Liputan6.com, Yogyakarta - Usai berakhirnya proyek Bandara Internasional Yogyakarta Kulon Progo, dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi DIY diperkirakan kembali ke rata-rata normal. Bahkan, cenderung melambat pada 2020.
Penyebab penurunan adalah kinerja investasi yang bersumber dari melambatnya permintaan investasi bangunan. Investasi bangunan menjadi komponen terbesar investasi DIY.
"Kami perkirakan pertumbuhan ekonomi pada kisaran 5,3 sampai 5,7 persen, menurun jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada akhir 2019 yang berada di kisaran 6,3 sampai 6,7 persen,” ujar Hilman Tisnawan, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY, dalam Pertemuan Tahunan BI 2019, di Kantor Perwakilan BI DIY, Kamis (5/12/2019).
Advertisement
Baca Juga
Meskipun demikian, ia meyakini dalam jangka menengah keberadaan bandara baru akan mendorong munculnya rambatan ekonomi. Investasi bangunan masih akan tumbuh seiring berkembangnya kawasan aerotropolis, pembangunan infrastruktur akses jalur kereta api, hingga perhotelan.
Hilman juga sudah memetakan sumber pertumbuhan ekonomi baru melalui riset growth strategy. Hasilnya, teridentifikasi optimalisasi kinerja subsektor unggulan, seperti, industri tekstil dan produk turunan termasuk fashion, industri mebel dan kerajinan kayu, jasa pariwisata, akomodasi, makanan, dan minuman, serta industri kreatif termasuk gim dan animasi.
Community Based Tourism (CBT) dalam pengembangan pariwisata juga tidak boleh dilupakan. Konsep ini selain mampu meningkatkan dan menambah jumlah atraksi baru, juga akan menambah daya tarik wisatawan domestik maupun mancanegara untuk berkunjung ke DIY.
“Konsep ini juga berdampak pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat DIY melalui penciptaan lapangan kerja baru di bidang pariwisata yang bisa membantu memerangi jumlah kemiskinan,” ucapnya.
Terkait inflasi, Hilman tidak menampik inflasi di DIY pada 2019 sedikit meningkat jika dibandingkan dengan realisasi pada 2018. Sepanjang tahun ini berada di kisaran 2,9 sampai 3,1 persen dan tahun lalu 2,66 persen. Namun, capaian inflasi DIY masih di titik tengah sasaran TPID yang berkisar 3,5±1 persen.
Pada 2020, ia mewaspadai potensi peningkatan inflasi, terutama utamanya dari kelompok harga yang diatur pemerintah.
“Kami tetap yakin, perkiraan inflasi DIY 2020 akan berada di sekitar titik tengah sasaran inflasi,” tutur Hilman.
Jurus Pemprov DIY
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) DIY Budi Wibowo sudah menyiapkan langkah untuk menjaga keberlanjutan investasi di DIY usai berakhirnya pembangunan bandara baru.
“Pada 2020 sampai 2022 harus ada pembangunan infrastruktur baru, sebab tidak mungkin hanya mengandalkan bandara baru untuk menggerakkan ekonomi,” ujarnya.
Ia menyebutkan sejumlah rencana pembangunan infrastruktur di DIY sudah siap, mulai dari pembangunan jalan tol, outer ring road dua, rel kereta api, sampai aerotropolis.
Pembangunan jalan tol harus dimulai pada 2020 dan 2021 aerotropolis mulai eksekusi. Ia mengungkapkan, sampai sejauh ini investasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi memang masih bergantung pada pembangunan infrastruktur.
“Jangan sampai pertumbuhan ekonomi DIY turun karena akan membuat investor menjadi ragu untuk menanamkan modalnya di DIY,” kata Budi.
Terkait investasi lainnya, ia mengungkapkan ada tiga investor yang ingin mendirikan pabrik di kawasan industri Piyungan. Investor dari Thailand itu akan mendirikan usaha, antara lain, di bidang pembuatan boneka dan fashion.
Namun, Pemrov DIY belum mengiyakan karena masih terganjal persoalan lahan. Investor yang akan masuk ke Piyungan itu sedang dalam tahap lobi sebab pemprov menawarkan untuk memberdayakan masyarakat di rumah masing-masing, sehingga kawasan industri hanya untuk finishing saja.
“Yogyakarta itu berbeda dengan daerah lain, di sini mencari hamparan 10 sampai 20 hektare itu sulit, tetapi pemprov sudah siap dengan luas lahan 20 hektare,” ucapnya.
Advertisement
Mencontoh Kawasan Industri Piyungan
Gubernur DIY, Sultan HB X, memaparkan untuk mengatasi persoalan mendasar di DIY adalah dengan membangun titik-titik pertumbuhan ekonomi yang memerlukan dukungan Arah Kebajikan Pembangunan berbasis data.
"Oleh karena itu, tantangannya pada upaya kedua, yakni memilih proyek investasi unggulan yang padat karya, bahkan melibatkan masyarakat," ujarnya.
Pembelajaran yang bisa menjadi bahan pertimbangan adalah industri kreatif di Kawasan Industri Piyungan yang menerapkan pola produksi pekerjaan rumah tetapi mampu mengeskpor produknya.
Ia meminta gerakan Ayo Sejahtera di kawasan itu bersinergi dengan gerakan Global Gotong Royong Tetrapreneur untuk memperkuat program ekonomi kerakyatan di pedesaan. Gerakan ini berbasis pada catur pilar, yakni, rantai pasokan bahan, pasar bersama, kualitas produk, dan branding produk.
"Saat FGD di OJK saya menekankan sinergi Triple Helix ABG dikembangkan menjadi Penta Helix yang melibatkan unsur-unsur jasa keuangand an komunitas profesional," ucapnya.
Menurut Sultan, model ini lebih bermanfaat ketimbang pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara angka. Melalui pertumbuhan perkualitas, percepatan pernurunan kemiskinan, pengangguran, dan kesenjangan pendapatan bisa teratasi.
Ia juga menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia belum masuk kategori berkualitas karena masih bertumpu pada sektor jasa yang minim tenaga kerja, sementara sektor manufaktur dan agro yang labor intensive cenderung stagnan.
Simak video pilihan berikut ini: