Unggah-Unggahan Hilang, Ramadan Sepi?

Makanan seadanya saling dibagikan, yang terjadi adalah tukar menukar sebagai bukti pentingnya silaturahmi fisik.

oleh Edhie Prayitno Ige diperbarui 17 Apr 2020, 03:30 WIB
Diterbitkan 17 Apr 2020, 03:30 WIB
unggah-unggahan
Makanan semacam ini lumrah dibagikan dalam menyambut Ramadan di tegal. (foto: Liputan6.com/tatitujiani/edhie prayitno ige)

Liputan6.com, Tegal - "Dih ya kayong puasa tahun kiye tah bakalen sepi nemen ya mba. Biasa ana unggah-unggahan dong pan puasa, kiye laka. Pasar be sepi. (Yaaah puasa ramadan tahun ini bakal sepi banget ya mba. Biasa ada unggah-unggahan pas mau puasa ini gak ada, pasar aja sepi)," kata Rasmah salah satu pedagang pasar kepada Jahro, salah satu pembeli.

"Iya kiye, biasane seminggu pan puasa wis pada rame pada ider bagi-bagi panganan, kiye ora. Bada ndean sepi nyet-nyet. (Iya ini, biasanya seminggu menjelang puasa ramadan sudah ramai orang-orang berbagi makanan, ini tidak. Lebaran mungkin nanti sangat sepi),” timpal Jahro.

Rasmah, warga Krandon, kota Tegal sehari-hari berdagang pasar Sumurpanggang kota Tegal. Namun beberapa bulan belakangan, ia selalu mengantar pesanan belanja ke rumah-rumah. Jauh sebelum wabah Covid-19 muncul.

Pandemi Corona Covid-19 akhirnya meneguhkan gaya berdagang Rasmah. Karena juga  sangat memengaruhi kehidupan masyarakat. Obrolan Rasmah dan pembelinya di teras rumah, menjadi salah satu bukti bahwa Corona Covid-19 pun mampu mengubah tradisi. Salah satunya tradisi unggah-unggahan menyambut ramadan.

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

 

Simak video pilihan berikut

Hakekatnya Berbagi Doa

unggah-unggahan
Makanan semacam ini lumrah dibagikan dalam menyambut Ramadan di tegal. (foto: Liputan6.com/tatitujiani/edhie prayitno ige)

Di daerah kota dan kabupaten Tegal, ada tradisi menyambut Ramadan dengan “unggah-unggahan”. Bentuknya adalah saling berkirim dan berbagi bingkisan makanan yang sudah didoakan. Doa dalam tradisi Tegal sering pula disebut “dislameti”.

Biasanya sambil berkeliling ke rumah-rumah tetangga, mereka saling bermaaf-maafan sebelum menjalankan ibadah puasa sekaligus bisa bertukar makanan.

Tak ada menu khusus yang harus disajikan, namun biasanya masyarakat akan bertukar menggunakan cepon atau wadah plastik, dan ada pula besek (wadah dari bambu) yang berisi nasi, telor, mie goreng, tempe dan tahu. Namun juga tak jarang juga menu berupa ketan bumbu kelapa.

Semenjak adanya wabah Covid-19, masyarakat mulai resah jika tradisi ini tidak akan ada pada Ramadhan kali ini. Padahal bulan puasa sudah hampir tiba. Banyaknya perantau yang belum kembali karena larangan mudik, mengurangi interaksi fisik antarwarga, serta mahalnya harga sembako, menjadi beberapa alasan masyarakat untuk tak menjalankan tradisi “unggah-unggahan” ini. [erlinda puspita wardhani]

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya