Menguak Peran Warga Malaysia dalam Perdagangan 4 Anak Singa Afrika

Perdagangan empat anak singa Afrika, satu bayi leopard atau macan dahan dan 53 kura-kura indiana star ternyata melibatkan warga negara Malaysia inisial J. Dia masuk dalam daftar buronan Polda Riau.

oleh Syukur diperbarui 01 Jan 2020, 21:00 WIB
Diterbitkan 01 Jan 2020, 21:00 WIB
Anak singa Afrika yang disita Polda Riau dari jaringan perdagangan satwa dilindungi.
Anak singa Afrika yang disita Polda Riau dari jaringan perdagangan satwa dilindungi. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Perdagangan empat anak singa Afrika, satu bayi leopard atau macan Dahan dan 53 kura-kura Indiana star ternyata melibatkan warga negara Malaysia inisial J. Dia masuk dalam daftar buronan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau.

Adanya keterlibatan warga asing ini berdasarkan pengakuan dua tersangka inisial Y dan IS yang ditangkap petugas awal Desember 2019. Hal itu juga diutarakan dua tersangka lainnya yang ditangkap dalam kasus perdagangan satwa ilegal dimaksud baru-baru ini.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Andri Sudarmadi SIK, dua tersangka baru itu berinisial A dan S. Keduanya warga Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis.

"Keduanya ditangkap di Bengkalis pada 25 Desember 2019 pukul 03.00 WIB. A ditangkap di rumahnya dan S di depan rumah makan," kata Andri di Pekanbaru.

Andri menerangkan, A berperan sebagai penghubung warga Malaysia dengan tersangka IS. Atas perintah IS dan warga Malaysia tadi, A mengirim satwa, termasuk empat anak singa, bernilai miliaran rupiah ke tersangka S.

"Sementara tersangka S berperan sebagai pengirim satwa dari Bengkalis (setelah dikirim dari Malaysia) menuju Kota Dumai. Penerima kiriman adalah Y untuk dibawa ke Pekanbaru," Andri menerangkan.

Dari jaringan perdagangan satwa ilegal lintas negara ini, IS dan warga Malaysia dimaksud merupakan pengendali. Tersangka lainnya merupakan pesuruh dan mendapat upah atas jasanya.

Dalam penangkapan dua tersangka terakhir, penyidik Polda Riau menyita sebuah speedboat. Perahu cepat ini diduga sebagai sarana penjemput anak singa Afrika serta satwa lainnya dari Malaysia tujuan Pulau Rupat.

Atas perbuatannya, para tersangka perdagangan anak singa Afrika ini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati.

Simak video pilihan berikut ini:

Tangani 28 Kasus

Anak singa Afrika yang disita Polda Riau dari sindikat perdagangan satwa dilindungi.
Anak singa Afrika yang disita Polda Riau dari sindikat perdagangan satwa dilindungi. (Liputan6.com/M Syukur)

"Selain penjara, tersangka juga terancam hukuman denda ratusan juta hingga miliaran rupiah," kata Andri.

Sebelumnya, Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi menyatakan, perdagangan satwa liar dalam beberapa tahun terakhir di Riau sangat marak. Fenomena beradanya di bawah perdagangan narkoba yang selalu punya jaringan lintas negara.

"Jaringan perdagangan satwa kedua terbesar setelah narkoba di internasional," ungkap Agung.

Agung menjelaskan, salah satu daerah tujuan penjualan satwa ini adalah Lampung. Diapun menyebut yang dihadapi saat ini adalah penjahat teroganisir sehingga butuh penyelidikan cermat.

Selama tahun 2019, Agung menyebut jajarannya sudah menggagalkan puluhan perdagangan satwa dilindungi. Puluhan tersangka dijebloskan ke penjara dan sebagian sudah ada yang divonis bersalah di pengadilan.

"Tahun ini ada 28 kasus terungkap dengan 38 orang tersangka," ucap Agung dalam konfrensi pers akhir tahun di Mapolda Riau.

Untuk saat ini, anak singa serta satwa lainnya sudah dititipkan ke Kebun Binatang Kasang Kulim, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar. Pemeliharaannya di bawah pantauan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya