Liputan6.com, Tasikmalaya - Keelokan Kampung Naga yang terletak di lembah yang subur, tepian Sungai Ciwulan, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, sungguh memesona.
Ribuan pengunjung hilir mudik setiap tahunnya, mengunjungi desa itu. Kampung yang dipimpin seorang kuncen tersebut, memang menyimpan sejumlah cerita yang menarik untuk didalami.
Baca Juga
Selain jumlah dan bentuk rumah panggung, dengan atap ijuknya yang dipertahankan, warga sekitar dilarang untuk mengganggu hutan keramat yang berada di samping kampung.
Advertisement
Konon di hutan itu, terdapat makam leluhur yang menjaga kampung termasuk warga sekitar. Selain lahan pertanian, kampung seluas 1,5 hektare itu, dilintasi sungai Ciwulan yang mengalir sepanjang tahun, dari hulu mata air gunung Cikuray.
Atas dasar itulah, masyarakat Tasikmalaya mengharapkan desa tersebut menjadi desa adat level nasional, sehingga menjadi magnet baru destinasi wisata unggulan, di kawasan tatar sunda bagian selatan Jawa tersebut.
"Di Bali saja sudah ada desa adat, nah kenapa Kampung Naga tidak menjadi sebuah desa adat,” ujar Anton Charliyan, salah satu sesepuh Jawa Barat, saat mengunjungi bekas peninggalan Kerajaan Sukapura, di Tasikmalaya, Rabu (22/1/2020).
Menurutnya, pengusungan Kampung Naga sebagai desa adat tersendiri dianggap tepat. Eksotisme wilayah, dengan ragam kekayaan adat budaya, menjadi daya tarik tersendiri bagi setiap pengunjung yang datang.
Namun, hal itu tidaklah semudah membalikkan tangan. Dukungan kelengkapan data penunjang, mulai silsilah masyarakat, peninggalan budaya berupa lambang negara.
Kemudian, sejumlah benda pusaka kerajaan, termasuk Piagam Tembaga, yang tersimpan rapi di museum Belanda, belum mampu menjadikan Kampung Naga, sebagai desa adat.
"Kampung Naga saja yang jelas silsilah peninggalan warisan budayanya, sangat sulit mewujudkan pemerintah setingkat desa, ini malah banyak yang mengaku kerajaan yang tak jelas asal usulnya," ujar dia, menyindir fenomena munculnya kerajaan baru saat ini.
Dengan segudang potensi yang dimiliki saat ini, pensiunan jenderal polisi ini berharap, rencana pengajuan Kampung Naga menjadi desa adat segera teralisasi.
"Dengan menjadi desa khusus adat, kondisinya diharapkan jauh lebih baik," kata dia.
Silsilah Kampung Naga
Kampung Naga merupakan warisan budaya dunia yang wajib dilestarikan. Keberadaan kampung itu, ujar dia, memiliki sejarah panjang dengan silsilah kerajaan yang cukup lengkap.
"Raja Dipuntang ini memiliki keturunan bernama Pangeran Singaparana yang menjadi Panglima Kerajaan Timbang Anten dengan rajanya saat itu Wangsadikarya," ujar dia.
Raja Wangsadikarya, ujar dia, konon merupakan salah satu keturunan raja Pajajaran dari Raja Surawisesa dan memiliki keturunan seorang pangeran.
"Nah, Pangeran Singaparana inilah yang menjadi eyangnya warga adat Kampung Naga," ujar dia.
Selama menjadi pemimpin rakyat saat itu, sang pangeran dikenal arif dan bijaksana, hingga diberi amanat Piagam Tembaga Raja Wangsadikarya, untuk melakukan tindakan yang tepat, saat keadaan menunjukkan sebuah ancaman.
"Seperti supersemar lah, diserahkan juga lambang kekuasaan Timbang Anteng, termasuk pusaka kerajaan, jadilah sekarang Kampung Naga," papar dia dengan rinci.
Anton menilai, melihat besarnya kiprah Pengeran Singaparana bagi masyarakat saat itu, maka pengajuan desa Adat Kampung Naga dianggap tepat, untuk menjaga eksistensi desa budaya tersebut. "Kami menyebutnya sebagai desa adat," ujar dia.
Advertisement
Sindiran Kemunculan Kerajaan Baru
Menggunakan analogi perbandingan sulitnya pengajuan Kampung Naga, menjadi desa adat, Jenderal Anton tak segan menyindir, munculnya kerajaan baru di Indonesia saat ini.
"Kampung Naga yang sudah jelas silsilah dan keturuannya itu, (Pengajuan) menjadi sebuah desa saja membutuhkan sebuah proses administrasi yang sangat panjang," ujar dia.
Menurutnya, pembuktian silsilah keturunan dari sebuah dinasti atau kerajaan, yang telah berlalu ratusan tahun lalu tidaklah mudah, sehingga kemudian dimanfaatkan pihak tertentu.
"Maaf, saya saja dari uyut (leluhur) ke sana sudah bingung, apalagi ini sudah berabad-abad, jadi sangat sulit sekali membuktikan," kata dia.
Ia kemudian membandingkan keberadaan Kampung Naga, dengan silsilah keturunan yang jelas dari salah satu kerajaan wilayah kerajaan Padjajaran. “Kalau cuma mengaku-ngaku kan bisa saja,” ujar dia.
Saat ini, keberadaan Kampung Naga masih menjadi bagian dari Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, dan belum mampu menjadi desa adat.
Sehingga klaim sepihak munculnya kerajaan baru, tanpa silsilah yang jelas, perlu ditertibkan. “Tidak semudah itu (menjadi kerajaan baru),” kata dia.
Untuk menekan hal itu, Anton meminta aparat keamanan negara bertindak cepat, sehingga tidak mengancam kedaulatan negara kesatuan republik Indonesia.
“Saya yakin ini ada yang mendesain, yang tujuannya ingin mengacaukan bangsa Indonesia,” kata dia.
Seperti diketahui fenomena munculnya kerajaan baru di tanah air, cukup meresahkan masyarakat. Dimulai munculnya Keraton Agung Sejagat di Purwokerto, kemudian Sunda Empire di Bandung yang mengklaim bisa menentramkan dunia.
Terbaru muncul Kesultanan Selaco atau Selacau Tunggul Rahayu, di Tasikmalaya yang mengaku sebagai keturunan Raja Surawisesa Kerajaan Padjadjaran ke-9.