Liputan6.com, Cirebon - Penobatan Sultan Sepuh XV Keraton Kasepuhan Cirebon PRA Luqman Zulkaedin yang dilakukan pada Minggu, 30 Agustus 2020 menuai berbagai reaksi. Sejumlah pihak menganggap prosesi penobatan tersebut terasa aneh.
Seperti yang disampaikan Filolog Cirebon Raffan S Hasyim. Dia mempertanyakan soal pemberian stat nasab yang diterima PRA Luqman Zulkaedin saat prosesi jumenengan atau penobatan di Bangsal Dalem Agung Pakungwati Keraton Kasepuhan Cirebon.
Advertisement
Baca Juga
Dalam jumenengan yang digelar akhir pekan lalu, ada prosesi penyerahan nasab oleh Al Imam An-Naqib Al Mufassir Al Habib Prof Dr KH R Shohibul Farozi Azmatkhan dari Lembaga Peneliti & Pentashih Nasab Qobilah Ahlulbayt (Qobilah Al Hasani & Al Husaini) Sedunia.
Menurut pria yang akrab disapa Opan tersebut, anggapan aneh itu ketika ada pemberian stat nasab yang menyatakan Luqman masih keturunan Sunan Gunung Jati.
"Itu (nasab Sunan Gunung Jati) jalurnya dari mana dan sumbernya dari mana. Jelas bahwa Alexander atau Sultan Sepuh XII itu bukan anak dari Sultan Sepuh XI. Kalo dari jalur itu jelas tidak ada. Orang-orang yang mengetahui terkait ini masih banyak dan bisa dimintai pertanyaaan," tutur Opan, Senin (31/8/2020).
Opan menyatakan apa yang disampaikannya itu sesuai data dan fakta yang didapat. Selain itu, data yang dimiliki Opan sudah diuji secara akademis.
Selain mempertanyakan nasab, Opan mengaku penobatan Luqman juga dianggap aneh.
"Saya juga tidak bicara sah atau tidak sah. Hanya, agak aneh juga pelantikan digabung dengan tahlilan. Kalau kata orang kampung, kebahagiaan tidak boleh digabung dengan duka cita. Minimal ya tunda dulu hingga 100 hari wafatnya almarhum, baru pelantikan," tuturnya.
Selain itu, jika mengikuti cara-cara pelantikan atau pengukuhan Sunan Gunung Jati. Penobatan PRA Luqman Zulkaedin sebagai Sultan Sepuh XV jauh berbeda.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kisruh
Dia mengungkapkan, dahulu Sunan Gunung Jati dilantik oleh Pangeran Cakrabuana dan Sunan Ampel yang notabene merupakan ulama.
"Pelantikan yang menggunakan cara-cara Sunan Gunung Jati dalam hal ini oleh Ulama berlangsung hingga Sultan Sepuh V atau Pangeran Matangaji. Setelah itu pelantikan dilakukan dengan cara Belanda, tapi cara Belanda dalam melantik juga rapi. Biasanya dilakukan di Keresidenan. Sampai Sultan Sepuh XI itu prosesi pelantikan rapi," tuturnya.
Setelah Sultan Sepuh XI, Opan mengaku tidak mengetahui prosesi pengukuhan sultan sepuh seperti apa.
"Tidak menggunakan cara-cara Sunan Gunung Jati dan juga tidak menggunakan cara-cara Belanda, mungkin menggunakan cara tersendiri, dan cara mereka mungkin begitu," kata Opan.
Sementara itu, Polmak Keraton Kasepuhan Cirebon Raden Rahardjo Djali menyayangkan adanya pengerahan massa dari pihak Keraton Kasepuhan saat prosesi jumenengan.
"Tadinya saya tidak berniat untuk datang ke Cirebon, saya ikuti anjuran wali kota sebaiknya saya tidak di Cirebon. Anjuran ini diungkapkan saat ada pertemuan di Makodim Selasa pekan lalu sebelum penobatan. Maka saat itu juga saya kembali ke Jakarta. Tapi kejadian kemarin membuat saya datang ke Cirebon. Sangat disayangkan ada pengerahan massa," ujar Rahardjo.
Seperti diketahui, saat hari jumenengan, terdapat ratusan massa yang bersiaga di depan gerbang keraton. Rahardjo menilai kejadian pengusiran salah seorang sesepuh Keraton Kasepuhan Cirebon dianggap sebagai pelecehan.
"Sesepuh Elang Upi Supriyadi itu berusaha hadir di tahlilan. Entah kenapa dia didorong dan diusir, saya sangat menyayangkan," tuturnya.
Terkait jumenengan yang sudah berlangsung, Rahardjo mengaku tetap akan maju sesuai misinya meluruskan sejarah dengan cara yang elegan.
"Salah satunya dengan cara membawa ke jalur hukum," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, PRA Luqman Zulkaedin telah resmi dikukuhkan sebagai Sultan Sepuh XV melalui prosesi jumenengan pada Minggu (30/8/2020). Dalam pengukuhan ini, sempat terjadi peristiwa penolakan dari keluarga Kesultanan Cirebon, juga berdatangan ratusan santri dari berbagai pondok pesantren, salah satunya ponpes Benda Kerep Cirebon.
Advertisement