Geliat Peniaga Aceh Gotong-royong Mendulang Rezeki di Negeri Jiran

Harga barang di kedai milik peniaga Aceh lebih murah ketimbang pedagang lokal karena stok barang yang mereka miliki dibeli dalam jumlah besar dengan cara patungan.

oleh Rino Abonita diperbarui 10 Jul 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 10 Jul 2019, 05:00 WIB
Geliat Peniaga Aceh di Negeri Jiran
Geliat peniaga Aceh di Negeri Jiran. (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Peniaga Aceh di negeri jiran kian menggurita beberapa tahun terakhir. Orang-orang dari Serambi Makkah memusatkan aktivitas perniagaan di Chowkit, salah satu kawasan perdagangan di Kuala Lumpur, Malaysia.

Warga Aceh merambah dunia usaha mulai dari gerai penjualan obat herbal, bengkel, dan lainnya. Berjejaring, kolektif, dan saling membahu baik dari sisi dana dan lainnya membuat para peniaga asal Aceh berjaya.

Seorang warga Aceh bernama Asnawi Ali, yang menyebut Malaysia sebagai kampung kedua, mengatakan bahwa kedatangan warga Aceh ke negeri itu telah dimulai sejak 80-an. Sejak saat itu, warga Aceh semakin banyak yang berkiprah di sektor perdagangan.

Harga barang di kedai milik peniaga Aceh lebih murah ketimbang pedagang lokal karena stok barang yang mereka miliki dibeli dalam jumlah besar dengan cara patungan. Selain di Chowkit, peniaga asal Aceh dapat dengan mudah ditemukan di kawasan Kepong, Selayang, Gombak, Ampang, dan Sungai Buloh.

"Makin lama makin ramai dan berkembang. Sehingga ada rencana membuat koperasi yang bekerja sama dengan pemerintah Malaysia. Koperasi itu bernama Malaysia-Aceh Solidaritas Agama," ujar Asnawi kepada Liputan6.com, Kamis, 4 Juli 2019.

Koperasi tersebut diresmikan pada 30 Juni lalu. Pemerintah setempat diwakili kementerian terkait hadir dalam peresmian yang melegitimasi kerja sama antara peniaga asal Aceh dengan Pemerintah Malaysia itu.

 

Dihujani Kritikan

"Bagai cendawan tumbuh selepas hujan," begitulah sebuah media daring dari negeri jiran mengumpamakan betapa banyaknya peniaga asal Aceh di negeri itu. Hal ini tentu saja satire.

Peniaga asal Aceh disebut-sebut telah memonopoli sektor perdagangan atau di negeri itu disebut 'aktiviti peruncitan'. Kondisi ini dinilai menyebabkan para pedagang bumiputra tergeser.

Namun, bagi Asnawi, fenomena ini tak ubah hukum alam. Dengan perkataan lain, hukum 'survival of the fittest' berlaku dalam hal ini.

"Kalau merantau ke negeri orang, otomatis menjadi rajin. Sebab kalau kita tidak aktif, maka kita akan tampak papa. Tidak ada makanan. Ini sama seperti kejadian warga Malaysia yang cari kerja di Australia dan Singapura. Kalau di kampung sendiri terlihat pasif. Itu sudah menjadi sifat kita orang Asia," tangkis lelaki yang secara administrasi bertempat tinggal di Swedia itu.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya