Dugaan Pimpinan Pesantren di Bandung Cabuli Santri demi Dapatkan Dana Bantuan

Guru pesantren cabul itu menggunakan dana bantuan dari pemerintah dan menyalahgunakan uang tersebut. Dana itu dipakai HW untuk menyewa apartemen untuk melakukan aksi bejatnya.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 10 Des 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 10 Des 2021, 08:00 WIB
Ilustrasi Pencabulan
Ilustrasi Pencabulan (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Bandung - Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengungkap fakta bahwa HW (36), pimpinan salah satu yayasan pondok pesantren di Kota Bandung yang mencabuli belasan santri diduga untuk mendapatkan dana bantuan dari sejumlah pihak.

Hal itu diketahui bahwa HW yang tidak mengakui anak di bawah umur yang dilahirkan para korban yang dicabulinya dan mengklaim ke pihak luar jika anak-anak yang lahir tersebut sudah yatim-piatu.

"Ada dugaan yayasan itu dijadikan modus operandi kejahatannya," kata Kepala Kejati Jabar Asep N Mulyana di Bandung, Kamis (9/12/2021).

Asep mencontohkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang diperuntukkan untuk para santri diambil untuk kepentingan pribadi. Dugaan itu berdasarkan dari pengumpulan data dan penyelidikan yang dilakukan tim intelejen Kejati Jabar. 

Selain itu, pelaku HW kemudian menggunakan dana bantuan dari pemerintah dan menyalahgunakan uang tersebut. Dana itu dipakai HW untuk menyewa apartemen untuk melakukan aksi bejatnya. 

"Uang bantuan tersebut juga diduga digunakan untuk membayar sewa kamar hotel dan dipakai mencabuli para korbannya. Tapi ini masih kemungkinan, nanti didalami," ungkap Asep.

Dengan adanya temuan ini, Asep menyatakan pihaknya akan melakukan penyelidikan lebih mendalam. 

"Jadi, di sampingnya ada perkara pidana umum, nanti akan melakukan pendalaman terkait itu karena ada pengelola yayasan. Nanti apakah yayasannya dibubarkan, lihat nanti proses tuntutan persidangannya," tuturnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A Chaniago mengatakan pihaknya menunggu adanya laporan aduan terkait dugaan tersebut. 

"Hal ini harus adanya laporan pengaduan. Kalau memang tidak ada laporan pengaduan maka kami belum bisa mengetahui hal seperti itu," katanya.

"Kami tidak mengetahui itu (eksploitasi ekonomi), bisa ada kegiatan seperti itu kalau memang ada yang menyampaikan atau mengetahui adanya suatu rencana meyatim piatukan dengan tujuan komersil atau bagaimana," tutur Erdi.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya