Liputan6.com, Cilacap - Kain sarung kerap diidentikan kaum santri. Tak salah memang, sarung memang menjadi salah satu perangkat ‘wajib’ para santri di pesantren.
Padahal, sebenarnya sarung begitu akrab dengan kehidupan masyarakat Indonesia dari beragam latar belakang profesi. Di Dataran Tinggi Dieng misalnya, sarung nyaris menjadi perlengkapan wajib untuk mengusir hawa dingin.
Pun, dengan nelayan di Indonesia bagian barat hingga Cilacap yang membawa sarung untuk berbagai keperluan, beribadah atau fungsi lainnya. Pendek kata, kain sarung telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat sebagian besar masyarakat Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Calon Wakil Presiden nomor urut 01, KH Ma’ruf Amin mewacanakan sarung sebagai budaya dan identitas nasional di luar batik yang kini sudah lebih dulu populer.
Dia mengatakan itu usai memberikan tausyiyah dalam Mujahadah Kubro, Asmaul Husna dan Tausiyah Kebangsaan yang digelar Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Cilacap di Pesantren Salafiyah Diponegoro, Majenang, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat, 01 Maret 2019.
Menilik fungsinya, sarung merupakan salah satu identitas Indonesia. Sebabnya, sarung tak hanya digunakan oleh satu kaum.
Menurut dia, wacana untuk mendorong sarung sebagai budaya nasional juga akan mendorong industri sarung, sebagaimana batik yang kini semakin moncer. Pengusaha sarung pun akan semakin mudah berkembang.
Hari Bersarung di Purwakarta
"Batik itu sudah istilahnya disosialisasi. Kemudian, kalau sarung itu ingin supaya sarung itu memperoleh pasar yang cukup," katanya.
Ma’ruf menyebut, Purwakarta telah memulai hari mengenakan sarung tiap Jumat. Para pegawai kantor pemerintah mengenakan sarung yang dipadankan dengan koko dan peci. Sebagaimana sarung, peci juga merupakan budaya nasional.
Sebab itu, ia mendorong agar daerah-daerah lain mencanangkan hari memakai sarung seperti yang sudah dilakukan di Purwakarta.
"Kalau perlu, di hari-hari tertentu memakai sarung. (sekolah umum perlu nggak pakai sarung?) Ya boleh. Kalau pemerintah Purwakarta itu tiap hari Jumat itu sudah pakai sarung," dia mengungkapkan.
Dia pun yakin wacana kain sarung sebagai identitas nasional akan memicu perkembangan industri kain sarung menjadi lebih beragam. Pengusaha akan mendapat ruang yang cukup besar dalam industri ini.
"Kita terus mengembangkan itu. Batik nasional, sarung nasional, sebagai budaya nasional," ucapnya.
Advertisement
Gus Iwan, Santri Sekaligus Usahawan
Soal kewirausahaan, Ma’ruf Amin juga memperkenalkan istilah Gus Iwan. Gus Iwan adalah istilah yang merujuk santri yang pintar mengaji sekaligus pengusaha yang tangguh.
"Gus Iwan itu santri bagus, rupawan, bisa mengaji dan usahawan. Pesantren ini harus diberi bekal," ujarnya.
Karenanya, ia mendorong agar pesantren-pesantren di Indonesia dilengkapi dengan pendidikan vokasi, balai latihan kerja (BLK) dan semacamnya. Harapannya, santri tak hanya pintar mengaji, melainkan bisa menjadi pengusaha baru atau setidaknya siap terjun ke dunia kerja.
Dia pun mengklaim, sejak jauh hari, PBNU dan MUI telah mendorong agar pesantren mengembangkan keterampilan santri. Saat ini pun sudah banyak pesantren yang memiliki pendidikan skill life semacam BLK.
Selain itu, beberapa pesantren juga telah mendirikan koperasi sebagai unit usaha pesantren. Bahkan, ada pula pesantren yang telah memiliki ratusan toko modern (mart), yakni pesantren Sidogiri, Kraton, Pasuruan, Jawa Timur.
"Bahkan di beberapa pesantren sudah memiliki mart. Sidogiri sudah punya ratusan mart, namanya Basmalah Mart," ujarnya.
Cawapres Nomor Urut 1 KH Ma’ruf Amin yang juga Rais Am Syuriah PBNU dijadwalkan hadir dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konbes NU Tahun 2019 di Ponpes Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat.
Kiai Ma’ruf menyempatkan bersilaturahmi dengan kalangan NU dan badan otonomnya di Ponpes Salafiyah Diponegoro, Majenang, Cilacap. Seperti diketahui, Kiai Ma'ruf Amin mendampingi Capres Joko Widodo atau Jokowi dalam Pilpres 2019.
Saksikan video pilihan berikut ini: