Legenda Wonokromo, Daerah Pesantren Tertua di Yogyakarta yang Lahir dari Azimat

Wonokromo adalah daerah pesantren tertua di Yogyakarta.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 28 Agu 2021, 03:00 WIB
Diterbitkan 28 Agu 2021, 03:00 WIB
masuk pesantren
Ilustrasi./Copyright unsplash.com/@kilarov345

Liputan6.com, Yogyakarta - Wonokromo adalah daerah pesantren tertua di Yogyakarta. Daerah yang berada di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut memiliki nilai religi yang begitu kuat. Di sana banyak tersebar lembaga pendidikan agama Islam yang dikenal dengan sebutan pesantren.

Kemunculan nama Wonokromo berkaitan dengan sebuah peristiwa pagebluk atau wabah penyakit pada tahun 1600. Ketika itu, Kerajaan Mataram dipimpin Sultan Agung. Banyak warga yang meninggal karena pagebluk.

Sultan Agung melakukan tirakat untuk mendapatkan ilham dalam mengatasi wabah. Ia pun memanggil Kiai Abdullah Faqih untuk melaksanakan ritual tolak bala tersebut.

Kiai Abdullah Faqih yang juga dikenal dengan nama Kiai Welit kemudian melaksanakan perintah Sultan Agung. Kiai Welit menulis rajah dengan huruf Arab yang berisi lafadz Bismillahi Ar Rahmani Ar Rahim sebanyak 124 kali.

Tulisan yang berwujud rajah tersebut kemudian dibungkus kain mori putih. Tulisan yang telah dibungkus tersebut diserahkan kepada Sultan Agung untuk dimasukkan ke dalam air. Air yang telah dimasukkan bungkusan tulisan tersebut disebut dengan azimat. Para rakyat Mataram pun sembuh setelah meminum air azimat tersebut.

Berita kemanjuran air azimat sebagai media yang dianggap obat tersebut pun tersebar sampai ke pelosok desa. Banyak warga desa yang kemudian datang untuk mendapatkan air azimat.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Air Azimat

Mendengar hal itu, Sultan Agung merasa khawatir air tersebut tidak akan cukup. Akhirnya, ia meminta Kiai Welit untuk menuangkan air azimat yang masih tersisa di dalam bokor kencana ke tempuran Kali Opak dan Kali Gajah Wong agar memudahkan setiap orang yang membutuhkan air azimat.

Akhirnya, banyak masyarakat yang mandi atau bahkan hanya sekadar membasuh muka di tempuran tersebut. Sultan Agung merasa senang dan bersyukur melihat rakyatnya sembuh. Melalui perantara Kiai Welit lah wabah tersebut dapat teratasi.

Sebagai wujud terima kasih Sultan Agung memberikan hadiah berupa hutan yang bernama hutan awar-awar. Hutan tersebut kemudian dikembangkan oleh Kiai Welit dan para pengikutnya, Kiai Pet, dan Kiai Sokopuro.

Awalnya, di daerah hutan awar-awar didirikan masjid yang diberi nama Wa Anna Karoma. Seiring berjalannya waktu, masjid tersebut juga dijadikan pesantren bagi seluruh warga sekitar hutan awar-awar. Akan tetapi, sebagian besar masyarakat Jawa sulit mengucapkan kata Wa Anna Karoma.

Untuk memudahkan pengucapannya, kata Wonokromo muncul dan digunakan masyarakat untuk menamai daerah tersebut sampai sekarang.

 

Penulis: Nurul Fajri Kusumastuti

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya