Liputan6.com, Malang - Umat Nasrani merayakan Natal 2018 dengan suka cita. Mereka memenuhi gereja yang sudah dihias dengan indah. Di Kota Malang, Jawa Timur, hampir ratusan gereja larut dalam kemeriahan Natal. Tiga gereja di antaranya bahkan sudah seabad lebih merayakan Natal di kota ini.
Tiga gereja itu sudah berdiri sejak Kota Malang ada di bawah kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda. Ketiga gereja itu adalah Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel, Gereja Hati Kudus Kayutangan, dan Gereja Katedral Ijen.
Corak bangunannya bernuansa Eropa abad 19 pertengahan. Atau dalam langgam arsitektur masa itu biasa disebut bergaya gothic. Gaya ini memperlihatkan pengaruh Belanda dari aspek perencanaan kota dan arsitektur bangunan.
Advertisement
Baca Juga
Pemerintah kota sendiri sudah memasukkan tiga rumah peribadatan itu dalam Sistem Registrasi Nasional untuk menegaskan bangunan itu masuk sebagai bangunan cagar budaya. Dengan demikian, tak boleh ada pihak yang mengubah atau menambah bangunan baru di gereja tersebut.
Gereja berciri khas arsitektur kolonial itu dianggap mewakili eksistensi Pemerintahan Hindia Belanda pada masa itu. Sekaligus, menjadi saksi umat Nasrani tumbuh beriringan dalam damai dengan umat beragama lain.
Ketiga tempat ibadah itu bernilai sejarah tinggi, termasuk menjadi ikon Kota Malang seiring perkembangan zaman. Berikut ini adalah kisah di balik pendirian dan berbagai peristiwa yang pernah dialami ketiga gereja tersebut.
Gereja Immanuel Malang
Gereja Protestan Indonesia bagian Barat (GPIB) Immanuel berada di barat Alun-Alun Merdeka Malang. Diresmikan pada 30 Juli 1861 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Protestanche Gemente te Malang sebagai tempat ibadah orang Belanda dan Eropa.
Pendeta pertama gereja ini adalah J.F.G Brumund, meninggal di Malang tahun 1863. Gereja sempat direnovasi pada 1912. Cetak biru rancangan renovasi tertulis pada 25 April 1910 dan masih dipajang di salah satu ruangan. Sampai hari ini bangunannya tak banyak berubah.
Lantai, atap, lampu, mimbar, hingga bangku pun tetap sesuai aslinya. Di gereja tersimpan dua Alkitab Bibel tahun cetak pada 1864 dan 1715. Bersampul kulit dengan pengait berbahan kuningan, kitab itu setebal sekitar 10 sentimeter dengan bobot hampir 5 kilogram.
"Kitab itu kami simpan di dalam lemari, harus berhati-hati dalam perawatannya agar tak rusak," kata Jopie Latuminase, perwakilan pengurus BPIB Malang.
Saat revolusi kemerdekaan masa pendudukan Jepang, gereja ini sempat berubah fungsi. Gedung gereja yang dikuasai oleh tentara Jepang digunakan sebagai gudang logistik, khususnya tempat penyimpanan beras.
Pengurus gereja baru membenahi sejumlah titik pada 1998 dan 2015 dengan mengganti kayu rangka atap yang lapuk dengan bahan besi. Tempat ibadah umat Nasrani ini berjarak sangat dekat dengan Masjid Jami’ Malang. Simbol kedua agama tumbuh beriringan di kota ini.
Advertisement
Gereja Kayutangan
Gereja Hati Kudus di kawasan Kayutangan atau sekarang Jalan Basuki Rahmat, Kota Malang. Dibangun pada 1905 dengan arsitektur kolonial, bergaya gothic yang merupakan ciri khas gereja katolik masa pertengahan abad ke-19.
Arsitek pembangunan adalah MJ Hulswit, murid sekolah Quelinus dengan pengawasan PJH Cuypers, seorang Belanda ahli restorasi gereja gothic masa itu. Semula tak terdapat menara kembar, baru pada 1930 menara setinggi 33 meter dibangun di kiri dan kanan depan gereja.
Pilar melengkung tinggi di dalam ruangan gereja jadi salah satu ciri gereja gothic. Sebanyak 14 lukisan kisah Yesus di dinding jadi salah satu penanda gereja Katolik juga ada di sini. Usia lukisan itu hampir sama dengan umur bangunan gereja.
Pernah terjadi dua peristiwa yang menyebabkan menara gereja runtuh. Yakni pada 10 Februari 1957, saat sebuah salib di ujung menara runtuh yang menimbulkan lubang besar pada atap gereja. Kemudian pada 27 November 1967, menara ditabrak sebuah pesawat.
Berbagai benda dan kitab kuno bernilai sejarah tinggi turut tersimpan di sini. Misalnya, sebuah Alquran asal Tunisia buatan tahun 1920-an. Tujuh prasasti lempeng tembaga atau oleh para ahli disebut Prasasti Cungrang B peninggalan Mpu Sindok juga dikoleksi di gereja ini.
"Semua peninggalan bersejarah itu disimpan di ruang khusus, ada bidang sendiri yang mengurusi itu," kata Pastor Paroki Gereja Kayutangan, Romo Djono O. Cram.
Hingga kini, Gereja Kayutangan masih tampak kokoh. Lokasinya yang tak jauh dari Alun-Alun Merdeka Malang membuatnya menjadi salah satu ikon di kota ini. Sebuah gereja yang berada di kawasan kota tua di Malang.
Gereja Katedral Ijen
Theresiakerk atau Gereja Santa Theresia, dibangun pada pada 11 Februari 1934 dan diresmikan pada 28 Oktober 1934. Seorang Belanda bernama Rijksen en Estourgie adalah arsitekturnya. Ini adalah gereja Katolik tertua kedua di Kota Malang.
Sekarang bernama Gereja Katolik Santa Perawan Maria dari Bukit Karmel atau populer sebagai Gereja Katedral Ijen Malang. Terletak di kawasan Ijen Boulevard, pemukiman elite masa Hindia Belanda. Rumah bercorak indische peninggalan kolonial mudah dijumpai.
Tiga lonceng gereja khusus didatangkan dari Jerman. Ada lima patung yakni Santo Yosef, Antonius, Theresia, Maria dari Gunung Karmel sampai patung Yesus sudah ada sejak gereja berdiri. Sayangnya, satu patung yakni Pieta tak bisa ditemukan keberadaannya.
"Gereja ini bergaya neo-gothic, perkembangan dari arsitektur gereja sesudah abad 19," kata Nugroho Sugiwijono, Ketua Dewan Pastoral Gereja Katedral Ijen Malang.
Bangunan gereja disebut-sebut masuk kategori A, bernilai sejarah dan arsitektur tinggi. Detail ornamen dan material masih asli, tak boleh diubah atau ditambah bangunan baru. Gereja Katedral Ijen yang berada di Ijen Boulevard jadi salah satu landmark Kota Malang.
Â
Simak video pilihan berikut ini:
Advertisement