Sambut Pagi Ceria dengan Secangkir Kopi Arabika Khas Tasikmalaya

Memiliki bibit utama kopi arabika, Coffee Karaha memiliki syarat untuk menjadi kopi unggulan berikutnya dari Indonesia.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 06 Jul 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 06 Jul 2019, 06:00 WIB
Dengan berbagai keunggulan rasa, saatnya coffe Karaha, Tasikmalaya mulai menunjukan taringnya di pentas kopi nasional
Dengan berbagai keunggulan rasa, saatnya coffe Karaha, Tasikmalaya mulai menunjukan taringnya di pentas kopi nasional (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Tasikmalaya Mengusung kopi arabika sebagai induk semang, Coffe Karaha (Sesuai ejaan yang didaftarkan di HAKI Kementerian Hukum dan HAM), yang berada di perbatasan Garut-Tasikmalaya, Jawa Barat, mulai diperhitungkan barista Tanah Air.

Masuknya suntikan dana CSR PGE Pertamina Area Karaha, diharapkan mampu menancapkan taring dan hegemoni mereka, di kancah perkopian Tanah Air, yang sudah masuk dalam lima negara penghasil kopi terbesar di dunia.

Enjang Ali Asalam, (41), Ketua Kelompok Tani Mekar Harapan selaku pengelola Coffe Karaha menyatakan, sebagai kopi preanger yang terkenal sejak zaman Belanda, coffe Karaha memiliki ciri khas tersendiri.

"Permintaan rutin dari Singapura dan Filipina sejak lama masuk, tapi belum kita sanggupi sebab belum konsisten di pasokan," ujarnya dalam obrolan hangat dengan Liputan6.com, Jumat, 5 Juli 2019, pagi.

Menggunakan halaman rumahnya sebagai kafe dadakan di kampung Gekbrong, Desa Dirgahayu, Kecamatan Kadipaten Tasikmalaya, Enjang berbicara banyak mengenai potensi coffe Karaha yang mulai diperhitungkan di Tanah Air.

"Starbucks juga sudah datang ke sini, dan secara langsung menyatakan minatnya," kata dia.

Menurutnya, area lahan perkebunan vulkanis kawasan gunung Karaha, memiliki banyak hikmah terhadap kualitas coffe Karaha yang dihasilkan. Selain biji yang relatif besar, juga buah yang dihasilkan sangat banyak.

"Ada yang satu pohon sampai 30 kilogram," kata dia sambil menunjukkan beberapa foto batang tangkai kopi Karaha dengan biji yang terbilang sempurna.

Tak ayal dalam beberapa pameran yang pernah diikuti, penikmat kopi langsung jatuh hati setelah mencobanya. "Rasa manisnya masih kuat, sehingga banyak konsumen penasaran," ujar dia sambil tersenyum.

Di antara beberapa rasa coffe Karaha yang sudah dikenal luas, jenis 'wine' Karaha memang tengah menjadi primadona saat ini. Bahkan, di beberapa gerai kopi lokal, konsumen rela antre hanya untuk mendapatkan satu gelas kopi yang satu ini.

"Kadang mereka meroasting sendiri dari biji yang baru kami keringkan," ujarnya.

 

 

 

 

 

 

Hak Paten Kopi Karaha

Enjang menunjukan satu pohon jenis kopi java Peranger dengan biji yang sangat banyak dan cukup besar
Enjang menunjukan satu pohon jenis kopi java Peranger dengan biji yang sangat banyak dan cukup besar (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Seiring mulai dikenalnya coffe Karaha, dia mulai melakukan perlindungan terhadap kekayaan asli kawasan Karaha. "Kami sudah mendaftarkan hak paten kami ke Kemenkumham dan sudah lolos registrasi," ujarnya.

Menurutnya pengajuan hak paten coffe Karaha terbilang rumit, kata Karaha yang menunjukkan tempat ternyata beberapa kali diklaim banyak pihak sehingga sulit menggunakan kata itu. "Makanya di merk kami coffe Karaha, nama Karaha bukan tempat, tapi merupakan asal kata Karaha," kata dia.

Dalam dialektika bahasa Sunda, Karaha merupakan sebuah perubahan dari bentuk bebatuan pasir dan tanah, yang menjadi putih akibat letusan gunung, pada proses yang cukup lama ribuan tahun lalu. "Akhirnya pada pengajuan kedua kami lolos, kita lagi menunggu nomor resinya," ujar dia.

Dengan adanya pengakuan resmi dari pemerintah, coffe Karaha segera menjadi varietas baru kopi unggulan di Indonesia. "Buat kami jelas kebanggaan, semoga kopi Karaha semakin berjaya," ujar dia berharap.

Juru bicara PGE Karaha Asmaul Husna menyatakan, sejak pertama kali dibina, kelompok tani Coffe Karaha menunjukkan peningkatan signifikan. "Awalnya pengemasannya biasa, kini sudah jauh lebih baik, kami tengah siapkan semuanya untuk membantu mereka," ujar dia.

Bahkan, kesulitan permodalan yang selalu menjadi ganjalan para petani kopi, segera dibuatkan solusi terbaik buat mereka. "Syaratnya satu, asal pembukuan dan laporan keuangan mereka bagus, kami siap bantu," kata dia.

Una, panggilan akrabnya, mengatakan, dengan dikantonginya hak paten coffee Karaha, mampu menjadi jalan terbuka peningkatan kesejahteraan masyarakat. "Memang kehadiran kami salah satunya untuk memberikan stimulan bagi masyarakat agar lebih berdaya," papar dia.

Uji Lab Meyakinkan

Nampak biji kopi preanger Karaha dengan kondisi biji besar dan ranum, yang dikumpulkan dari para petani setelah panen berlangsung
Nampak biji kopi preanger Karaha dengan kondisi biji besar dan ranum, yang dikumpulkan dari para petani setelah panen berlangsung (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Enjang menyatakan, klaim coffee Karaha sebagai salah satu kopi unggulan jenis Preanger, memang tidak berlebih. Hal itu didukung dengan hasil uji laboratorium, yang menempatkan coffee karaha dengan nilai nyaris sempurna. "Kategori kami uniform excelent di bawah sedikit outstanding," ujar dia.

Hasil uji capping, lembaga khusus pusat penelitian kopi mencatat, beberapa penilaian mengenai coffee Karaha, memberikan nilai 10 untuk beberapa kategori penilaian kopi. "Salah satunya aroma, fisik biji yang lebih besar besar, termasuk flavour," ujarnya.

Dengan kualitas kopi kelas wahid itu, permintaan pun terus menunjukkan peningkatan dalam beberapa tahun terakhir.  "Yang minta itu banyak, cuma kendalanya kembali ke permodalan," kata dia.

Saat ini, petani mitra binaan yang ia kelola berjumlah 30-50 orang, angka itu mampu menghasilkan hingga 75 ton gabah kopi kering setiap tahunnya. "Target kami tahun ini semoga bisa tembus 100 ton," pinta dia.

Enjang mengakui peran modal dalam bisnis kopi terbilang vital, selain terbilang gemuk, juga bisnis kopi terbilang menggiurkan. "Apalagi sekarang tren masyarakat terhadap kopi terus naik, kebutuhan kopi semakin besar," kata dia.

Untuk mendukung hal itu, ia berharap pihak Pertamina bisa memberikan celah permodalan dengan bunga lunak, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan anggota kelompoknya. "Saya juga mulai melakukan perbaikan di pembukuan, semoga menjadi solusi terhadap pengajuan modal kami," kata dia.

Bukan hanya itu, untuk mendukung luasan lahan tanam, lembaganya telah mendapatkan rekomendasi penambahan lahan hingga 100 hektare di sekitar gunung Karaha. "Tinggal kembali ke kitanya, sebab berhubungan dengan kebutuhan modal kerja," ujar dia.

Sejarah Kopi Jave Preanger

Enjang menunjukan satu pohon jenis kopi java Peranger dengan biji yang sangat banyak dan cukup besar
Enjang menunjukan satu pohon jenis kopi java Peranger dengan biji yang sangat banyak dan cukup besar (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Java preanger (priangan) merupakan salah satu kopi, yang cukup digemari pecinta kopi di Indonesia. Cita rasa fruty dengan aroma jackfruty atau nangka, menjadikan kopi jenis ini banyak dicari.

Dalam sejarah penanaman awal kopi di tanah air. Kopi java preanger terbilang sudah lama. Kopi ini diperkirakan mulai masuk tahun 1696 ke wilayah Priangan atau Preanger sebutan orang Belanda saat itu.

Awalnya ditanam di kawasan pondok kopi wilayah Jakarta saat ini, namun gagal akibat banjir, sehingga bibit yang tersedia akhirnya dipindahkan ke wilayah Priangan saat ini.

Beberapa daerah dengan pertumbuhan kopi java preanger terbaik di Jawa Barat antara lain Gunung Cikuray, Gunung papandayan (keduanya di Garut), Gunung Karaha (Tasikmalaya), Gunung Malabar, Gunung Caringin, Gunung Tilu, Gunung Patuha, Gunung Halu, Gunung Beser, Gunung Burangrang, Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Manglayang.

Bahkan, dalam masa jaya kopi dunia sekitar tahun 1830-1834, produksi Kopi Arabika Jawa Priangan mampu mencapai 26.600 ton, atau nomor satu untuk pasokan eropa, dengan basis utama tanaman kopi tersebar di sepanjang wilayah Priangan-Jawa Barat.

Namun, akibat serangan penyakit karat daun yang disebabkan virus Hemileia vasatrix pada tahun 1878. Hampir seluruh perkebunan kopi di pulau Jawa terutama di Jawa Barat yang menjadi pusat produksi terkena imbas.

Saat ini, kopi arabika yang tersisa hanyalah yang tumbuh di lahan dengan ketinggian di atas 1.000 meter di atas permukaan laut (MDPL) atau dengan karaterisktik pegunungan.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya