Mbah Rono Bicara soal Kejutan Mengerikan 'Wedhus Gembel' Gunung Semeru

Terbentuknya APG atau "wedhus gembel" itu diakibatkan oleh faktor eksternal, curah hujan tinggi di puncak Gunung Semeru

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Des 2021, 09:12 WIB
Diterbitkan 06 Des 2021, 05:00 WIB
Gunung Semeru meletus. (Foto: Liputan6.com/Tangkapan Layar  Video/Istimewa)
Gunung Semeru meletus. (Foto: Liputan6.com/Tangkapan Layar Video/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Tidak ada yang menyangka awan panas guguran (APG) yang terbentuk dari letusan [Gunung Semeru](4728534/ ""), yang berada di dua wilayah administratif di Jawa Timur, yakni Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang, begitu cepat terbentuk dan longsor, dikarenakan curah hujan tinggi di puncak gunung itu.

Erupsi Gunung Semeru sedikitnya dilaporkan menewaskan 13 orang, menurut keterangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Minggu (5/12) pagi.

Gunung Semeru hingga kini masih berstatus level II atau waspada, usai material vulkanik menerjang perkampungan warga sekitarnya pada Sabtu (4/12) sore.

Terbentuknya APG atau "wedhus gembel" itu diakibatkan oleh faktor eksternal, yaitu curah hujan tinggi di puncak Gunung Semeru yang menyebabkan ketidakstabilan endapan lidah lava.

Mengutip Antara, akibat guguran awan tersebut, setidaknya mengakibatkan 102 orang warga mengalami luka-luka, terutama luka bakar. Warga yang tinggal di perkampungan di sekitar gunung setinggi 3.676 meter di atas permukaan laut itu harus terpaksa mengungsi.

Guguran awan tersebut menyebabkan sebagian besar wilayah Kampung Renteng di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, Kabupaten Lumajang, Provinsi Jawa Timur, tertimbun abu vulkanik guguran Gunung Semeru.

Abu vulkanik Semeru tersebut meliputi rumah, pabrik, tempat ibadah, dan kendaraan warga. Setidaknya ada dua truk dan sepeda motor yang tertimbun abu di kampung itu. Hujan abu juga menyebabkan kematian sejumlah hewan ternak di Kampung Renteng.

Selain itu, masih ada 10 warga yang belum bisa dievakuasi dari dusun yang terdampak letusan Gunung Semeru di Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo.

Kemudian sebagian besar rumah warga di Dusun Curah Kobokan rusak akibat awan panas guguran Gunung Semeru sehingga warga dusun itu harus mengungsi.

Kerusakan yang diakibatkan dampak erupsi Gunung Semeru juga tampak pada Jembatan Gladak Perak, yang merupakan penghubung jalan nasional antara Kabupaten Malang dan Kabupaten Lumajang.

Jembatan Gladak Perak yang ada di wilayah Kabupaten Lumajang tersebut putus total akibat terjangan banjir lahar dingin usai erupsi.

Hingga kini, warga juga diminta mewaspadai kemungkinan munculnya awan panas guguran, guguran lava, dan lahar di sepanjang aliran sungai/lembah yang berhulu di puncak Gunung Semeru, terutama di sepanjang aliran Besuk Kobokan, Besuk Bang, Besuk Kembar, dan Besuk Sarat.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

Peringatan dini

Rumah-Rumah Terdampak Gunung Semeru Meletus
Warga memeriksa rumah yang rusak akibat erupsi Gunung Semeru di kawasan Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Gunung Semeru memuntahkan kolom tebal abu, gas yang membakar dan lava menuruni lerengnya dalam letusan tiba-tiba yang dipicu oleh hujan lebat. (AP Photo/Trisnadi)

Mengutip kicauan dari akun Twitter resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM @PVMBG_, Gunung Semeru berada pada level II sejak Mei 2012, sebab hampir setiap hari terjadi erupsi dengan rata-rata 25 kali kejadian. Aktivitas Gunung Semeru tersebut selalu dilaporkan melalui Whatsapp Group yang terdiri dari unsur masyarakat hingga pemerintah setempat, termasuk kejadian guguran lava pada 1 Desember 2021

Kemudian pada 2 Desember 2021, Pemantauan Gunung Aktif (PGA) Semeru sudah mengeluarkan peringatan agar masyarakat tidak beraktivitas di sekitar Besuk Kobokan, Besuk Kembar, Besuk Bang, dan Besuk sarat, untuk mengantisipasi kejadian guguran/awan panas guguran.

Sesungguhnya, peringatan dini akan bahaya guguran dari Gunung Semeru telah disampaikan jauh-jauh hari dan berulang kali.

Menurut ahli vulkanologi Surono, gugurnya material vulkanik Gunung Semeru memang dapat dipastikan terjadi dan dapat diprediksi akan gugur ke arah mana. Namun, hal yang tidak dapat dipastikan adalah kapan dan seberapa besar awan panas tersebut dihasilkan. Terlebih dengan pengaruh curah hujan tinggi.

“Arahnya jelas ke Besuk Kobokan dan sekitarnya, karena ini besar, kecepatannya sampai 200 km/jam yang isinya abu, kerikil,” ujar pria yang akrab disapa Mbah Rono itu.

Mantan Kepala PVMBG tersebut menegaskan bahwa gugurnya awan panas Semeru bukan berasal dari erupsi atau letusan, seperti layaknya kejadian erupsi Gunung Merapi maupun erupsi Gunung Kelud.

APG tersebut berawal dari keluarnya lava, gas dan abu terus-menerus yang menumpuk dan volumenya makin besar sehingga membentuk kubah lava.

Kubah lava yang semakin besar menjadi labil tersebut mengakibatkan isi dari kubah semakin keluar dari kawahnya. Isi dari kubah lava tersebut tentu tidak hanya batuan, namun ada juga berupa cairan sehingga saat kubah longsor dan pecah, ditambah pengaruh curah hujan, terjadi guguran atau longsoran yang terbentuk APG atau menjadi erupsi sekunder. Mbah Rono menjelaskan adanya korban yang terdampak lantaran aktivitas warga menambang pasir. Di samping itu, warga juga ada yang beternak.

Dia menekankan mitigasi bencana pada warga sekitar Gunung Semeru seharusnya diperhatikan lebih serius oleh pemerintah daerah setempat.

Sementara warga yang tinggal di area tersebut pun tak boleh menghiraukan peringatan waspada yang dikeluarkan terhadap aktivitas gunung tersebut.

“Pertanyaannya kapan masyarakat yang harus mengikuti, kapan Semeru memberikan rezeki,” kata Mbah Rono.

 

Kewaspadaan

mbah-rono-140220a.jpg
Surono alias Mbah Rono, mantan Kepala PVMBG

Mbah Rono menyebutkan hingga saat ini tidak ada sistem peringatan dini tercanggih yang dapat meramalkan kapan erupsi gunung terjadi.

Bahkan tidak ada perhitungan secara pasti, kapan saat seseorang bisa menyelamatkan diri dari terjangan awan panas yang bergerak sangat cepat, yang diperkirakan mencapai 600 derajat Celsius itu.

Jalan menyelamatkan diri satu-satunya adalah tidak berada di kawasan Gunung Semeru, sekitar 5-7 kilometer dari kawasan kubah lava saat dikeluarkannya peringatan status waspada.

Sementara itu, hujan yang diprediksi akan mencapai puncaknya pada Februari 2022 sepatutnya juga menjadi kewaspadaan bagi warga yang tinggal di sekitar gunung berapi aktif, sebab terjangan lahar akan membayangi warga sekitar gunung berapi aktif selama musim ini.

Selain itu, longsornya APG semestinya telah menjadi pertanda bahwa masyarakat harus segera menghindar dari kawasan gunung.

“Karena yang mematikan itu lahar akibat curah hujan tinggi. Berhati-hati bagi warga di sekitar aliran sungai, apalagi kubahnya besar bisa menjadi longsor, guguran dan awan panas,” katanya.

Jadi, dalam konteks bencana itu, semestinya tidak sekedar memikirkan bagaimana menanggulangi korban bencana erupsi Gunung Semeru saat ini, namun pemerintah diharapkan juga memikirkan langkah tegas mitigasi yang mengutamakan keselamatan masyarakat.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya