menjalani masa persalinan pada 29 Agustus lalu di RSUD Zubir Mahmud, Idi Kabupaten Aceh Timur. Dua pekan setelahnya, Polres Bireuen melakukan penindakan, setelah mendapat laporan dari salah seorang yang mengaku sebagai korban penipuan.

Sebelumnya, upaya damai dengan pihak keluarga korban sempat dilakukan, namun tidak mendapat titik terang. Setelah menindak Magfirah, Polisi melimpahkan kasusnya ke Kejaksaan Negeri Bireuen. Berkas dinyatakan lengkap. Magfirah menjadi tahanan titipan jaksa, menunggu ketuk palu hakim atas kasus yang menjeratnya.

Demikian juga, bayi kembar tiga bernama Muhammad Furqan, Jihan Faiha, dan Jihan Farahah berusia 3 bulan yang masih menyusui, mau tidak mau ikut sang ibu, mendiami ruangan 4x4 meter, terkungkung di dalam jeruji besi rutan Cabang Bireuen, yang berada di Jalan Laksamana Malahati, Kota Juang.

Suami Magfirah, Jafadli, pekerja serabutan, kerap tidur di langgar rutan. Dia meminta izin kepada kepala rutan untuk tidur di langgar, ketika hendak bertemu istri dan tiga buah hatinya. Jafadli sering berkunjung pada saat istrinya menjalani sidang.

Saat ditemui tim Liputan6.com, Jafadli dan Magfirah tampak tersenyum lirih sambil menimang bayinya, tampak lara menyelimuti hati keduanya. Apalagi ibunda Jafadli, belum lama ini meninggal dunia. Kesedihan pun berlipat sudah.

 

Viral di Media Sosial

Sejak kabar mengenai dirinya yang mendekam sambil merawat tiga bayinya di rutan viral di media sosial, Magfirah sempat dikunjungi oleh sejumlah pihak, termasuk salah seorang anggota DPRK.

Pada Rabu, 12 Desember lalu, Dinas Sosial Aceh mengutus Devi Riansyah, selaku sekretaris ke rutan tersebut. Sejumlah perlengkapan bayi diberikan kepada Magfirah yang mendekam bersama beberapa tahanan perempuan lain.

Kepada Liputan6.com, Devi mengaku prihatin. Menurutnya, kondisi di dalam rutan tidak cocok untuk bayi yang semestinya memerlukan tempat layak untuk mendukung kualitas tumbuh kembang bayi.

"Ketika itu, saya tidak menahu tentang proses hukumnya dan jeratan hukumnya seperti apa, namun yang pasti kalau memungkinkan, selama dalam proses hukum menjadi tahanan luar atau ditangguhkan. Karena sayang sekali, kondisi ibu merawat tiga bayi sekaligus seperti itu," ucap Devi kepada Liputan6.com, Senin (17/12/2018) malam.

Devi mengungkapkan, Rutan Cabang Bireuen sebenarnya tidak diperuntukkan untuk tahanan perempuan. Rutan khusus tahanan perempuan ada di Sigli. Namun, oleh pihak rutan, diambil kebijakan, tahanan perempuan yang satu ruang dengan Magfirah tidak dipindahkan, dengan catatan, mereka ikut merawat bayi Magfirah.

Saat mengunjungi rutan, sambung Devi, salah satu bayi mengalami penyakit biang keringat atau keringat buntet (miliaria). Hal ini akibat ventilasi di ruang tempat Magfirah dan tiga bayinya tidak memadai, sehingga sering menimbulkan udara di yang panas. Kendati demikian, kondisi fisik dan psikomotorik ketiga bayi dalam keadaan baik.

Adanya upaya untuk menangguhkan masa tahanan Magfirah agar dia leluasa merawat ketiga bayinya diungkap oleh Kepala Dinas Sosial Bireuen, Murdani. Namun, kata dia, saat itu tidak ada kepastian, apakah diizinkan atau tidak.

"Hasil pantauan kami beberapa hari yang lalu, keadaannya sehat. Cuma ini kan untuk kesehatan bayinya. Kita juga berupaya agar penahanan ibunya ditangguhkan. Bisa merawat bayinya di rumah. Cuma belum ada jalan keluar sat itu," ujar Murdani.

 

Butuh Perhatian

Bayi Kembar Tiga dalam Tahanan
Foto: Istimewa/ Rino Abonita

Kepala Rumah Tahanan Cabang Bireuen, Sofyan mengatakan, Magfirah dan bayi kembar tiganya terpaksa di tempatkan satu ruangan bersama para tahanan perempuan lain karena ruangan di rutan penuh.

"Namanya titipan biasa, tetap diperlakukan seperti orang yang lain, cuma lebih istimewa dia, karena punya anak bayi. Dia gabung sama kamar lain, kita tidak ada kamar disini, over kapasitas. Untuk kebutuhan yang bersangkutan, terpenuhi," unkap Sofyan.

Sementara itu, aktivis perempuan dan pengacara yang berdomisili di Banda Aceh, Sri Wahyuni, berharap para tahanan perempuan, terlebih yang sedang menyusui seperti Magfirah mendapat perhatian yang lebih.

Perhatian itu setidaknya berupa layanan kesehatan, kamar yang bersih, serta memudahkan yang bersangkutan untuk mendapat akses yang diperlukan, selaku perempuan, dan selaku ibu yang sedang merawat dan menyusui bayinya.

"Tentu saja, rutan, atau lapas perempuan harus punya fasilitas yang berbeda dari laki-laki, disesuaikan dengan kebutuhan perempuan. Untuk kasus Bireuen, karena kondisi masih sangat bayi maka mereka boleh tetap bersama ibunya, dengan fasilitas yang baik, saya kira," ungkap Sri saat dihubungi Liputan6.com di hari yang sama.

 

Vonis 4 Bulan

Sebagai catatan, vonis terhadap Magfirah diketuk palu pada Senin, 17 Desember 2018, sore. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Bireuen, memberi vonis empat bulan penjara terhadap Magfirah.

Hukuman tersebut lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya di hari yang sama, selama delapan bulan penjara. Sidang itu digelar sekira pukul 17.00 WIB, dipimpin Muchtar dan didampingi Mukhtaruddin, serta Rahma Novatiana, masing-masing sebagai hakim anggota.

Dalam putusan No. 233/2018/PN Bireuen disebutkan, terdakwa Maghfirah terbukti bersalah sebagaimana tuntutan JPU. Terutama, melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan dan peraturan lainnya yang berkenaan.

Perbuatan terdakwa merugikan saksi korban, yakni Rahmawati binti Mahmud. Sedangkan yang meringankannya, karena terdakwa berlaku sopan selama dalam persidangan. Terdakwa juga masih punya tanggungan bayi yang masih menyusuinya. Selain itu, telah ada surat perdamaian antara terdakwa dengan saksi korban.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya