Liputan6.com, Purbalingga - Kartu tani menjadi program unggulan Provinsi Jawa Tengah. Program ini lantas diadopsi sebagai program nasional. Wilayah dengan tingkat realisasi kartu tani terbaik di Jawa Tengah salah satunya adalah Kabupaten Purbalingga.
Hingga Juni 2019, di wilayah lereng Gunung Slamet ini telah diterbitkan sebanyak 66.181 lembar rekening kartu tani. Adapun kartu tani yang sudah terdistibusi mencapai 58.702 kartu atau kisaran 88,7 persen.
Baca Juga
Kartu tani adalah kartu yang terintegrasi dengan rekening bank yang juga berfungsi sebagai kartu ATM. Fungsi utama kartu tani adalah sebagai kontrol distribusi pupuk bersubsidi. Kartu tani memastikan distribusi penerima pupuk adalah orang yang berhak.
Advertisement
Fungsi lain kartu tani adalah sebagai tabungan. ATM-nya, juga bisa digunakan untuk transaksi perbankan. Namun begitu, sementara ini kartu tani memang baru efektif untuk kontrol pupuk bersubsidi.
Meski tingkat realisasi kartu tani Purbalingga menjadi salah satu yang terbaik di Jawa Tengah, namun rupanya penggunaan kartu tani masih berkisar di angka 44,5 persen, tepatnya 26.097 petani. Lainnya, belum efektif digunakan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Purbalingga, Mukodam mengakui tingkat penggunaan kartu tani ini memang masih rendah. Namun, ia mengklaim bahwa penggunaan kartu tani ini masih di atas target penggunaan kartu tani Jawa Tengah yang tahun ini dipatok 30 persen.
Penggunaan kartu tani yang dimaksud adalah untuk pembelian pupuk bersubsidi. Kartu yang dipegang oleh petani akan menentukan seberapa jatah pupuk bersubsidi yang boleh dibeli. Kartu tani menyimpan data luasan lahan beserta dengan perkiraan jatah pupuknya.
“Sementara ini baru efektif untuk mengatur distribusi pupuk bersubsidi,” ucapnya, Senin, 2 September 2019.
Surplus Beras Purbalingga
Dengan luasan 18.810 hektare sawah, tiap tahun Purbalingga memperoleh jatah pupuk urea sebanyak 13.680 ton, SP36 370 ton, ZA 695 ton, NPK 4.476 ton dan petroganik 700 ton. Dinas pertanian hendak memastikan bahwa pupuk tersebut benar-benar terdistribusi kepada yang berhak.
Sebab itu, kartu tani hanya diberikan kepada petani penggarap, bukan kepada pemilik lahan. Sebab, bisa jadi pemilik lahan bukan lah seorang petani. Acap kali, pemilik lahan juga tinggal di luar Purbalingga. Distribusi kartu tani kepada pemilik lahan dinilai akan meningkatkan risiko penyalahgunaan pupuk bersubsidi.
“Karena pemilik lahan yang tidak menggarap sawahnya rata-rata itu orang kaya. Sebagian juga bukan petani. Hanya punya lahan,” dia mengungkapkan.
Distribusi kartu tani yang tepat diyakini akan meningkatkan produksi pertanian Purbalingga. Sebab, kebutuhan pupuk tercukupi. Terbukti, pada 2018 lalu Purbalingga surplus sebanyak 59.798 ribu ton beras. Angka in meningkat cukup signifikan dibanding tahun 2017 yang hanya surplus kisaran 53 ribu ton beras.
“Produksi pertanian dipengaruhi oleh intensifikasi pertanian. Salah satunya kecukupan pupuk. Per hektare sawah di Purbalingga rata-rata menghasilkan 6,644 ton gabah kering,” dia mengklaim.
Ketua Gapoktan Ngudi Jaya, Dedy Gunawan mengatakan penyaluran pupuk melalui gapoktan sangat efektif. Kelompoknya sejak lama mendirikan toko saprotan dan alsintan, tepatnya sejak 2014. Modal berasal dari Program Usaha Pengembangan Agrobisnis Pertanian (PUAP) 2012.
Lantaran dianggap baik, pada 2018 ini Gapoktan Ngudi Jaya akhirnya diberi tanggung jawab untuk menyalurkan pupuk bersubsidi ke desa-desa lainnya. Yakni, Metenggeng dan Bojongsari. Terkini, total Gapoktan Ngudi Jaya mengampu tiga desa, dengan jumlah total sekitar 500 petani.
“Keuntungan menjadi penyalur pupuk bersubsidi sangat tipis. Karena kita menjual sesuai dengan HET,” ucap Dedy.
Meski begitu, tentu saja ada permasalahan di lapangan. Soal realisasi kartu tani yang langsung kepada petani penggarap, misalnya, Ketua Kelompok Tani Marga Mulya, Desa Kalimanah Kulon, Sunarjo mengeluh perubahan luasan lahan kerap menyebabkan petani kesulitan mendapatkan pupuk bersubsidi.
Advertisement
Distribusi Pupuk dengan BUMDES
Sebab, dalam kartu tani sudah tertera luasan lahan sesuai dengan pendaftaran awal. Padahal, petani penggarap kerap menyewa sawah lebih luas pada tahun berikutnya.
Sementara, penyalur atau pengecer sangat ketat mendistribusikan pupuk sesuai peruntukannya. Akibatnya, petani penggarap kelabakan.
Sebagian petani bahkan mencari jalan pintas untuk memperoleh pupuk. Mereka membeli pupuk bersubsidi ke wilayah tetangga, Kabupaten Banyumas, yang berjarak lebih dari 20 kilometer. Kebetulan, distribusi pupuk bersubsidi Banyumas tak seketat Purbalingga.
“Kalau menurut saya sih, tepatnya ya dipilah-pilah, kartu taninya diberikan kepada pemilik lahan tapi yang berdomisili di Kalimanah Kulon. Kalau diberikan ke petani penggarap kan luasa garapannya berubah-ubah,” kata Sunarjo.
Dia juga menyoroti distribusi pupuk dengan penyalur yang berada di luar desa. Akibatnya, transportasi lebih mahal. Ia ingin agar penyalur pupuk bersubsidi berada di dalam desa sehingga lebih dekat ke area sawah dan menekan ongkos transportasi.
Kepala Desa Kalimanah Kulon, Nur Cahyadi juga mengusulkan agar distribusi pupuk dilakukan oleh BUMDES. Alasannya, untuk memberdayakan BUMDES dan menekan penyelewengan pupuk bersubsidi.
Sebab, pemerintah desa tak memiliki kontrol terhadap penyaluran pupuk bersubsidi. Bahkan, saat realisasi kartu tani pun, pemdes tak dilibatkan.
“Realisasi kartu tani itu kan, diusulkan oleh kelompok tani, diketahui desa, tapi realisasi pembagian kartunya kita tidak tahu,” ucap Cahyadi.
Penyaluran pupuk bersubsidi melalui BUMDES ini juga untuk mengantisipasi perubahan luasan lahan garapan yang berimbas ke jatah pupuk per petani. Penyaluran pupuk bersubsidi lewat BUMDES memastikan tak ada petani yang kekurangan atau kelebihan pupuk.
Saksikan video pilihan berikut ini: