WNA Polandia Terpidana Makar di Papua Fasih Berbahasa Jawa

Jakub memahami istilah di Papua, seperti panggilan Kristin, relawan cewek dari Biak dengan sebutan insos (perempuan Biak). Kristin biasanya membawakan Jakub hipere.

oleh Katharina Janur diperbarui 05 Mei 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 05 Mei 2019, 11:00 WIB
Jakub Fabian Skrzypzki, terpidana makar di Papua
Jakub Fabian Skrzypzki, terpidana makar di Papua. (Liputan6.com/ALDP/Katharina Janur)

Liputan6.com, Jayapura - Jakub Fabian Skrzypzki, 39 tahun, kini menjadi terpidana dengan kasus makar di Papua. Jakub divonis oleh Pengadilan Negeri Wamena 5 tahun penjara, dari tuntutan Jakasa Penuntut Umum dengan 10 tahun penjara dengan pasal makar 106 KUHP.

Kuasa hukum Jakub, Latifah Anum Siregar menyebutkan Jakub adalah sosok orang yang mudah beradaptasi di mana saja. Ia bahkan mengusai beberapa suku bahasa di Indonesia, termasuk Jawa dan sedikit memahami bahasa Batak. Saat ini, Jakub mulai memahami bahasa Papua.  

“Dia banyak tahu penyebutan-penyebutan di Papua, seperti dia panggil relawan kami di Wamena bernama Kristin, cewek dari Biak dengan sebutan insos (perempuan Biak),” kata Anum, Sabtu (4/5/2019).

Anum juga menyebutkan Jakub adalah orang yang sangat peduli terhadap sesama. Jika Anum berkunjung menemuinya, Jakub banyak bercerita tentang masalah temannya di dalam sel dan minta bantuan Anum. “Saya bantu, setidaknya memberikan advis,” ujarnya.

Walau sudah menjadi terpidana makar, Jakub masih diberada di tahanan Polres Jayawijaya. “Jakub sudah tanya saya, dia akan dipindahkan kemana, karena katanya dia sudah memiliki banyak kawan dan family di dalam tahanan,” kata Anum.

Walau pandai beradaptasi, kepindahan tahanan bagi Jakub tetap ditakutinya. Namun Anum selalu memberikan penguatan terhadap Jakub.

“Saya bilang ke dia (Jakub) kamu sudah melewati itu semua, di Polda dan sekarang di Polres. Dia hanya jawab, ini karena bantuan teman-teman tim dan saya sebagai kuasa hukumnya,” ucap Anum.

Anum juga tak mengetahui kapan Jakub akan dipindahkan ke lapas. Sebelumnya, usai menjalani sidang vonis makar yang dimulai pukul 15.30 WIT pada (2/5/2019), semua langsung bubar begitu saja. “Saya baru akan menamyakan kepindahan tahanan Jakub minggu depan,” jelasnya.

 

Keliling Papua

Surat Jacob untuk media, usai vonis terhadap dirinya
Surat Jacob untuk media, usai vonis terhadap dirinya. (Liputan6.com/ALDP/Katharina Janur)

Jakub Fabian Skrzypski, adalah warga asal Polandia yang saat ini menjadi warga negara asing yang terjerat kasus makar di Papua.

Sepanjang hidupnya, Jakub pernah menetap 10 tahun di Swiss dan melakukan perjalanan ke Indonesia pertama kali sejak tahun 2007 dengan mengunjungi sejumlah tempat seperti Jogja, Denpasar, Jakarta dan Dumai.

Jakub pertama kali masuk ke Jayapura pada Mei 2018, sempat keluar dari Papua kemudian kembali masuk ke Papua pada Juni 2018. Di Jayapura, Jakub menikmati pagelaran Festival Danau Sentani, lalu ke Pantai Base G, mengunjungi Museum Uncen dan Balai Bahasa.

Jakub pun pernah ke Sekretariat Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Waena, Kota Jayapura. KNPB oleh aparat keamanan di Papua sering dianggap sebagai kelompok organisasi yang sering menyuarakan aspirasi merdeka.

“Kunjungan Jakub ke KNPB hanya ingin tahu mengenai pandangan kelompok KNPB tentang kondisi di Papua. Tidak ada pembicaraan mengenai amunisi, senjata ataupun dokumen terkait pelanggaran HAM di Papua,” kata Anum.

Jakub juga pernah melakukan perjalanan ke Vanimo pada akhir Juni 2018 dan bertemu dengan Sebby Sambom dan melanjutkan perjalanan ke Timika, bertemu dengan Simon Magal, teman satu selnya saat ini yang juga dijerat kasus makar.

Selama di Papua, Jakub juga berkunjung ke Wamena, sebelum akhirnya Jakub ditangkap di Wamena, usai mengunjungi Danau Habema, dengan alasan tak memiliki surat jalan. Jakub pun mengurus surat jalan ke Polres Jayawijaya, lalu setelah mendapatkan surat itu diperbolehkan kembali ke hotel.

“Keesokan harinya aparat ke Hotel Mas Budi, tempat Jakub menginap. Aparat kepolisian datang untuk menangkap dan menggeledah Jakub. Tidak ditemukan amunisi atau senjata, transaksi terkait amunisi atau senjata atau dokumen terkait pelanggaran HAM di Papua,” jelas Anum.

Jakub pun kemudian dibawa ke Polda Papua dan dituduh dengan dugaan kejahatan melawan negara.

Penyuka Hipere

Anum Siregar, kuasa hukum Jakub Fabian, usai putusan vonis di Pengadilan Wamena
Anum Siregar, kuasa hukum Jakub Fabian, usai putusan vonis di Pengadilan Wamena. (Liputan6.com/ALDP/Katharina Janur)

Lelah, pasti dirasakan Jakub dalam mengikuti proses hukum kasusnya hingga diakhiri dalam sebuah persidangan. Kelelahan Jakub terbayar dengan cara ia terus menulis tentang apa yang dirasakannya.

“Jakub telah menghabiskan banyak buku dan pena. Semua ia tuliskan. Dia memang hobi menulis,” jelas Anum.

Tak hanya itu saja, Jakub adalah penikmat buku-buku berat dan tebal, misalnya saja On The Front Line, Marie Colvin, lalu ada juga buku Nine Lives dan banyak buku lainnya.

Selama di tahanan, Anum dan sejumlah relawan selalu mengunjungi Jakub setiap jam kunjungan yakni setiap Rabu dan Jumat.

Kata Anum, Jakub tidak makan makanan dari lapas yang katanya makanannya seperti makanan binatang, nasinya segunung dan hanya dilengkapi dengan sayuran saja.

“Dia dapat makanan dari lapas, karena dia adalah tahanan titipan. Menurutnya makanan buat tahanan polres yang dia lihat lebih baik,” katanya.

Karena tak menyukai makanan selama di tahanan, Yakub justru menikmati makanan lokal, seperti umbi-umbian yang dalam bahasa Wamena disebut hipere dan makanan lokal lainnya.

Walau begitu, Jakub tetap ingin kasusnya ditindak lanjuti, dengan cara naik banding ke Pengadilan Tinggi. Apalagi, dokumen perjalanannya, selama keluar masuk Indonesia tak bermasalah dan Jakub memahami karena JPU mengatakan Jakub menyalahi UU izin visa yang diberikan dari visa wisata, tapi digunakan untuk bertemu KNPB dan OPM.

“Ini hanya alasan JPU saja jika penyalahgunaan visa, maka harusnya dikenakan UU keimigrasian, seperti kasus dua wartawan Perancis, Thomas Dandois, 40 tahun dan Valentine Bourrat, 29 tahun yang keduanya ditangkap karena berhubungan dengan TPN/OPM di Lanny Jaya, bersama Areki Wanimbo, namun putusan pengadilan di Jayapura, keduanya dideportasi,” kata Anum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya