Liputan6.com, Bandung Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengaku telah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial untuk menyelesaikan persoalan 32 penyandang disabilitas netra yang telah selesai masa rehabilitasi.
Baca Juga
Advertisement
"Ya, tadi saya sudah komunikasikan pada Kementerian Sosial. (Persoalan) itu kan isunya antara penghuni dengan kementrian karena lahannya ada di sana," kata Ridwan Kamil ditemui di ITB, Kamis (16/1/2020).
Pria yang akrab disapa Emil ini mengatakan, pihak Pemprov Jabar sudah mencoba memberi opsi-opsi agar puluhan mantan penerima manfaat Balai Rehabilitasi Wyata Guna ditampung di tempat lain. Salah satunya di rumah singgah yang dikelola Dinas Sosial Jabar di Cibabat.
"Kalau dari pemprov sambil kita mediasi, solusi-solusi juga sudah ditawarkan tapi mereka fokusnya enggak di situ. Kita ada tempat di Cibabat dan menyediakan kendaraan juga untuk angkut mereka ke Cibabat, disediakan tempat makan dan lain-lain," ujarnya.
Emil menambahkan, pihak pemprov tetap terbuka meski para tunanetra yang telah selesai masa penerimaan manfaat telah berakhir.
"Pemerintah Jabar coba memberi pengertian-pengertian sambil memberi solusi yang sudah dipahami juga walaupun mereka tidak mau. Jadi kita lihat negosiasinya seperti apa," kata Emil.
Sebelumnya, 32 mantan penghuni asrama Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Netra (BRSPDSN) Wyata Guna melakukan aksi protes di depan kantor Balai Rehabilitasi. Aksi tidur di trotoar dengan tenda darurat tersebut dilakukan sejak Selasa (14/1/2020) malam.
Aksi tersebut merupakan buntut dari permintaan pengosongan asrama oleh pengelola Wyata Guna Bandung karena berubahnya status Panti Sosial Bina Netra (PSBN) Wyata Guna menjadi balai rehabilitasi tetap, bertahan di trotoar Jalan Pajajaran.
Sementara itu Kepala BRSPDSN Wyata Guna, Sudarsono menjelaskan polemik yang terjadi di Wyata Guna sebetulnya sudah diproses secara bijaksana sejak 2019. Pengelola balai bahkan telah memberikan toleransi kepada para penerima manfaat hingga bulan Juli. Di mana mereka seharusnya meninggalkan balai sejak Juni 2019.
"Kami sudah secara persuasif meminta penerima manfaat untuk berinisiatif mematuhi ketentuan. Sebab, banyak penyandang disabilitas sensorik netra lainnya yang antri untuk masuk balai dan mendapatkan pelayanan," jelas Sudarsono.
Simak video pilihan di bawah ini: