Ketika Surat Miskin Tak Lagi Istimewa di Penerimaan Murid Baru Tahun 2019

Selain tidak berlakunya lagi SKTM, sejumlah aturan PPDB 2019 di Jawa Tengah juga berubah.

oleh Muhamad Ridlo diperbarui 19 Jun 2019, 09:00 WIB
Diterbitkan 19 Jun 2019, 09:00 WIB
Siswa pedesaan berangkat sekolah dengan naik angkot. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siswa pedesaan berangkat sekolah dengan naik angkot. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Banyumas - Pemegang Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau surat miskin begitu diistimewakan pada Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB 2018 lalu. Mereka tak perlu berkompetisi untuk memperoleh kursi di sebuah sekolah negeri.

Kondisi itu tentu saja berbeda dengan calon siswa lain yang mendaftar melalui jalur umum. Sudah terbentur zonasi, mereka masih pula mengadu nilai terbaik.

Hanya dengan melampirkan SKTM, seorang calon siswa bakal diprioritaskan. SKTM layaknya surat sakti yang bisa membuat pemiliknya tak tersentuh syarat-syarat PPDB yang berlaku untuk jalur umum.

Hal itu pun dinilai tak adil. Maka, tak aneh jika kemudian banyak yang memprotes pengistimewaan SKTM ini.

Belakangan diketahui, banyak calon siswa menggunakan SKTM palsu. Di area Banyumas, misalnya, ratusan calon siswa pengguna SKTM dipaksa mengundurkan diri.

Kini, aturan itu diubah. SKTM tak lagi berlaku sebagai faktor penentu masuk atau tidaknya seorang calon siswa dalam PPDB Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Jawa Tengah.

Kepala Seksi SMA/SLB Balai Pengendali Pendidikan Menengah dan Khusus (BP2MK) wilayah V Banyumas, Yuniarso K Adi, mengatakan SKTM baru berlaku ketika seorang siswa sudah diterima di sebuah sekolah dan hendak mengajukan keringanan biaya.

Misalnya saja, untuk menentukan sumbangan biaya pembangunan. Seorang siswa pemegang kartu SKTM bisa saja meminta keringanan, atau bisa jadi, dibebaskan. Akan tetapi, itu terjadi saat PPDB sudah usai dan ia sudah menjadi siswa di sekolah tersebut.

Perubahan Sistem Zonasi PPDB

Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

"SKTM tidak berlaku lagi. Kecuali nanti dipakai untuk penetapan berapa biaya yang nanti akan nanti dikenakan, jika sekolah itu membutuhkan biaya tambahan," katanya, Selasa, 18 Juni 2019.

Yuniarso mengemukakan, selain tidak berlakunya lagi SKTM, sejumlah aturan PPDB 2019 di Jawa Tengah juga berubah. Kini zonasi bukan lagi berbasis kecamatan, melainkan jarak.

Zona sekolah dihitung dengan titik zona desa dan kelurahan. Calon siswa dipertimbangkan jarak rumah atau domisili dengan sekolahnya.

Namun, dalam aturan terbaru itu, zonasi sudah melewati proses penyempurnaan. Prosentase jumlah siswa dalam zona tetap 90 persen siswa terdekat, lima persen mutasi, lima persen prestasi.

Akan tetapi, untuk mengakomodasi siswa berprestasi di dalam zona, maka prosentase zona yang 90 persen berlaku 70 persen.

Adapun 20 persen lainnya merupakan jatah untuk siswa beprestasi dalam zona, tetapi berjarak jauh dari sekolah.

"Pola yang terdekat lah yang akan diterima. Jadi 90 persen nanti, 70 persen murni zona, tetapi ada penyempurnaan, kemarin, sudah ditetapkan. 70 persen itu murni zona, yang 20 persen itu, mengakomodasi dalam zona (dengan jarak yang lebih jauh-red), tetapi dia berprestasi," dia menerangkan.

Siswa Homogen Kemampuan Beragam

Siswa SMA Negeri 1 Kebumen seusai menunaikan salat di Masjid. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Siswa SMA Negeri 1 Kebumen seusai menunaikan salat di Masjid. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Zonasi PPDB 2019 SMA juga tidak menggunakan batas wilayah administratif. Artinya, calon siswa dari sebuah kecamatan, kabupaten, dan provinsi sekali pun bisa memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti PPDB di sebuah sekolah negeri, asal berada di wilayah zona terdekat.

Ketentuan itu untuk mengantisipasi tidak masuknya seorang calon siswa dari sebuah kecamatan yang tak memiliki SMA Negeri. Di samping itu, banyak pula wilayah perbatasan kabupaten atau provinsi yang jauh dari SMA negeri di kabupatennya, tetapi lebih dekat ke kabupaten atau bahkan provinsi tetangga.

"Misalnya di Patimuan bisa saja bersekolah ke wilayah Pangandaran, atau dari Kalipucang sekolah di Patimuan. Dihitung jarak yang terdekat dari sekolah," dia mencontohkan.

Aturan lainnya, umur anak dan kecepatan mendaftar juga menjadi pertimbangan. Contohnya, jika ada dua orang calon siswa dengan nilai yang sama dan berada di zona yang sama, maka yang akan diprioritaskan adalah umur calon siswa.

"Kecepatan mendaftar juga dipertimbangkan," ucapnya.

Menurut Yuniarso, model PPDB 2019 ini membuat siswa di sebuah sekolah relatif homogen atau memiliki karakteristik yang sama lantaran berasal dari kawasan yang sama. Namun, kemampuannya beragam.

Kemampuan siswa yang tak sama itu menuntut guru lebih kreatif untuk memberi pemahaman kepada siswa. Kondisi ini akan memacu guru untuk berinovasi agar siswanya berprestasi.

"Guru sekarang dituntut lebih cerdas. Yang biasanya kemampuannya seragam karena lewat seleksi nilai atau prestasi, sekarang lebih heterogen," dia menerangkan.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya