Liputan6.com, Jakarta - Kursor berkedip-kedip dengan latar belakang putih menjadi pemandangan yang tidak menyenangkan saat seseorang ingin mulai menulis. Seakan-akan menjadi momok, kursor berkedip itu lebih sering membuat kita lekas menutup layar dan beralih ke jendela lainnya dengan dalih mencari inspirasi.
Seringnya, sampai penghujung waktu bukannya inspirasi yang didapat, lebih sering berakhir nyangkut di jendela informasi lain yang lebih menghibur. Alhasil, khazanah terkait berita terkini seputar selebriti bertambah, sementar kursor masih kedap-kedip di sudut kiri atas pada lembar putih digital.
Situasi seperti ini jamak dihadapi oleh orang-orang yang hendak menuliskan gagasannya. Ada dua istilah yang terkait dengan situasi seperti ini, yaitu mental block dan writer’s block.
Advertisement
Mental block didefinisikan lebih luas, yaitu hambatan-hambatan internal yang dialami ketika ingin mulai melakukan sesuatu. Contohnya, dari memulai bisnis, membuat konten media sosial, sampai menulis artikel.
Sedangkan, seperti namanya, writer’s block dialami oleh penulis yang mentok dan tidak mampu melanjutkan atau menghasilkan karya pada jangka waktu tertentu. Hal ini bisa berkaitan juga dengan mental block.
Tentu keduanya menjadi pembunuh kreativitas, karena baik mental maupun writer’s block menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan atau motivasi untuk melanjutkan apa yang sudah diniatkan.
Blokade ini menghalangi akses ke kemampuan kreatif yang paling alami. Biasanya ketika mengalaminya, kita cenderung pesimistis dan merasa bahwa suatu pekerjaan sangatlah sulit atau tidak mungkin dapat diselesaikan.
Ketika kita mempertanyakan pilihan atau opini diri sendiri yang biasanya membuat kita terlalu lama berpikir atau tidak juga memulai sesuatu, ini dapat menjadi tanda jika kita sedang mengalami mental block.
Â
Saksikan Video Ini
Penyebab Mental Block
Mental block disebabkan oleh berbagai penyebab. Penyebab yang paling umum adalah ketika kita terlalu berfokus pada hasil akhir bahkan sebelum memulai. Akan lebih mudah untuk terus maju ketika kita tidak memedulikan seperti apa hasil akhir dari proses yang baru akan dimulai.
Sebagai contoh dalam kasus menulis, berbagai skenario pengandaian tentang seperti apa tulisan kita nanti, bagaimana respons pembaca, dan sebagainya, lebih sering membuat kita berakhir tidak melanjutkan apa yang kita ingin tulis ketimbang meningkatkan produktifitas.
Selain itu, terlalu banyak berpikir di awal proses juga bisa menjadi salah satu penyebab mental block lainnya. Kita mungkin terlalu sibuk ingin menyajikan gagasan yang paling benar dan tanpa cela, terlalu kaku terhadap suatu pandangan.
Padahal bisa jadi, apa yang kita perlukan adalah tidak terlalu memusingkan itu dulu. Kemampuan berpikir kritis mungkin memang bermanfaat untuk membantu mengevaluasi layak atau tidaknya suatu gagasan, tetapi tidak jarang juga akhirnya menjadi penghambat proses penciptaan sebuah karya.
Penyebab lainnya dari mental block bisa juga ekspektasi diri yang terlalu tinggi. Kita sering kali memasang standar tinggi terhadap suatu hasil. Sibuk bolak-balik membaca ulang dan menyunting tulisan padahal tulisan baru seperempat jalan. Ini adalah salah satu contoh jebakan standar atau ekspektasi tinggi yang diciptakan seorang penulis.
Banyak penulis senior yang mengingatkan penulis baru untuk terus menulis dengan cepat ketika sedang ada ide. Berhenti untuk membaca ulang biasanya menjadi salah satu penghambat penyelesaian sebuah tulisan.
Sebagai penulis, kita harus membiarkan jiwa penulis kita yang menyelesaikan tulisan, bukan si penyunting bahasa. Ada waktu khusus untuk menyunting, yang terpenting tuangkan dulu apa yang ada di kepala.
Â
Advertisement
Butuh Istirahat
Penyebab lainnya yang juga umum dan sering kali tidak disadari adalah terkait dengan kesehatan mental. Susan Reynolds, dalam tulisannya untuk Psychology Today, menyebutkan bahwa kondisi kelelahan mental atau burn out juga dapat menjadi faktor yang mengakibatkan mental block.
Ketika kapasitas otak kita sudah mencapai titik maksimalnya, bisa jadi sebenarnya kita hanya sedang butuh istirahat. Kita tentu punya ambang batas, baik secara fisik, mental, maupun emosional. Pada akhirnya, tubuh, otak, atau emosi kita akan menuntut waktu istirahat.
Saat mengalaminya, kita mungkin berpikir bahka kita sedang mengalami mental block. Padahal sebenarnya kita hanya sedang butuh berhenti sejenak.
Mengenal mental block yang kita alami dapat menjadi salah satu solusi untuk keluar dari kebuntuan. Ketika kita lebih menyadari apa yang dialami dan mampu menerimanya sebagai situasi yang normal perlahan dapat membantu kita mengurai atau bahkan adu kuat dengan pikiran-pikiran yang menjadi penghambat proses awal yang akan kita tapaki.
Jadi, jangan biarkan kursor itu hanya kedap-kedip. Dorong terus ke kanan. Kalau capek, istirahat.
Penulis: Dila Putri, penerjemah di MUC Consulting, Jakarta