Ombudsman: Penyaluran BLT Dana Desa di Blora Tak Boleh Kangkangi Peraturan Pusat

Ombudsman mendorong agar penyaluran BLT Dana Desa, agar sesuai Permendes 6 tahun 2020 untuk mencegah terjadi maladministrasi

oleh Ahmad Adirin diperbarui 08 Jun 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2020, 08:00 WIB
Warga Geruduk Balai Desa
Ratusan warga Desa Kalisari, Kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah menggeruduk balai desa menuntut transparansi penyaluran BLT. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Pemerintah Desa Di Kabupaten Blora, Jawa Tengah tidak boleh kangkangi peraturan pusat dengan membuat kesepakatan sendiri di tingkat bawah ketika menyalurkan bantuan Covid-19. Jika hal itu sampai terjadi bahkan berpotensi korupsi, dengan ancaman pidananya hukuman mati.

Kepala Keasistenan Pemeriksaan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Sabarudin Hulu mengungkapkan, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana desa yang dilaksanakan oleh pemerintah desa dengan metode nontunai (cash less) setiap bulan.

"Diharapkan dengan non tunai ini maka dapat mematuhi imbauan jaga jarak (physical distancing)," katanya kepada Liputan6.com, Sabtu (7/6/2020).

Menurutnya, mendasari Peraturan Menteri Desa PPDT Nomor 6 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Desa dan Transmigrasi (PPDT) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Penggunaan Dana Desa Tahun 2020, BLT dana desa tidak diberikan dalam bentuk sembilan bahan pokok (sembako).

"Bahkan Menteri Desa PDTT juga menyampaikan bahwa BLT Dana Desa tidak boleh diberikan dalam bentuk sembako," dia menjelaskan.

Sabarudin mengungkapkan, penyaluran BLT dana desa dapat berpotensi terjadi maladministrasi apabila tidak sesuai dengan aturan tersebut. Pengawasan dan pendampingan juga dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) selain aparat penegak hukum.

Ombudsman mendorong agar penyaluran BLT Dana Desa, agar sesuai Permendes 6 tahun 2020 untuk mencegah terjadi maladministrasi dan untuk mencegah data-data warga yang tidak sesuai.

"Apabila penyelenggara pemerintahan hingga desa ingin bermaksud melakukan kebijakan dengan mengesampingkan Peraturan pusat, sebaiknya minta pendapat atau pendampingan kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ucapnya.

Sabarudin mengungkapkan, jika terjadi potensi korupsi BLT dana desa, ranah pidananya oleh penegak hukum sesuai UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Ancaman pidananya, tentu dilihat dari unsur tindak pidana korupsinya," ujarnya.

 

Simak Video Pilihan Berikut Ini:

Selewengkan Anggaran Bencana Covid-19 Diancam Hukuman Mati

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan bahwa menyelewengkan anggaran pengadaan barang dan jasa penanganan Covid-19 dapat diancam dengan hukuman mati.

"Kami sudah mengingatkan bahwa penyelewengan anggaran yang diperuntukkan pada situasi bencana seperti saat ini, ancaman hukumannya adalah pidana mati," kata Ali Fikri, Plt Juru Bicara KPK, 1 April 2020.

Pihaknya telah berkoordinasi dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengawasi penggunaan anggaran penanganan Covid-19 tersebut.

"KPK sudah berkoordinasi dengan LKPP dan BPKP sebagai upaya pencegahan agar tidak terjadi tindak pidana korupsi dalam proses penggunaan anggaran tersebut," ujar Ali.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya