Klarifikasi Wali Kota Bontang Soal Rapat Mewah di Bali

Wali Kota Bontang menyebut rapat mewah di sebuah hotel bintang 5 di Bali adalah untuk kepentingan masyarakat.

oleh Abdul Jalil diperbarui 17 Sep 2021, 15:45 WIB
Diterbitkan 17 Sep 2021, 15:45 WIB
Wali Kota Bontang Basri Rase
Wali Kota Bontang Basri Rase. (foto: Pemkot Bontang)

Liputan6.com, Samarinda - Pada tanggal 9 September 2021 lalu, Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kota Bontang berangkat ke Bali bersama perusahaan-perusahaan di kota itu yang tergabung dalam Forum CSR. Mereka menggelar rapat di sebuah hotel mewah di kawasan Kuta, Kabupaten Badung.

Wali Kota Bontang Basri Rase menjelaskan, pertemuan tersebut membahas banyak hal terkait permasalahan di Kota Bontang. Dia menyebut, pembahasan bersama perusahaan yang beroperasi di Kota Bontang itu antara lain masalah pengangguran, stunting, hingga pernikahan dini.

“Seakan-akan kita ini (diberitakan) tidak peduli, padahal ini kan sudah rutin. Dan itu sangat bermanfaat untuk kita. Di situ ada semua Forkopimda,” kata Basri Rase kepada wartawan di Kota Bontang, Rabu (15/9/2021).

Basri menjelaskan, pertemuan Forkopimda itu biasanya dilaksanakan tiga kali dalam setahun. Salah satu pertemuannya dilaksanakan di luar kota.

“Karena kita ini kan mengkolaborasikan semua pimpinan-pimpinan perusahaan. Untuk mempererat juga tali silaturahim di antara kita. Jadi bukan sekedar rapatnya saja, karena kita juga bermohon kepada perusahaan, agar mereka bisa mensinergikan dengan program-program kita,” paparnya.

Ada lima poin utama pembahasan di Bali. Basri menyebut mulai dari masalah banjir, UMKM, investasi untuk perusahaan, pengangguran, stunting, dan pernikahan dini.

Setiap Forkopimda punya tugas masing-masing sehingga instansi terkait termasuk TNI, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan juga diajak.

“Harusnya itu yang diangkat, bukan hotel mewahnya. Satu Bahasa lagi,” sebutnya.

Simak juga video pilihan berikut

Rencana Kerja Perusahaan

(Foto: Liputan6.com/Abelda Gunawan)
Kilang LNG Badak di Bontang, Kalimantan Timur

Basri Rase menjelaskan timeline kerja perusahaan. Dia menyebut, pembahasan di Bali fokus pada Rencana Kerja Perusahaan (RKP) untuk tahun berikutnya.

Di bulan Februari Maret, sebutnya, adalah tahap pelaksanaan. Empat bulan kemudian, RKP itu masuk tahap evaluasi.

“Terus di bulan 10-11, kenapa di bulan 9-10 kita adakan, karena itu perusahaan di bulan 10 itu rencana kerja, menyusun. Jadi kenapa mereka kita undang semua, direktur-direkturnya dan Forkopimda, karena untuk menyusun rencana kerja,” kata Basri.

Basri menegaskan, rombongan yang dibawa adalah OPD terkait dengan program itu. Dia juga menyebut tidak membawa serta istri.

“Kedua, tidak juga bawa istri. Kecuali yang memang seperti saya yang ikut, artinya untuk silaturahim juga,” katanya.

Soal pemilihan Bali sebagai lokasi rapat, karena Bali dianggap sepi dari kunjungan wisatawan.

“Di sana itu kita pilih karena sepi. Yang menentukan tempat (adalah) perusahaan, sama-sama kita. Karena PKT punya perwakilan di sana,” ujar Basri.

Kecewa Dengan Media

Kota Bontang
Kota Bontang

Di saat yang sama Basri Rase juga mengungkapkan kekecewaannya atas pemberitaan media terkait rapat mewah di Bali tersebut. Dia menyebut wartawan terlalu hiperbola memberitakan rapat d hotel bintang 5 tersebut.

Dia kemudian heran, hal yang lebih esensial justru tidak dibahas. Misalnya, kata Basri, mestinya media memberitakan soal apa saja yang dibahas dan hasil rapat.

“Jangan ambil dari sisi negatifnya terus,” katanya.

Basri mengatakan, jurnalis tidak boleh sembarang membuat pemberitaan. Harus sesuai dengan kode etik. Bila pihak-pihak  merasa keberatan dengan pemberitaan tersebut, kasus ini bisa dilaporkan ke Dewan Pers atau diseret ke ranah pidana bila pemberitaan tidak benar.

“Adik-adik wartawan jangan asal tulis,” tandasnya.

Terkesan Membela Diri

Pengamat Politik di Kaltim Herdiansyah Hamzah
Pengamat politik di Kaltim, Herdiansyah Hamzah.

Dosen Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah menyebut jawaban wali Kota Bontang seperti itu jauh panggangg dari api. Dia menyebut rapat di bali, kendatipun agendanya diklaim untuk kepentingan warga, tetap saja akan buruk di mata publik.

“Bagaimana mungkin urusan CSR yang katanya untuk publik, tapi justru dibahas di Bali? Itu ibarat lokasi kebakarannya di selatan, tapi mobil pemadam kebarannya malah dipertintahkan ke utara. Kan tidak nyambung,” kata Castro, sapaan akrab Herdiansyah Hamzah, Kamis (16/9/2021).

Pengamat politik dan kebijakan publik di Kalimantan Timur ini juga mempertanyakan sikap Wali Kota Bontang yang terkesan ngotot melaksanakan rapat di Bali.

Kan walikota punya pilihan untuk menolak dan meminta rapat di bontang saja? Di tengah-tengah warganya sendiri,” kata Castro.

Castro menilai, respon Wali Kota Bontang tersebut terkesan membela diri. Kalau wali kota dan pejabat lain yang berangkat itu berjiwa besar, sebutnya, harusnya terbuka dengan kritik warganya.

“Apa susahnya minta maaf secara terbuka dihadapan warganya?,” tanyanya.

Pernyataan Wali Kota Bontang yang tidak terjawab sebenarnya, sambung Castro, soal apakah rapat itu difasiltasi perusahaan atau tidak? Wali kota mesti jujur menjelaskan ke warganya, fasilitas apa saja yang didapatkan dari pihak perusahaan.

“Kan lucu, kalau peruntukan CSR justru digunakan untuk mendanai para pajabat itu,” katanya.

Selain itu, tambahnya, fasilitas yang diperoleh tersebut jelas adalah bentuk gratifikasi yang tidak boleh diterima oleh pejabat negara.

“Dan kalau gratifikasi tersebut berkenaan dengan tugas dan kewajibannya, maka bisa dikualifikasi sebagai suap, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12B UU 20/2001 tentang tipikor,” pungkasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya