Habis Dikritik DPR, Wisata Nimo Highland Pangalengan Malah Dipuji Bupati

Nimo Highland Pangalengan habis dikritik anggota dewan, tapi justru mendapat pujian dari Bupati Bandung.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 10 Okt 2022, 21:00 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2022, 21:00 WIB
Ilustrasi tempat wisata di Pangalengan
Ilustrasi tempat wisata di Pangalengan. (Photo by bady abbas on Unsplash)

Liputan6.com, Bandung - Destinasi Nimo Highland Pangalengan di Kabupaten Bandung sempat menuai kritikan keras dari Komisi IV DPR RI saat kunjungan kerja mereka pada penghujung September 2022 lalu. Beberapa anggota dewan menyinggung potensi kerusakan alam hingga permasalahan kultural.

Dengan kata lain, tempat wisata tersebut dinilai belum memenuhi konsep-konsep pariwisata berkelanjutan. Kritik juga dialamatkan kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII selaku pemilik lahan yang dinilai tidak selektif dalam menjalin kerjasama dengan pihak ketiga, dianggap mempertaruhkan aset pada pengusaha yang diduga tak kompeten.

Namun, lain hal di mata Bupati Bandung Dadang Supriatna. Dia keukeuh memuji Nimo Highland sebagai contoh sukses pengembangan industri pariwisata di daerahnya, diklaim berhasil jadi tempat rekreasi yang hit dan mengundang banyak kunjungan para pelancong, juga diklaim mendulang banyak uang.

"Itu sukses kan," katanya, "Orang kan tidak memprediksi bakal booming tempat wisata itu. Setelah kita hadirkan, ternyata menambah lapangan kerja dan pendapatannya juga luar biasa, itu salah satu contoh," jelas Dadang, Jumat (7/10/22), dikutip Liputan6.com lewat keterangan pers.

 

Wacana 100 Desa Wisata

Nimo Highland Pangalengan sendiri mulai dibuka sekitar Mei tahun ini. Memiliki beberapa ikon andalan seperti Nimo Sky Bridge, jembatan kaca sepanjang 150 meter yang merentang di atas hamparan tanaman teh. Selain itu, ada pula bangunan menyerupai Santorini di Yunani.

Kata Nimo merupakan akronim dari Nini Mountain. Diketahui, Gunung Nini yang dimaksud merujuk pada bukit kebun teh yang berada di tengah-tengah perkebunan Malabar milik PT Perkebunan Nusantara VIII.

Lahan milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seluas 25 hektare itu kemudian disewa dan disulap menjadi Nimo Highland. Turut terpacu atas kesuksesan Nimo Highland, Dadang Supriatna menyampaikan ambisinya untuk mencetak 100 desa wisata di pelosok-pelosok kabupaten.

Selain mengangkat nama Kabupaten Bandung di kancah pariwisata, proyek desa wisata dipercaya bakal membuka lebar lapangan kerja. Diklaim sanggup mendongkrak kesejahteraan masyarakat sekitar. Saat ini, Pemerintah Kabupaten Bandung kabarnya sudah menetapkan 50 desa rintisan.

Menurut Dadang, Nimo Highland Pangalengan diakui sebagai wisata buatan yang sukses seperti Jembatan Rengganis Rancabali yang diklaim sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara. Kedua objek pariwisata itu dianggap layak jadi contoh. Dadang juga percaya diri bahwa objek-objek wisata di Kabupaten Bandung bisa mendunia.

“Nanti kita arahkan, mana yang masuk desa wisata dan mana yang sifatnya bisa go internasional, akan saya kembangkan. Saat ini baru dua lokasi wisata, tahun depan kita akan buka lagi," katanya.

 

Pandangan Dewan

Sebelumnya, beberapa anggota Komisi IV DPR RI diketahui melakukan kunjungan kerja ke Nimo Highland beberapa waktu lalu.  Di antaranya dihadiri Dedi Mulyadi dari fraksi Golkar, Yohanis Fransiskus Lema atau Ansy Lema dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P), juga Slamet dari fraksi Partai Kesejahteraan Sosial (PKS).

Ada pula Komisaris Utama Nimo Highland, Ilham Sunaryanto, dan perwakilan dari PT Perkebunan Nusantara VIII, perwakilan dari pemerintah provinsi serta pihak-pihak terkait lainnya.

Kunjungan kerja mereka diaku bertujuan guna menyampaikan analisis masalah pengelolaan lahan-lahan strategis milik BUMN. Adapun, Dedi menilai, Nimo Highland adalah contoh objek wisata di lahan BUMN yang gagap dalam memperhatikan keberlanjutan lingkunga, juga gagal mengangkat kearifan kultur lokal.

Padahal, sambung Dedi, pariwisata yang tidak berpijak pada keberlanjutan lingkungan dan kebudayaan, diyakini hanya akan tampil sebagai asesori buatan yang bertahan sebentar saja. Nimo Highland juga dinilai tidak memiliki konsep penataan yang kuat, objek wisata itu ramai dikunjungi karena kebetulan berada di perkebunan teh yang sedari awal memang sudah menyajikan keindahan alam.

"Orang datang memang karena alamnya yang bagus bukan penataaan wisatanya yang bagus. Alam ini bukan soal hanya ekonomi tapi spritual, dari sana lahirlah penghormatan. Dari penghormatan itu baru lahirlah wisata," katanya. "Bagi saya tidak penting kita terlalu berimajinasi menyajikan sesuatu yang dibilang kelas dunia, nanti malah menjadi problem," imbuh Dedi.

 

PTPN VIII Turut Disorot

Ansy Lema menganggap objek wisata Nimo Highland tidak memperhatikan fungsi konservasi, padahal itu menjadi penting mengingat kawasan tersebut adalah kebun teh aset BUMN. PTPN VIII pun diminta untuk lebih seletif ketika hendak bekerjasama dengan pihak ketiga.

"Saya kaget betul, berani sekali mengatakan ini kelas dunia. Apalagi bermimpi menghadirkan 50 model seperti ini, celaka. Kalau mindset-nya pengusaha sekedar ekspansi, sekedar profit, tetapi ini kita bicara pariwisata yang berbasis konservasi, komunitas, berbasis kearifan lokal," katanya. "PTPN VIII tolong lebih seletif dalam membangun kerjasama, periksa betul isi kepala para pengusaha," ia menambahkan.

Anggota dewan dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Slamet bahkan mengusulkan untuk memanggil pihak-pihak terkait agar membuka analisisnya perihal dampak alih fungsi lahan dan dugaan potensi kerugian ekologis di kawasan tersebut.

“Kita panggil, presentasi dampak lahan ini ketika diubah jadi tempat wisata, dengan potensi kerugian ekologis ke depannya. Jadi, jangan sampai atas nama profit, dituntut tidak boleh rugi, tapi fungsi-fungsi konservasi untuk anak cucu-kita hilang,” katanya.

"Seharusnya visi direksi baru itu meningkatkan mutu, kualitas, produktivitas teh. Kalau direksi baru kerjanya nyewain tanah, enggak sekolah tinggi-tinggi kita juga bisa," timpal Dedi Mulyadi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya