Ibu Muda Penyiksa Bayi di Samarinda Diduga Idap Sindrom Baby Blues

Dugaan sementara, penyiksaan ibu kandung terhadap bayinya yang baru berusia 8 hari disebabkan sindrom baby blues.

oleh Abdul Jalil diperbarui 01 Jul 2020, 10:10 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2020, 05:45 WIB
Ilustrasi stres
Ilustrasi stres. Sumber foto: unsplash.com/Gabriel Matula.

Liputan6.com, Samarinda - Heboh kasus penyiksaan bayi yang baru berusia 8 hari di Kota Samarinda, Kalimantan Timur kini masuk tahap penyelidikan kepolisian. Kepolisian mengarahkan ibu kandung bayi yang berinisial E-F menjalani pemeriksaan ke psikolog.

Unit Reserse Kriminal Polsekta Samarinda Kota yang menangani kasus ini telah memeriksakan sang bayi ke rumah sakit. Penyidik masih menunggu hasil visum untuk memastikan tindak kekerasan yang dialami bayi tersebut.

“Berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap ibunya, pengakuan awal dia spontan saja. Terkait sindrom Baby Blues, sekarang masih dilakukan pendampingan," kata Kanit Reskrim Polsekta Samarinda Kota Iptu Abdillah Dalimunthe, Kamis (11/6/2020).

Karena kemungkinan mengarah ke sindrom itu, kepolisian belum bisa memastikan kasus ini bisa dilanjutkan ke ranah pidana. Sebab ini menyangkut kondisi kejiwaan pelaku.

“Untuk kelanjutan kasus ini, kita akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait," tambahnya.

Sementara itu pemeriksaan psikologis E-F sedang berjalan. Psikolog Ayunda Ramadhani masih melakukan pemeriksaan terhadap pelaku.

Dugaan awal, sebutnya, sang ibu mengalami sindrom baby blues. Sindrom ini menyangkut tingkat emosi seorang perempuan yang baru saja memiliki anak pertama.

"Untuk pemeriksaan ini masih berjalan jadi saya belum bisa sampaikan. Jadi diduga arahnya kesana, Baby Blues," kata Ayunda.

Dia memaparkan, istilah baby blues merupakan ketidakstabilan emosi yang dialami seorang ibu pasca persalinan. Setelah melahirkan, sekitar 70-80 persen ibu baru akan mengalami perasaan tak enak dan perubahan suasana hati.

Gejala baby blues pada seorang ibu, tambahnya, meliputi kelelahan, kesulitan tidur, mudah marah, hingga sulit berkonsentrasi.

“Kondisi ini biasanya berlangsung dua pekan setelah melahirkan,” sambungnya.

Sidnrom ini, paparnya, ditandai dengan beberapa gejala seperti sedih atau menangis tanpa alasan, tidak sabar, mudah marah, merasa gelisah, kelelahan, perubahan suasana hati, hingga insomnia.

Penyebabnya belum diketahui pasti, namun berkaitan dengan perubahan hormon yang terjadi selama kehamilan dan kembali setelah bayi lahir.

Ayunda menampik adanya dugaan perilaku psikopat karena pemeriksaannya masih terlalu dini. Lagipula usia E-F tergolong masih muda.

“Karena usianya masih muda, faktornya adalah karena bisa jadi kelelahan emosional dan kelelahan fisik yang memang sangat rentan sekali dan ketika ada pemicunya bisa jadi dia marah," paparnya.

Ayunda mengingatkan kondisi E-F belum stabil. Dia meminta agar pihak keluarga maupun orang terdekat, untuk tidak menghakimi dan memberikan pernyataan yang justru memperburuk kondisi pelaku.

"Masyarakat juga saya harap tidak memberikan judgement dan tidak memberikan statement negatif yang sebenarnya bisa memperburuk kondisi si Ibu," ungkapnya.

Untuk sementara, bayi tersebut harus dipisahkan dari ibunya. Cara ini dianggap paling tepat untuk perawatan sang bayi sekaligus pemeriksaan ibu kandungnya.

Pada Rabu (10/6/2020) lalu, dua buah video beredar luas yang menunjukkan kekerasan terhadap seorang bayi. Video tersebut berdurasi 11 dan 24 detik.

Video pertama menggambarkan tangan perempuan sedang mencekik leher bayi yang diketahui berusia 8 hari hingga wajahnya memerah. Video kedua memperlihatkan tangan yang sama sedang meremas beberapa bagian tubuh, diakhiri dengan pukulan hingga membuat bayi tersebut menangis.

Setelah ditelusuri, Polisi berhasil menemukan lokasi pelaku yakni di Perumahan Handil Kopi, Jalan Gerilya IV, Kecamatan Sambutan. Pelaku merupakan ibu muda yang masih berusia 24 tahun.

Simak juga video pilihan berikut

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya