Gapasdap Sumsel Soroti Lambannya Realisasi Tarif Angkutan Penyeberangan

Berlarut-larutnya proses kenaikan tarif angkutan penyeberangan membuat penyedia jasa penyeberangan sulit menutupi biaya operasional.

oleh Nefri Inge diperbarui 21 Mar 2020, 19:30 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2020, 19:30 WIB
Gapasdap Sumsel Soroti Lambannya Realisasi Tarif Angkutan Penyeberangan
Kapal speedboat menjadi salah satu alat transportasi perairain di Sungai Musi Sumsel (Liputan6.com / Nefri Inge)

Liputan6.com, Palembang - Kenaikan tarif angkutan belum direalisasikan pemerintah pusat, mendapat sorotan dari Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap), terutama DPC Gapasdap Sumatera Selatan (Sumsel).

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gapasdap Tanjung Api-Api-Tanjung Kalian Sumatera Selatan (Sumsel) Teguh mengungkapkan, berlarut-larutnya proses kenaikan tarif angkutan penyeberangan tersebut, membuat penyedia jasa penyeberangan sulit menutupi biaya operasional.

Padahal sebelumnya pemerintah, Gapasdap dan ASDP sudah melakukan perhitungan bersama.

"Tarif angkutan penyeberangan di Indonesia saat ini, telah mengalami ketertinggalan sebesar 30 - 50 persen dari biaya operasional. Kenaikan tarif ini, sudah merupakan keharusan," katanya, Sabtu (21/3/2020).

Menurutnya, kenaikan tersebut berdasarkan pada jumlah biaya terkait, yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seperti kenaikan biaya sparepart dan biaya perawatan kapal lainnya, terutama di Sumsel.

Karena mayoritas komponen kapal menggunakan barang impor, kenaikan Upah Minimum Regional (UMR), serta semakin meningkatnya aturan sertifikasi Anak Buah Kapal (ABK). Hal ini juga yang menyebabkan kenaikan biaya untuk Sumbe Daya Manusia (SDM).

Untuk biaya pengedokan yang setiap tahun mengalami kenaikan, masih tingginya bunga bank di sektor maritim. Dimana, besaran bunganya sama bahkan lebih besar dari sektor komersial lainnya.

Lalu, bertambahnya aturan pemerintah, berupa beberapa sertifikasi yang menyebabkan munculnya biaya baru. Dan juga kenaikan biaya PNBP sekitar 100 - 1.000 persen, yang semakin memberatkan pengusaha.

"Faktor itulah yang kini membuat iklim angkutan penyeberangan tidak kondusif. Karena banyaknya izin operasi, yang dikeluarkan tanpa melihat jumlah dermaga yang ada. Akibatnya, utilitas kapal dalam beroperasi di bawah 60 persen setiap bulannya," ucapnya di Sumsel.

 

Pengusaha Moda Transportasi

Gapasdap Sumsel Soroti Lambannya Realisasi Tarif Angkutan Penyeberangan
Sebuah kapal membawa wisatawan seusai menikmati libur di Kepulauan Seribu, Jakarta, Kamis (12/3/2020). Observasi virus corona Covid-19 di Pulau Sebaru, Kepulauan Seribu, tidak mempengaruhi iklim pariwisata di Kepulauan Seribu. (merdeka.com/Imam Buhori)

Dia menilai, angkutan penyeberangan adalah moda transportasi yang tidak tergantikan. Jika terjadi kegagalan moda tersebut, maka akan terjadi stagnasi ekonomi dan penurunan pertumbuhan ekonomi daerah.

"Selama ini, di industri penyeberangan telah diregulasi secara ketat oleh pemerintah. Baik dari sisi tarif, jadwal, demand, peraturan-peraturan, sertifikasi, dan lainnya. Ini mengakibatkan kesulitan dalam mengoperasikan kapal," ucapnya.

Teguh menuturkan, sebagian besar pengusaha sudah tidak mampu memberikan gaji kepada karyawannya pada bulan ini. Dia meminta pemerintah bertanggung jawab atas permasalahan tersebut.

"Juga terhadap keselamatan pelayaran dan kelancaran operasional, karena terjadinya ketidakmampuan perusahaan angkutan penyeberangan," ungkapnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya