Liputan6.com, Pekanbaru - Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi menetapkan tiga tersangka dugaan korupsi pembangunan ruang pertemuan di hotel milik daerah tersebut. Ketiga tersangka, masing-masing Fahrudin, Alfion Hendra, dan Robert Tambunan diduga merugikan negara hingga Rp5 miliar.
Kepala Kejari Kuantan Singingi (Kuansing) Hadiman SH menjelaskan, Fahrudin merupakan Pegawai Negari Sipil (PNS) dan merupakan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek. Sementara Alfion merupakan pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK) proyek.
Advertisement
Baca Juga
"Tersangka terakhir merupakan Direktur PT Betania Prima, rekanan proyek itu," kata Hadiman, Rabu siang, 13 Januari 2021.
Hadiman menjelaskan, dugaan korupsi bermula ketika Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Pemerintah Kabupaten Kuansing membangun hotel daerah pada tahun 2014. Setahun berikutnya, dibangun lagi ruang pertemuan di hotel itu dengan anggaran Rp13 miliar lebih.
Untuk mengerjakan ruang pertemuan itu, PT Betania Prima menyerahkan jaminan Rp629 juta kepada PPK dan PPTK. Dalam perjalanannya, dinas terlambat membayar uang muka proyek sehingga berdampak pada pengerjaan.
"Pengerjaan ruang pertemuan itu terlambat dari jadwal semula," kata Hadiman.
Hasil penyidikan, tambah Hadiman, perusahaan tidak pernah ke lokasi untuk mengerjakan proyek. Perusahaan diwakili Robert Tambunan hanya datang ke dinas disetiap pembayaran.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak video pilihan berikut ini:
Hanya 44 Persen
Hingga masa kontrak proyek berakhir, perusahaan tidak mampu menyelesaikan pekerjaannya. Penyidik hanya menemukan bobot pekerjaan sekitar 44 persen, sementara uang yang diterima perusahaan sudah Rp5 miliar lebih.
"Perusahaan juga pernah kena denda keterlambatan Rp352 juta tapi PPTK tidak pernah menagihnya," terang Hadiman.
Selain itu, PPTK juga tidak pernah mengklaim uang jaminan yang dititip PT Betania Prima di Bank Riau Kepri sebesar Rp629 juta. Semestinya, tegas Hadiman, uang tersebut disetorkan ke kas daerah Pemerintah Kabupaten Kuansing.
Selain itu, penyidik juga menemukan bahwa kepala dinas tidak pernah membentuk tim Penilai Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP). Akibatnya, perusahaan dan dinas tidak pernah melakukan serah terima hasil pekerjaan
"Kemudian pekerjaan itu tidak bisa dimanfaatkan masyarakat," ucap Hadiman.
Menurut Hadiman, penetapan tersangka berdasarkan gelar perkara. Penyidik juga mengandeng ahli untuk menghitung kerugian negara dengan temuan Rp5 miliar lebih.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Advertisement