Menatap Ramadan yang Berbeda dari Tahun Sebelumnya

Akibat pandemi Covid-19, sudah mulai dibayangkan bagaimana hilangnya kemeriahan Ramadan tahun ini.

oleh Abdul Jalil diperbarui 16 Apr 2020, 22:40 WIB
Diterbitkan 16 Apr 2020, 22:40 WIB
Mengisi Kemuliaan Ramadan dengan Tadarus Alquran di Masjid Istiqlal
Jemaah membaca kitab suci Alquran usai salat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (7/5/2019). Umat muslim meningkatkan ibadah pada bulan suci Ramadan dengan membaca Alquran (tadarus), salat berjemaah, berdoa, dan zikir di masjid. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Samarinda - Tanda-tanda pandemi Covid-19 menurun belum juga terlihat. Bahkan, situasinya semakin parah mengingat jumlah pasien terus bertambah.

Padahal Bulan Ramadan sudah tinggal menghitung hari. Sementara himbauan pemerintah masih tetap sama, bahkan diperketat dalam mencegah penularan Covid-19.

Tentu, Ramadan kali ini pasti berbeda dengan Ramadan tahun-tahun sebelumnya. Kemeriahan tahunan yang dirasakan hampir setiap muslim di dunia bakal tak lagi sama.

Sejumlah pemerintah daerah telah memutuskan meniadakan Pasar Ramadan. Sebuah kemeriahan jelang puasa pun tidak lagi dirasakan.

Pemerinta Kota Samarinda misalnya, memutuskan tidak menggelar pasar ini. Beberapa titik yang biasa menjadi pusat jajanan untuk berbuka dibatalkan.

Para pedagang tentu kecewa lapaknya batal. Apalagi perencanaan matang untuk persiapan dagangan sudah disiapkan jauh hari.

“Untuk mencegah penularan Vocid-19, kami telah bersepakat untuk meniadakan Pasar Ramadan,” kata Wali Kota Samarinda Syahrie Jaang pada awal bulan April 2020 lalu.

Sebagai gantinya, Pemkot Samarinda menyiapkan aplikasi untuk market place para pedagang. Namun aplikasi itu belum teruji.

Seorang pedagang, Ramadoni, menyebut telah mempersiapkan diri menggunakan aplikasi itu. Pedagang yang menjual makanan asal turki ini berencana menjual lewat aplikasi itu.

“Kita masih mencoba, mudahan berhasil menarik pelanggan,” katanya.

Tak hanya di Samarinda, kota-kota lain di Indonesia sudah punya rencana serupa. Artinya, tak ada lagi kemeriahan jelang petang di sudut-sudut kota.

Jalan-jalan sore di bulan puasa alias ngabuburit tak lagi semeriah dulu. Semua harus di rumah, menjaga jarak, agar tak tertular Covid-19.

 

Masjid yang Sepi

Masjid At-Taqwa Bekasi
Umat muslim melaksanakan salat malam saat beriktikaf di Masjid Pondok Pesantren At-Taqwa, Bekasi, Selasa (28/5/2019). Umat Islam mulai melakukan itikaf atau berdiam diri di masjid sambil melakukan berbagai ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan puasa Ramadan. (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Perubahan lebih besar tentu terjadi di masjid-masjid dan pusat ibadah umat muslim lainnya. Keseruan Salat Tarawih atau buka puasa bersama, kemungkinan besar akan hilang.

Virus Corona Covid-19 yang datang tanpa pemberitahuan, mengubah semua rencana besar yang disusun manusia. Agenda-agenda kajian rutin Agama Islam di masjid harus ditiadakan.

Muhammadiyah sendiri sudah mengeluarkan surat maklumat kepada anggotanya untuk beribadah Ramadan di rumah. Masjid-masjid milik Muhammadiyah bahkan sudah tidak lagi menggelar ibadah bersama-sama.

“Salat Tarawih dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu mengadakan salat berjamaah di masjid, musala dan sejenisnya, termasuk kegiatan Ramadan yang lain,” Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalimantan Timur (Kaltim), KH Suyatman.

Muhammadiyah hanya mengijinkan suara adzan sebagai penanda waktu sholat. Ibadahnya dilaksanakan di rumah.

Majelis Ulama Indonesia, meski baru sebatas himbauan, juga melakukan hal serupa. Kumpulan para ulama ini meminta masyarakat untuk beribadah Ramadan di rumah.

“Masyarakat Islam dihimbau untuk tidak melaksanakan Salat Jumat, Salat Rawatib, Salat Tarawih secara berjamaah sampai daerah tersebut dinyatakan aman,” kata Ketua MUI Kaltim KH Hamri Has.

Bisa dibayangkan, bagaimana sepinya masjid, pusat kegiatan umat Islam itu. Suara ajakan dari toa-toa masjid, musolla, dan langgar hanya penanda kemeriahan itu. Selebihnya, sepi.

Meski demikian, ibadah Ramadan seharusnya tetap dilaksanakan dengan khusyuk. Warga pun diminta untuk bisa bersabar sampai kondisi pandemi Covid-19 berakhir.

“Kepada Ormas Islam dan umat Islam di Kalimantan Timur untuk mendukung program pemerintah dalam menangkal dan menghadapi penyebaran Covid-19,” ujar Hamri Has.

Meski demikian, baik MUI, Muhammadiyah dan ormas keagamaan Islam lainnya bersepakat untuk menjadikan Ramadan tahun ini sebagai upaya semakin mendekatkan diri kepada Allah. Berdoa meminta agar musibah yang sedang melanda dunia ini segera dihilangkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya