Anggapan Salah Epilepsi di Masyarakat, Penyakit Menular dan Tidak Boleh Menikah

Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM menjelaskan berbagai mitos dan fakta soal penyakit epilepsi di masyarakat.

oleh Yanuar H diperbarui 09 Apr 2021, 07:00 WIB
Diterbitkan 09 Apr 2021, 07:00 WIB
Epilepsi
Halusinasi juga jadi pertanda serangan epilepsi. (Foto: Pixabay)

Liputan6.com, Yogyakarta Anggapan sebagian masyarakat yang menyebut epilepsi sebagai penyakit gangguan jiwa dan bisa menular ternyata tidak benar. Epilepsi adalah penyakit gangguan saraf otak dan tidak menular. Dokter Spesialis Saraf Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, Fajar Maskuri mengatakan, akibat anggapan salah tersebut, banyak orang membiarkan penderita epilepsi saat dirinya kejang. Padahal saat itulah penderita epilepsi perlu mendapat pertolongan agar tidak cedera.

Saat ini diperkirakan ada sekitar 50 juta orang penderita epilepsi di dunia. Data 2013 lalu menyebut, di Indonesia ada 1,5-2,4 juta orang dengan 20 persen kasus epilepsi tidak direspons pengobatan. 

"Sebenarnya epilepsi adalah gangguan saraf otak sehingga harus dirawat oleh dokter saraf. Meski bersentuhan kulit atau terkena air liur si penderita saat kita menolong itu tidak akan tertular. Minimal mengamankan pasien terkena cedera saat kejang," kata Fajar dalam webinar RSA UGM dalam rangka Memperingati Hari Epilepsi Sedunia, yang bertajuk 'Tetap Produktif dan Reproduktif di Masa Pandemi', Rabu (7/4/2021).

Fajar menegaskan, epilepsi meski ada gangguan kognitif dan kecerdasan di bawah rata-rata, namun epilepsi bukan penderitanya mengalami gangguan jiwa. Penderita epilepsi bisa sembuh bila mendapat penanganan yang tepat.

"Jika tidak diobati segera maka akan terjadi kerusakan otak lebih berat, semakin sering kejang maka sel-sel di otak akan banyak yang rusak, sehingga perlu segera diobati ke dokter saraf," paparnya. 

Mitos dan anggapan di tengah masyarakat kepada penderita epilepsi lainnya adalah, penderita tidak boleh menikah karena khawatir keturunan akan mengalami penyakit serupa. Faktanya penderita epilepsi tetap boleh menikah. 

"Tidak ada larangan apalagi memiliki keturunan. Namun bagi wanita, jika hamil harus dikontrol dokter saraf dan dokter kandungan," katanya.

Menurut dokter spesialis saraf dari RS Sardjito Atitya Fitri Khairani, penting bagi penderita epilepsi untuk rutin minum obat dalam waktu lama karena terjadi gangguan kelistrikan di otak. 

"Saat serangan epilepsi, ada kejadian muatan listrik berlebihan di otak. Meski penyakit ini tidak menular namun membutuhkan pengobatan intensif dan waktu yang panjang," ungkapnya.

Simak juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya