Menyeruput Kopi Racikan Barista Difabel Netra di Cafe More Wyata Guna Bandung

Alih-alih mengunjungi kedai dan memesan kopi, datang ke sini juga sebagai cara mendukung para disabilitas tunanetra dalam upaya kemandirian.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 16 Jan 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2020, 08:00 WIB
Barista Difabel
Nur Fatimah (22) sedang meracik minuman kopi di Cafe More Wyata Guna. Cafe More merupakan kedai kopi yang mempekerjakan disabilitas sensorik netra sebagai karyawannya. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Liputan6.com, Bandung Kedai kopi di Kota Bandung kini telah berkembang pesat hingga ratusan tempat. Namun, di Cafe More Wyata Guna yang berada di Jalan Pajajaran ini menyajikan sensasi pelayanan kedai kopi berbeda.

Dari luar, kedai kopi ini memang tidak ada bedanya dari kafe lain. Terdapat sebuah papan nama Cafe More Wyata Guna di bagian depan.

Namun, saat Liputan6.com memasuki kedai tersebut, suasana kafe ini terasa berbeda. Mulai dari barista hingga kasir dan pelayan di tempat ini merupakan penyandang disabilitas sensorik netra.

Seorang perempuan menyapa saya dari balik mesin kasir. Dengan ramah dia menanyakan pesanan saya. Setelah memesan es kopi susu aren, perempuan bernama Siti Fatimah Iskandar (30) itu menyebut harga segelas kopi tersebut.

Sambil menunggu kopi yang sudah dibayar, saya memilih salah satu meja mungil di bagian tengah. Salah satu sudut menarik dari tempat ini adalah sebuah catatan besar tentang kedai kopi ini.

"Secangkir kopi yang anda minum menciptakan pekerjaan untuk para penyandang disabilitas," tulis pesan di balik papan berukuran cukup besar itu.

Alih-alih mengunjungi kedai dan memesan kopi, datang ke sini juga sebagai cara mendukung para disabilitas tunanetra dalam upaya kemandirian.

Hal itu terlihat ketika saya mengambil sendiri kopi yang sudah dipesan. Terdapat sebuah pengumuman di meja kasir.

"Kakak, terima kasih atas bantuannya untuk memesan dan mengambil orderannya langsung di tempatnya. Karena barista kami adalah penyandang disabilitas tunanetra," tulis pernyataan kedai kopi.

Mereka juga akan memanggil nama pengunjung sambil mengembalikan uang kembalian.

Setelah barista yang ramah tadi menyodorkan kopi yang saya pesan, saya kembali ke kursi. Lalu menyeruput kopi. Melihat suasana pengunjung yang tampak asyik berbincang, menandakan tak ada yang keberatan jika harus mengambil kopi pesanan sendiri.

Kemandirian Penyandang Disabilitas

Cafe More Bandung
Papan berisi pesan di sudut di Cafe More. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Cafe More Wyata Guna merupakan kedai kopi yang dikelola oleh Badan Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna, lembaga yang dinaungi Kementerian Sosial.

Kafe yang didirikan sejak 13 Desember 2019 ini bertujuan untuk memenuhi hak-hak disabilitas yang dilakukan BRSPDSN Wyata Guna terkait kemandirian dalam dunia pekerjaan.

"Jadi, kami mencoba menciptakan peluang-peluang yang baru bahwa penyandang disabilitas sensorik netra ini bisa bekerja secara mandiri melalui usaha-usaha yang sangat berpeluang untuk dikembangkan," kata Kepala BRSPDSN Sudarsono kepada Liputan6.com, Selasa (14/1/2020).

BRSPDN Wyata Guna tidak sendirian dalam membuka kafe ini. Pada Juni 2019 lalu, bekerjasama dengan Siloam Center for The Blind Korea, mereka memberikan pelatihan barista bagi disabilitas netra.

Usai pembukaan pelatihan barista itu, Sudarsono mengatakan, tindak lanjut dari proyek bersama ini adalah bagaimana meningkatkan kapabilitas penyandang disabilitas netra dalam mendapatkan keterampilan hidup.

"Kami kan awalnya menyasar mereka yang sudah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Jadi kita ingin meningkatkan vokasi atau keterampilan. Hasil dari pelatihan itu kemudian diterapkan di kafe ini," ujarnya.

Pelatihan barista pertama dilakukan Juni 2019 dengan jumlah peserta enam orang. Lalu pada Juli, pelatihan diikuti 7 orang.

Masing-masing peserta yang mengikuti pelatihan tanpa biaya itu kemudian mendapatkan selama empat bulan, langsung dari instruktur resmi.

"Semua peserta diajarkan dari nol, seperti penggunaan mesin, teknik menyeduh dan lain-lain. Termasuk juga materi manajerial ada di dalamnya," kata Sudarsono.

Di kafe ini, ada enam orang barista yang merangkap sebagai kasir dan pelayan. Mereka dibagi shift kerja pagi-siang dan siang malam. Cafe More buka pukul 08.00 dan tutup pukul 21.00 WIB.

Transfer Ilmu

Cafe More Bandung
Barista Cafe More Pujianti (40) yang merupakan penyandang disabilitas sensorik sedang menyiapkan kopi untuk diseduh. (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Siang itu, selain Siti yang bertugas meracik kopi, ada Nur Fatimah (22) dan Pujianti (40). Mereka melayani pengunjung yang sejak pagi datang silih berganti.

Fatimah yang meluangkan waktunya bercerita jika dia mendapat pengalaman berharga sejak mengikuti pelatihan barista.

"Senang ya, ini jujur pengalaman pertama saya sebagai barista. Setelah dapat ilmunya langsung dipraktikkan," katanya.

Selama mengikuti pelatihan barista, Fatimah mendapat dan menyerap berbagai ilmu soal perkopian. Mulai dari jenis kopi hingga teknik penyeduhan.

"Jadi benar-benar dari nol. Yang paling sulit itu ketika menggunakan teknik manual," ucap wanita tunanetra low vision itu.

Cafe More sendiri tidak menyajikan kopi yang diseduh dengan teknik manual. Sudah ada mesin kopi yang dipakai untuk menyiapkan kopi espresso, cappuchino, dan lainnya.

Memperjuangkan Gaji yang Setara

Cafe More Bandung
Cafe More Bandung menargetkan karyawannya bisa digaji selevel dengan Upah Minimum Provinsi (UMP). (Liputan6.com/Huyogo Simbolon)

Satu bulan setelah dibuka secara resmi, Sudarsono melihat kehadiran Cafe More Wyata Guna mulai mendapatkan respons masyarakat. Hal itu tercermin dalam kunjungan ke kedai ini yang meningkat dalam sepekan terakhir.

Selain itu, dia juga mengakui ada beberapa masukan di antaranya perluasan kafe hingga membuka tempat baru di daerah lain.

"Kami sangat berharap kalau ini memang terus berjalan bagus untuk merekrut manajer yang diharapkan bisa menghasilkan dan bisa membayar mereka para karyawan disabilitas. Paling tidak setingkat UMP (Upah Minimum Provinsi), dan syukur-syukur bisa di atas UMP," kata Kepala BRSPDN Wyata Guna, Sudarsono.

Namun, Sudarsono melihat bukan hal itu sebagai sebuah tujuan akhir. Pada akhirnya, dia berharap para disabilitas sensorik netra yang sudah mengeyam pelatihan meracik kopi ini bisa berkembang lebih jauh.

"Hal yang lebih penting sebenarnya adalah bagaimana dia memahami dunia kopi, dunia kafe, sehingga punya keahlian dan pengalaman. Kami juga ingin mendorong bahwa disabilitas sensorik netra tidak kalah dengan yang lainnya dan ingin mendorong mereka masuk ke coffee shop karena niatnya membuat mereka diterima oleh perusahaan atau membuka lapangan usaha baru," ujarnya.

Simak video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya